webnovel

Darl

Lin hidup di daerah kumuh bersama ibunya, Margaretha. Dia hidup bahagia bersama ibunya dan sahabat dekatnya, Ivan. Hingga suatu hari kebahagiaannya direnggut satu per satu darinya. Dalam kegelapannya, seorang pria mengulurkan tangannya dan memberikan harapan. Lalu apa yang terjadi saat kebahagiaan yang dia bangun kembali itu dirusak oleh Ivan, teman masa kecilnya? Apa yang akan Lin lakukan ketika dia mengetahui dalang dibalik terbunuh keluarga kecilnya adalah Ivan, orang yang berjanji untuk membuatnya bahagia?

seveneightnine · Fantasy
Not enough ratings
1 Chs

Kota Lawless

Kota Lawless, 08 Maret 2502

Di sebuah kota kecil di dekat pesisir pantai, sore itu, seorang anak laki-laki dengan tubuh kurus berlari menghampiri seorang anak perempuan yang sedang mengumpulkan barang-barang bekas yang dibuang di dekat pantai.

"Lin!" panggil anak laki-laki itu.

Anak perempuan bernama Lin menoleh dan tersenyum melihat temannya datang menemuinya kembali. Dia segera mengambil semua barang yang sudah dikumpulkan dan diletakkan di atas kain kumal lalu membungkusnya. Dia memeluk kain berisi barang-barang yang dia jarah lalu menghampiri anak laki-laki tersebut.

"Ivan, sudah dua hari aku tidak melihatmu, kemana saja kau pergi?" tanya Lin pada Ivan, nama anak laki-laki itu.

Anak laki-laki berusia 12 tahun dengan surai hitam dan mata yang juga berwarna hitam itu memamerkan cengiran khas anak 12 tahun dengan satu gigi depannya yang copot. Dia mengambil sesuatu dari saku celananya yang mulai sobek sana sini dan memberikan kepada Lin.

Lin menatap ke arah Ivan lalu tatapan matanya turun ke bawah, melihat apa yang Ivan berikan padanya. Sebuah gumpalan kecil berwarna cokelat yang dibungkus dengan plastik bening berada di atas telapak tangan Ivan. Lin pun bertanya, "Apa itu?"

"Lin, ini yang namanya cokelat! Kemarin aku berhasil menyelinap ke kota dan mencurinya dari anak orang kaya. Hehe, aku sudah mencicipinya sedikit dan rasanya sangat enak, jadi aku ingin membaginya padamu," ujar Ivan sambil menyodorkan gumpalan cokelat yang terbungkus plastik bening itu kepada Lin. "Cobalah."

Lin mengangguk dan membuka mulutnya lebar, meminta Ivan untuk memasukkan cokelat itu ke mulutnya karena kedua tangannya sibuk memeluk bungkusan barang-barang yang dia jarah sebelumnya.

Ivan membuka bungkus plastik itu dan memasukkan cokelat itu ke mulut Lin dan menunggu reaksi Lin saat dia memakan cokelat yang berhasil dia curi tersebut. Senyum mengembang saat melihat mata biru Lin berbinar begitu merasakan cokelat yang ada di mulutnya.

"Sangat enak!" kata Lin dengan gembira.

Keduanya berjalan kembali ke daerah kumuh yang berada sebelah selatan di Kota Lawless, sebuah kota yang dibawah kendali Organisasi Lawless, daerah kumuh yang menjadi tempat tinggal Lin dan Ivan berdekatan dengan pantai sehingga banyak orang yang mencari barang-barang bekas yang dibuang di dekat pantai. Sedangkan di sebelah barat Kota Lawless terdapat pelabuhan kecil dan sering kali dijadikan tempat berlabuh kapal bajak laut. Rumornya, Organisasi Lawless memiliki koneksi dengan beberapa bajak laut terkenal dan menghasilkan banyak uang dari transaksi ilegal.

Lin memeluk kain yang membungkus barang-barangnya dengan erat begitu mereka masuk ke daerah kumuh tempat mereka tinggal. Di sini mereka bisa mencuri atau merebut barang-barang yang Lin dapat sehingga dia harus waspada, Ivan juga bersiap untuk membantu Lin jika ada yang berani mengambil barang milik Lin.

"Hei, bagaimana kau bisa menyelinap masuk ke kota?" bisik Lin pada Ivan. Daerah kumuh mereka dibatasi oleh dinding besar nan tinggi dengan empat pintu masuk di bagian barat, timur, utara dan selatan menuju Kota Lawless. Lin seLing kali mendengar kisah tentang kota mereka dari Ivan karena Lin tidak pernah benar-benar masuk ke dalam kota. Katanya, Kota Lawless berbeda dengan daerah kumuh mereka, ada banyak toko yang berjualan di sana, pakaian bagus, makanan enak, bangunan rumah yang besar dan juga taman yang luas.

"Aku bersembunyi di balik rok panjang Margaretha," jawab Ivan dengan senyum yang memamerkan giginya.

"Hei!" pekik Lin karena kesal mendengar lagi-lagi Margaretha membantu Ivan masuk ke dalam kota. Margaretha itu nama ibunya, ibunya seorang pelacur yang bekerja di rumah bordil di dalam Kota Lawless. Rumah bordil tempat ibunya bekerja bukanlah yang paling mahal ataupun sering dikunjungi petinggi yang berkuasa di Kota Lawless, tetapi semenjak Margaretha masuk ke rumah bordil yang dulunya hanya berukuran kecil kini sudah mulai terkenal karena kecantikan ibunya. Margaretha memiliki rambut berwarna merah panjang bergelombang dengan mata berwarna biru laut, kecantikannya membuat ibunya menjadi yang nomor satu di rumah bordil tempatnya bekerja.

"Kenapa kau tidak meminta Margaretha untuk membawamu masuk ke kota?" tanya Ivan akhirnya. Mereka sudah menjadi teman semenjak empat tahun yang lalu, tetapi dia tidak pernah mengetahui alasan kenapa Lin belum pernah masuk ke dalam kota sekalipun.

"Mama Margaretha tidak pernah mengijinkanku ke kota, katanya berbahaya untukku," jawab Lin dengan lengkungan bibir ke bawah.

Ivan menatap mata biru Lin dan helaian rambut merah menyala yang mulai panjang sampai bahu itu, meskipun wajah Lin kini tampak belepotan dan kusam, Ivan bisa melihat kalau Lin juga memiliki kecantikan Margaretha. "Mungkin setelah kau dewasa nanti, Margaretha akan mengijinkanmu masuk ke kota."

Lin dan Ivan masuk ke rumah kecil bernomor tiga yang hanya memiliki satu kamar berukuran kecil, dapur dan ruang tamu. Kamar mandi berada di luar rumah mereka dan digunakan bersama-sama dengan rumah nomor satu, dua, empat dan lima. Kelima rumah ini merupakan rumah terbaik yang ada di daerah kumuh bagian selatan, tentu saja harga sewa rumah terbilang mahal untuk orang-orang miskin seperti mereka. Setiap minggunya mereka perlu membayar 3 gold, Lin tidak tahu berapa banyak uang yang didapat ibunya setiap minggu tetapi dia tahu penghasilan Jay Winston, kepala keluarga di rumah nomor empat, tetangganya itu. Lin pernah tidak sengaja mendengar pertengkaran Jay Winston dengan istrinya, Alma Winston, dan mendengar uang 280 silver per minggu tidak cukup untuk membayar biaya sewa rumah mereka, rupanya upah Jay Winston sebagai buruh yang biasanya 45 silver per hari berubah menjadi 40 silver per hari.

Lin meletakkan barang-barang yang dia kumpulkan di sudut ruang tamu kemudian mengambil dua gelas air minum untuknya dan Ivan.

Ivan menerima segelas air minum lalu meneguknya dengan cepat, lalu dia berkata, "Kemarin aku melihat Bon di dalam kota dan dia bertemu dengan anggota geng Cobra, sepertinya rumor kalau Bon punya hubungan dengan geng Cobra itu benar."

Bon adalah pria berusia 40 tahunan yang memiliki tubuh besar dan kekar, suara yang keras dan suka mabuk-mabukan, ia juga pemilik rumah sewa yang Lin tempati saat ini. Meskipun Lin tidak terlalu menyukai Bon tetapi karena Bon termasuk orang yang berkuasa di daerah kumuh bagian selatan ini, sehingga tidak akan ada yang berani masuk ke rumah sewa milik Bon untuk mencuri barang-barang miliknya. Lin merasa aman setiap kali dia berada di rumah sewanya.

"Kalau rumor itu benar, rumah ini akan semakin aman, tetapi aku takut kalau harga sewanya akan naik lagi," kata Lin sambil membuka kain yang membungkus barang-barang yang dia ambil di pantai. "Keluarga Winston kesulitan karena upah Jay Wingston sekarang hanya 40 silver setiap hari. Sudah satu tahun, Bon tidak menaikkan harga sewanya, aku merasa sebentar lagi Bon akan menaikkan harga sewanya."

Ivan menepuk punggung Lin dengan sedikit keras. "Kau tidak perlu khawatir, Margaretha pasti bisa membayar harga sewa rumah ini walaupun harga sewanya naik. Oh, bicara soal Margaretha, dimana Margaretha?"

"Masih di tempat kerjanya, belum pulang," jawab Lin sambil meringis karena punggungnya yang dipukul oleh Ivan.

"Apa Margaretha tidak akan pulang lagi hari ini?"

"Tidak tahu. Besok pagi, mungkin," jawab Lin. Ia sudah terbiasa dengan ibunya yang hanya pulang ke rumah setiap dua sampai empat hari sekali untuk memastikan dirinya baik-baik saja.

"Kalau begitu aku akan tidur di sini malam ini, oke? Aku akan menemanimu tidur, LinLin~"

"Jangan paling aku LinLin!!" seru Lin seraya berdecak sebal. "Kalau Mama Margaretha tahu aku mengijinkanmu menginap di sini, aku pasti akan diceramahi olehnya."