webnovel

Danke

Terima kasih untuk bertahan." New adult—romance. Karang tidak mau tahu jika Pelita harus tetap menjadi kekasihnya meskipun Karang memiliki Valerie, yang ia tahu Pelita adalah piala kemenangan yang ia dapatkan dari Ardo--mantan kekasih Pelita karena kalah balapan. Backstreet, hanya itu yang bisa Pelita dan Karang lakukan di depan Valerie serta banyak orang. Tapi, cinta tahu ke mana dia punya pelabuhan tetap. Tak ada yang takkan hancur bila terus menerus menjadi yang kedua dan menghalangi hubungan orang lain sampai ia bertahan pada titik kelemahannya. "Dia atau aku Kak Karang?"

aprilwriters · Urban
Not enough ratings
169 Chs

Hurt.

Matanya menatap nanar bagian tubuh antara bahu hingga kepala di depan kaca wastafel kamar mandi. Terutama pada bagian leher bekas kegilaan Karang, jelasnya ruam merah kehitaman itu akan lama menghilang, maksimal satu minggu.

Pelita mengusapnya, sedikit sakit. Dia hanya mengenakan tank top hitam serta hot pants, dan rambut yang dicepol asal.

Dia membuka sebuah plester penutup luka dan menempelkannya pada ruam itu, ternyata satu tidak cukup jadi Pelita menempel hingga dua buah—barulah ruam itu benar-benar tak terlihat.

"Gue cuma selingkuhan Karang tapi dia giniin, gimana Valeria yang pacar utama? Mungkin mereka udah main gila," ujar Pelita bicara pada bayangannya sendiri. "Gue ngerasa kayak cewek yang suka main di bar atau pun diskotik, kenapa bisa dia perlakuin gue kayak gini? Pelita lo itu cewek apaan, hey? Lo cewek macem apa!" Tangannya terkepal, hampir saja mendaratkannya di permukaan cermin, tapi Pelita urungkan seraya menggeleng, alhasil ia luruhkan anggota tubuhnya itu meski masih mengepal kuat. Pelita benar-benar mengutuki nasib buruknya.

Setelah berkata demikian Pelita menghidupkan kran air, dia membasuh wajahnya lalu meraih handuk kecil di dekat wastafel untuk mengeringkan wajahnya.

"Lo nggak bisa giniin gue, batu! Gue sadar kalau lo emang batu jadi nggak bisa mikir! Gue nggak akan biarin hal gila kayak gitu kejadian lagi! Gue janji!" tandas Pelita yakin, dia beringsut keluar dari kamar mandi.

***

Pagi yang masih sama, di mana matahari masih saja makin merangkak ke atas hingga mencapai tahtanya. Aktivitas di Universitas Merah Putih juga sudah berlangsung, sejak naik ke dalam mobil Kamila bersama tiga temannya—gadis itu terlihat diam saja, menjawab celotehan teman-teman seadanya, ketika mereka tertawa Pelita hanya tersenyum simpul seolah tak ada hal yang patut ditertawakan.

Seperti biasa, Pelita selalu mengenakan t-shirt hitam yang dipadukan dengan jaket jeans, itulah Pelita Sunny—si gadis yang jarang sekali memakai dress apalagi berdandan, bibir merah mudanya dioles dengan lip gloss atau liptint saja cukup. Jika dibandingkan dengan Valerie jelas jauh, meski sama-sama anak orang kaya tapi mereka sangat berbeda dalam hal fashion, Valerie punya selera yang tinggi dalam berpenampilan. Seseringnya dia mengenakan dress yang dipadukan dengan heels, tak lupa tas hermes atau pun branded yang ia kenakan makin menunjang penampilannya.

Valerie hanya ingin menunjukan pada semua orang bahwa ia juga gadis yang patut dikagumi terutama karena menjadi kekasih Karang, kadang sifat sombong manusia memang terlihat sangat jelas, ingin diakui kedudukannya oleh orang lain.

Begitu sampai di parkiran mobil—milik Kamila berhenti, dia dan ketiga temannya turun. Setelah menutup pintu mobil Pelita menyibak rambut panjangnya ke belakang dan barulah teman-temannya sadar ada dua buah plester menempel berhimpitan di leher gadis itu.

Tangan Kamila hendak menyentuh bagian leher itu, tapi Pelita dengan cepat menepisnya, membuat kening Kamila berkerut. "Lo kenapa, Ta? Itu luka, kan?" tanya Kamila penasaran.

"Habis disiksa sama Ardo?" imbuh Cinthya yang belum tahu perihal hubungan Pelita dan Ardo telah berakhir.

"Jelasin, Ta," desak Anggi, ketiga temannya berdiri berjejeran dengan gadis itu.

Pelita mendengkus, dia menatap ketiga temannya satu per satu, haruskah dia katakan yang sejujurnya? That's crazy!

Tapi jelas setiap pertanyaan mereka memaksa jawaban, apalagi tatapan yang tiada henti menghunus, untung bukan kilatan petir.

"Oke, biar gue jelasin. Pertanyaan dari Kamila, ini tuh cuma luka lecet, digigit serangga aja tapi gue garuk-garuk gitu jadi ya jelek. Gue tutupin deh sama plester. Pertanyaan dari Cinthya, please deh lo ketinggalan gosip, gue udah putus sama Ardo dua mingguan lalu, dan lo baru tahu?" Pupil mata Pelita melebar tatkala menatap heran Cinthya, apalagi gadis itu menutup mulutnya dengan kedua tangan, terkejut atas kabar yang Pelita katakan.

"Lo serius udah end dari Ardo? Kenapa coba, bukannya kalian nggak ada masalah gitu? Apa jangan-jangan ada pihak ketiga," terka Cinthya seraya melipat tangan di dada.

"Pihak ketiga ya setan!" sahut Pelita ketus, bibir Cinthya mengerucut kesal. Anggi menepuk dahinya sendiri sambil geleng kepala, kadang ucapan Pelita memang sepedas sambal.

Kini Pelita menatap Anggi. "Pertanyaan dari Anggi udah gue jawab dari dua pertanyaan tadi, right?"

"Iya, Ta."

"Jadi lo sekarang jomlo, Ta?" tanya Chintya tak yakin.

"Kenapa gitu kalau gue jomlo? Gue yakin lo nggak berubah haluan dan pengin jadi pacar gue, kan?"

Dengan kesal Cinthya menoyor kepala gadis itu. "Gue masih waras, Ta. Masih waras."

Pelita mengusap dadanya, sok dramatis. "Syukurlah kalau gitu, kadang gue jadi takut sama elo."

"Psst!" Kamila menginterupsi. "Lihat tuh couple of University dah datang, itu mobilnya Karang, kan?"

Mereka semua menatap mobil hitam yang baru masuk ke area parkir, baru saja Pelita merasakan bisa bercanda dengan teman-temannya justru alasan keterdiamannya sejak pagi datang, gadis itu kembali mengunci mulutnya.

Terlihat keduanya baru turun dari mobil, tangan Valerie langsung menggelayut manja pada lengan Karang, memamerkan pada semua orang bahwa mereka adalah pasangan paling bahagia dan romantis satu kampus. Membuat orang-orang iri, ketika ketiga temannya sibuk memuji hubungan dua sejoli itu Pelita hanya bisa diam, mereka tidak sadar bahwa teman dekat mereka adalah orang yang suatu hari bisa menghancurkan hubungan pasangan dengan sejuta pendukung itu, jika suatu hari hubungan Karang dan Pelita mencuat ke permukaan akan bisa mengubah presepsi orang-orang bahwa tak ada hubungan yang sempurna, salah satunya yang sedang dilihat oleh mereka.

Hati Pelita terasa sesak, bukan karena cemburu melihat Karang dan Valerie berdua di depan matanya. Karena luka berbeda yang sengaja Karang berikan padanya, bahkan tak ada kata maaf dari laki-laki itu, sejak kemarin malam Karang juga tak menghubunginya hingga detik ini, apa memang Karang tidak sadar?

Pelita merasa sudah berubah jadi gadis yang menyedihkan, tapi sayangnya ia tak bisa berbuat apa-apa, seperti patung hidup yang rela dipermainkan.

Gadis itu memilih melangkah pergi meninggalkan teman-temannya yang masih saja asyik bergosip tentang Karang dan Valerie, ia tak ingin jadi bagian cerita mereka.

"Eh, Ta! Lo kok main pergi aja sih!" seru Kamila seraya menatap punggung Pelita yang kian jauh, bahkan tak menoleh untuk memberikan alasan.

"Itu anak kenapa sih?" tanya Cinthya pada kedua temannya. Kamila menghela napas seraya geleng kepala, sedangkan Anggi mengedik bahu.

Ketika melewati Karang dan Valerie gadis itu sengaja mengangkat dagunya, ia ingin terlihat biasa saja meski hatinya mulai tergores. Pelita juga membuang pandangan dari keduanya meski Karang fokus menatap gadis itu, jika hati bisa berkata pasti semua orang sudah mendengar isi hati Pelita saat ini.

Pelita sakit, sakit yang takkan pernah berujung.