webnovel

Dandelion.

Menaruh harap kepada orang lain adalah suatu kesalahan besar. -Anna Mengisahkan tentang seorang gadis yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Kerasnya hidup yang harus dijalani memaksanya menjadi pribadi yang kuat. Belum lagi, pada malam ulang tahun kekasihnya, Anna mendapati sang pujaan hati bermain bersama wanita lain. Hatinya hancur tak tersisa. Namun di malam yang sama, secara tak sengaja ia bertemu dengan seorang pria asing yang ternyata adalah pemimpin sebuah perusahaan besar. Melalui malam dengan pria yang tidak dikenalnya, terbangun dipagi hari dengan keadaan tubuh tanpa sehelai benang pun membuatnya kaget sekaligus takut. Sejak malam itu, Anna menghilang. Apa yang akan terjadi selanjutanya? Silahkan dibaca..

Gloryglory96 · Teen
Not enough ratings
311 Chs

Bab 07. Hal Buruk Terjadi

Sinar Mentari mulai terik. Nampak masih terdapat genangan-genangan air di trotoar bekas hujan semalam. Langkah Anna begitu cepat, beberapa pengendara yang lalu-lalang sesekali melirik ke arahnya dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan.

Anna mengerti, dengan pakaian yang ia kenakan sekarang. Siapapun akan merasa aneh. Kemeja putih kebesaran dengan celana hitam yang panjangnya sedikit melewati lutunya juga terlihat sangat jelas bahwa itu bukanlah ukurannya, ditambah dengan alas kaki yang entah ia dapatkan dari mana di rumah itu. Kantongan hitam berisi makanan yang ia ambil dari rumah pria itu ditentengnya berhasil menambah kesan aneh pada penampilannya.

Tetapi Anna tidak peduli, Karena menurutnya salah pria itu yang membuang pakaiannya bukan? jadi wajar jika ia mengambil beberapa barang sebagai pengganti.

Sampai di sebuah halte, beruntung saat itu bus yang mengarah ke Jakarta Selatan sedang berhenti. Saat ini Anna berada di Jakarta Timur.

Jika boleh jujur, ini adalah pertama kalinya sejak dua tahun terakhir ia kembali menaiki bus. Selama itu, ia hanya berjalan kaki atau menggunakan angkot untuk berangkat ke tempat kerjanya.

Anna duduk di kursi paling belakang, percayalah, meskipun saat ini ia nampaknya sangat sibuk memperhatikan pengendara di luar namun saat ini pikirannya melanglang jauh entah kemana.

"Bu, boleh tau sekarang sudah jam berapa?" tanyanya pelan kepada wanita paruh baya yang sedang duduk di sampingnya.

Nampak wanita itu membuka tasnya dan terlihat seperti sedang memeriksa sesuatu.

"Jam 09.00, Mbak,"ucap wanita itu membalasnya.

Bagai sebuah bom yang meledak di kepalanya, Anna sudah terlambat satu jam. Helaan napas terdengar lolos dari bibir mungilnya, sesekali tangannya mengusap gusar wajahnya dan berhasil meninggalkan bekas sedikit kemerahan.

Dalam hatinya ia hanya berharap, bahwa segala hal buruk yang ada di kepalanya tidak akan terjadi.

.

.

.

Beberapa menit telah berlalu, Anna turun dari bus dengan sangat tergesa-gesa. Menuju sebuah minimarket tempatnya kerja paruh waktu.

Dalam hatinya ia terus berdoa agar tidak ada hal buruk yang terjadi nanti.

Makanan yang berada pada kantongan yang di tentengnya sudah dingin.

Saat membuka pintu, Karyawan yang mengetahui kedatangannya menatapnya dengan tatapan berbeda-beda, beberapa yang nampak menatapnya iba sementara yang lain hanya menatapnya sekilas kemudian melanjutkan lagi perkerjaannya seolah tidak peduli dengan kehadirannya.

"Anna, darimana saja kamu?" seorang gadis yang kira-kira seumuran dengannya segera berjalan menghampiri.

"Bos, dimana? Ah sesuatu yang buruk terjadi padaku, tapi sudah baik-baik saja sekarang," balas Anna berusaha tersenyum sambil berlalu menuju loker tempat ia menyimpan seragamnya.

"Hei, berhenti menatapku seperti itu," ucap Anna saat melihat teman kerjanya itu memandangnya dari atas hingga bawah.

"Aku tidak tahu bahwa selera fashionmu ternyata begitu cepat berubah," balas gadis itu memeluk pundak Anna dari samping, menepuk-nepuknya pelan.

"Bos, ada di ruangannya. Dari tadi ia menunggumu. Ah iya Ibu Dila juga ada disana, semoga beruntung," ucap gadis itu kemudian pergi meninggalkan Anna yang sudah mematung. Mungkin karena keberadaan Ibu Dila?

Anna dengan cepat mengganti pakaiannya degan seragam yang ada di lokernya kemudian menghadap Pak Bimo, Kepala minimarket tempatnya bekerja.

Gadis yang mengajaknya berbicara barusan adalah satu-satunya karyawan yang sedikit akrab dengannya. Merupakan karyawan tetap di minimarket itu berbeda dengannya yang hanya seorang pekerja paruh waktu.

Perlu diketahui bahwa minimarket yang serupa dengan tempatnya bekerja tersebar di beberapa tempat di Jakarta. Sedangkan Ibu Dila, ia adalah supervisor khusus area Jakarta Selatan.

Jadwal kerja Anna sendiri hanya lima jam, mulai pukul 08.00 hingga pukul 13.00 WIB.

Meski ia hanya seorang pekerja paruh waktu, namun aturan di minimarket itu sangat ketat. Tidak ada hal yang membedakan antara karyawan tetap dengan paruh waktu. Yang menjadi perbedaan hanyalah jam kerja saja.

Dengan langkah sedikit cepat, Anna memberanikan diri menuju ruangan bosnya. Dengan perasaan harap-harap cemas, ia berusaha mengusir segala pikiran negative yang menggerogoti kepalanya.

Tok...tok...tok

"Masuk," terdengar suara berasal dari dalam.

Anna membuka pintu perlahan. Ibu Dila nampak sibuk dengan tablet di tangannya sedangkan bosnya yang kira kira sudah berumur 30 tahunan sedang sibuk dengan beberapa kertas. Itu adalah kertas revisi dari Ibu Dila.

Mendengar suara pintu terbuka, atensi wanita itu teralihkan.

"Hmm, bukannya kamu karyawan paruh waktu di sini?"

"I-iya betul Bu, maaf saya terlambat," balas Anna sedikit menundukkan kepalanya.

"Kamu tahu ini sudah jam berapa?"

"J-jam 09.30 Bu," jawab Anna menerka dengan suara kecil namun masih mampu di dengar oleh kedua atasannya itu.

"Kamu tahu kan aturan dari perusahaan bagaimana?"

Hampir semua minimarket di Jakarta berada di bawah naungan D.A Corp. Tidak hanya di Jakarta saja. Namun sudah menyebar hampir di seluruh negara di Asia.

Anna tidak menjawab dan hanya diam menunduk. Matanya sudah berkaca-kaca.

Ibu Dila nampak memperhatikan penampilan Anna yang terlihat sedikit berantakan, aroma alkohol masih bisa tercium samar dari gadis itu membuatnya semakin yakin akan keputusannya.

"Kamu dipecat," suara halus kembali terdengar, tidak meninggi pun tidak merendah.

Mendengar kata itu, Anna mendongak. Bulir bening dengan patuh membentuk anak sungai di pipinya.

Jari-jari Ibu Dila bergerak menutup hidungnya, begitupula dengan Pak Bimo.

Melihat respon keduanya, Anna kembali menunduk. Ia sadar bahwa aroma alhokol dari mulutnya belum menghilang. Jika boleh jujur, ia masih merasa sedikit pening dan begitu haus. Rasa lapar yang ditahannya sedari tadi membuatnya terlihat agak pucat.

"Ta-tapi Bu, Pak. Say...."

"Kamu tentunya sudah tahu alasan dan bagaimana sikap saya terhadap seluruh karyawan kan? Jika saya melewatkan satu kesalahan kecil saja, maka tidak menutut kemungkinan kesalahan lainnya akan ikut terjadi dan tentunya hal itu juga akan berpengaruh terhadap karir saya dan Pak Bimo. Benar begitu kan?" potong Ibu Dila kemudian mengalihkan pandangannya ke arah pria yang duduk tidak jauh darinya.

Pak Bimo adalah kepala di minimarket itu, jabatannya berada dibawah satu tingkat dari seorang supervisor.

Hanya memandang Anna iba, dan mengiyakan perkataan Ibu Dila.

"Tidak ada alasan bagi saya untuk mentoleransi kesahalan sedikitpun. Jadi jangan mencoba membuat alasan karena itu tidak berpengaruh. Mengerti?! Sekarang kemasi barangmu," ucap Ibu Dila panjang lebar kemudian kembali beralih menatap tablet yang jika diperhatikan dari samping berisi gambar diagram dan tabel-tabel.

Anna bahkan belum berkata apapun untuk memohon agar ia diberi kesempatan kedua, namun ia sudah dipaksa menerima keputusan itu telak.

Segala hal pembelaan dan ribuan kata yang dipersiapkan sebelumnya kini hilang bagai bui di lautan.

"Ba-baik Bu, Pak. Anna akan segera pergi dari sini. Ta-tapi bagaimana dengan gaji saya bulan ini?" ucap Anna dengan suara yang sudah serak.

"Tunggu sampai tanggal gajian karyawan seperti biasanya, nanti gaji kamu bulan ini akan ditransfer," kini giliran Pak Bimo yang bersuara. Gaji karyawan akan dikirim setiap tanggal 28 di akhir bulan dan pada saat hari kerja. Jika tanggal 28 jatuh pada hari libur, maka uang itu akan ditransfer pada hari kerja berikutnya.

"Ba-baik pak, terima kasih sudah mempekerjakan Anna di tempat ini," Anna kembali bersuara, kali ini dengan badan sedikit menunduk sebagai penghormatan terakhir pada atasannya yang hanya di angguki oleh Pak Bimo itu.

Anna melangkah gontai menuju lokernya untuk mengganti kembali pakaiannya. Sedangkan seragamnya selama bekerja, karyawan manapun tidak akan dibiarkan untuk membawanya pulang ketika sudah berhenti bekerja di tempat itu.