webnovel

Sup Oralit

Baru dua jam tertidur, Gheisha sudah diganggu oleh suara keras dari Sisi. Ia menarik bantal guling lalu menutup telinganya. Mencoba bersikap masa bodoh dengan teriakan saudari tirinya. Namun, suaranya semakin keras. Sisi bahkan sampai menggedor pintu kamar Gheisha.

"Bangun! Buatin sarapan!" 

Sampai tangannya sedikit sakit karena terus mengetuk pintu, tapi Gheisha tidak juga membuka pintu. Salah satu cara ampuh untuk mengganggu Gheisha adalah memanggil ibunya. Teriakan Sisi yang memanggil Sharmila membuat gadis itu terpaksa bangun.

Ceklek!

"Lama banget, sih! Cepat masak sana!" 

"Kamu juga perempuan. Kenapa tidak masak sendiri, masakin juga buat ibumu. Kenapa harus selalu aku? Sialan banget, sih!" Gheisha memaki Sisi dengan wajah merah padam.

Gheisha baru pulang subuh tadi. Soal makanan, masih harus dia saja yang menyiapkan. Seandainya uangnya sudah cukup, ia pasti sudah pergi dari rumah itu.

"Kamu tidak mau memasak lagi, hah?" tanya Sisi sedikit membentak.

Malas rasanya terus berdebat. Gheisha menyenggol bahu Sisi lalu pergi ke dapur. Ia memasak dengan senyuman misterius. Setengah jam kemudian, ia selesai memasak.

"Mah! Sarapannya sudah siap!" panggil Gheisha. Setelah memanggil mereka, Gheisha kembali ke kamarnya.

Pintu dikunci, telinga memakai earphone, lalu memutar lagu. Gheisha sudah tahu akan ada bencana yang lebih menyeramkan daripada gempa bumi. Teriakan mereka berdua.

"GHEISHA!" 

Mereka berdua berteriak dari dapur. Makanan yang dimasak oleh Gheisha sangat aneh rasanya. Mereka berdua menyemburkan makanan itu saat baru mencapai rongga mulut.

Gheisha sudah tertidur kembali. Teriakan mereka tidak terdengar olehnya. Ia tidak suka dipaksa. Hati nuraninya menolak untuk melakukan sesuatu yang dipaksa. Namun, ia tidak pernah mengingkari janji. 

"Kita sarapan di luar saja, Sayang."

Sharmila mengajak Sisi sarapan di resto, karena masakan Gheisha tidak bisa dimakan. Jangankan manusia, kucing pun rasanya tidak akan mau memakannya. Gheisha menambahkan setengah gelas gula dan setengah gelas garam ke dalam masakannya. Bisa dikatakan, itu adalah sup oralit.

Johan tertawa melihat mereka pergi dengan kesal. Ia penasaran dengan rasa makanan yang membuat Sisi dan Sharmila muntah. Setetes air sup ayam masuk ke dalam mulut Johan.

"Hufftt! Astaga, rasanya benar-benar aneh. Haha, pantas saja Mama dan Kak Sisi sampai muntah. Aku sarapan di sekolah saja, deh," ucapnya sambil mengambil kunci motor.

****

Dering ponsel membangunkan Aryk. Ia meraba nakas dan meraih ponselnya. Matanya yang baru terbuka, menatap layar ponselnya.

"Halo." Aryk menyapa dengan suara serak khas bangun tidur.

"Aku menunggumu di tempat pemotretan. Jam sepuluh, kau sudah harus ada di lokasi," ucap suara dari seberang telepon.

"Hem." Aryk menjawab dengan gumaman pelan. Ia menutup panggilan dan beranjak pergi ke kamar mandi.

Aryk membasuh tubuh atletisnya di bawah pancuran kran shower. Tubuh tinggi dengan otot lengan yang kekar, perut sixpack, dan kulit putihnya itu terlihat indah saat tetes demi tetes air turun melewati kulitnya. Semua wanita yang melihat dirinya dimana pun, pasti langsung jatuh cinta. Namun, dua orang gadis yang membuat hatinya tertarik, justru sangat sulit didekati.

"Dandelion, aku pasti akan melihat wajahmu. Kau tidak bisa lari dari taruhan kita!" 

Aryk, mengepalkan tangannya. Kemarahan kepada Dandelion masih ada, meski telah berlalu beberapa jam. Namun, ketika ia mengingat wajah imut dan senyuman manis gadis yang berjumpa dengannya di taman, rasa marahnya seketika lenyap. Bibir yang semula menyeringai, berubah menjadi senyuman kecil.

"Aku harus bertemu dengannya. Aku ingat, laki-laki itu memanggilnya dengan nama Ghe-Ghe. Ya, Ghe-Ghe. Aku harus bisa berkenalan secara langsung dengannya," gumam Aryk. Ia memutar kran shower lalu mengambil handuk.

Aryk memperhatikan wajahnya di cermin. Tampan! Menurutnya, wajahnya lebih dari kata itu. Namun, entah mengapa kedua gadis yang disukainya sama sekali tidak tertarik padanya? Sampai sekarang, Aryk masih bingung, laki-laki seperti apa yang disukai kedua gadis itu?

Model tampan Sammy Orlan, jatuh cinta kepada dua orang gadis. Aryk bergumam, menebak gosip yang akan beredar jika ia ketahuan jatuh cinta. Ia belum tahu, bahwa gadis di taman dan DJ Dandelion adalah orang yang sama.

Saat ini, ia sedang dilema. Siapa yang akan dikenalnya, Dandelion atau Ghe-Ghe. Ia menghela napas panjang sebelum keluar dari kamar mandi. Matanya menoleh ke dinding, menatap jam yang menunjukkan jam delapan pagi.

"Biasanya dia … ke pasar jam segini," gumamnya. Ia memiliki waktu dua jam sebelum pemotretan. Aryk bergegas menggunakan baju dan pergi ke taman, tempat ia bertemu Gheisha dua kali.

***

Gheisha terperanjat saat mendengar dering telepon. Untung saja, ia mengatur volume panggilan di nomor paling kecil. Gendang telinganya bisa pecah.

Ia melempar earphone-nya. "Ah, mengagetkan saja," gerutu Gheisha. Gara-gara ibu tiri dan saudara tirinya, ia harus tidur dengan menutup telinga menggunakan earphone. Gheisha melihat nama pemanggil di layar ponselnya.

"Geri!" Gheisha segera pergi ke kamar mandi dan mencuci mukanya secepat kilat lalu menekan tombol jawab.

"Halo, Ger. Ada apa?"

"Sudah bangun, Ghe?" tanya Geri dari seberang telepon. Suara Geri terdengar berat. Gheisha sedih mendengar suara Geri. Hanya ada satu hal yang membuat Geri seperti ini, pasti tentang tunangannya, Nanda.

"Sudah. Kak Nanda, kambuh lagi, ya?" tanya Gheisha. Ia sudah memahami semua tentang Geri dan Nanda. Mereka berdua adalah sahabatnya yang paling lama ia kenal. 

"Ya. Dia ada di ruang perawatan."

"Aku akan kesana sebelum berangkat ke supermarket. Sabar, ya, Ger," ucap Gheisha mengakhiri panggilan. Ia menghela napas panjang. "Aku masih merasa sedikit sakit saat kamu membicarakan Nanda. Kapan perasaan ini bisa hilang sepenuhnya?" 

Gheisha pergi ke dapur untuk memasak kembali. Ia membuang semua makanan yang dimasak sebelumnya. Gheisha mencuci semua piring kotor, lalu memasak sarapan dan makan siang sekaligus. Selesai memasak, ia menaruh makanan untuk makan siang nanti, di dalam rak.

Ia memesan taksi online lalu pergi ke rumah sakit. Nanda memiliki riwayat penyakit lambung kronis sejak SMA. Akhir-akhir ini, penyakitnya sering sekali kambuh.

Beberapa minggu yang lalu, Nanda baru saja keluar dari rumah sakit, dan sekarang kembali masuk rumah sakit. Namun begitu, Geri tidak pernah lelah merawat dan menjaganya. Pernikahan mereka akan segera dilangsungkan. Kurang dari tiga bulan lagi, mereka akan menikah.

Setengah jam kemudian, ia tiba di rumah sakit. Ia menelepon Geri untuk menanyakan di kamar mana, Nanda dirawat. Setelah mendapatkan jawaban dari Geri, Gheisha segera berlari ke ruangan itu.

"Ger, bagaimana keadaannya?" tanya Gheisha saat tiba di ruangan Nanda.

"Penyakitnya semakin parah. Dokter menyarankan untuk operasi. Mungkin, aku akan menjual gedung sasana tinju," jawab Geri.

"Kenapa dijual?"

"Karena aku butuh uang yang banyak untuk biaya operasi. Memangnya untuk apa lagi?" tanya Geri kesal.

"Maaf, maksudku. Jangan dijual. Kamu bisa menggadaikan sasana tinjunya, tapi jangan dijual. Kekurangannya, aku bisa membantu," ucap Gheisha. Ia rela meminjamkan semua uang yang dikumpulkannya, kepada Geri. Asalkan bisa membuat kedua sahabatnya bahagia.

===BERSAMBUNG===

Next chapter