webnovel

Pertengkaran di pagi buta

Aryk melempar jaketnya sembarangan.

"Sial! Gagal lagi!" Aryk memaki diri sendiri. Ia kembali gagal melihat wajah Dandelion, DJ pujaan hati yang sudah lama dia kagumi. 

Icha keluar dari kamarnya. Ia sudah menunggu Aryk pulang sejak sore. Lewat tengah malam, Aryk masih belum kembali. Saat kembali, sudah jam dua dini hari, marah-marah tidak jelas.

"Ke mana saja kamu?" tanya Icha jengkel. Hari ini, Icha habis dikomplain oleh fotographer yang akan memotret Sammy Orlan. 

"Biasa." Aryk mengempaskan tubuhnya dengan kasar ke sofa. Ia memijat dahinya yang terasa berdenyut.

"Ke klub? Lagi?" tanya Icha. Manajernya habis dimarahi orang, sedangkan Aryk pergi bersenang-senang ke klub. Amarah Icha pun memuncak. 

"Ryk, kita memang berteman. Tapi aku tidak suka kalau kamu terus melalaikan tugas demi masalah pribadimu. Pekerjaanmu menyangkut banyak orang. Apa kamu pikir hanya kamu yang akan dirugikan jika kontrak iklan dan fashion show kamu dibatalkan?

"Ryk, tidak hanya kamu membuat aku dimarahi, kamu juga akan membuat agensi rugi. Para staf yang bekerja demi kamu, juga akan terkena dampaknya. Pernah tidak sih, kamu berpikir ke sana?" cecar Icha. Ia meluapkan kekesalannya.

Sudah sebulan terakhir ini, Aryk selalu mementingkan pergi ke klub malam SUN. Di jam pemotretan pun, Aryk melarikan diri. Icha sudah sangat marah. Ia tidak tahan lagi mengurusi Aryk.

"Kalau kamu sudah tidak mau menjadi manajerku, kamu bisa berhenti sekarang!" teriak Aryk. Ia melangkah pergi ke kamarnya.

Brakk!

Ia membanting pintu kamar di depan Icha. Aryk sedang kesal karena gagal melihat wajah Dandelion. Mendengar kata-kata amarah dari Icha, membuat ia semakin pusing. Aryk sudah menantikan hari ini begitu lama, tapi semuanya buyar.

Icha yang marah dengan sikap Aryk, memutuskan pergi dari apartemen Aryk malam itu juga. Ia pergi ke apartemen tunangannya. Calon suami Icha masih bertugas di Singapura. Dua bulan lagi, mereka akan menikah. Icha lebih baik tidur di apartemen tunangannya untuk sementara waktu.

 ***

Ting! Tong!

Gheisha menekan bel rumah. Sudah jam tiga pagi. Ini pertama kalinya, Gheisha pulang di atas jam dua malam. Biasanya, ia pulang jam satu malam dari klub dan datang jam setengah dua pagi ke rumah. Hari ini karena Aryk, ia terpaksa pulang jam tiga lebih dua puluh menit.

Di jam seperti ini, Sisi biasanya sedang berendam. Benar saja, Sisi yang membuka pintu. Ia hanya mengenakan handuk kimono.

Ceklek!

"Kamu baru pulang dari hotel, ya," cibir Sisi.

Gheisha mendorong pelan Sisi agar menyingkir dari tengah pintu. Ia sangat lelah dan malas meladeni Sisi. Semalam, Gheisha adu balap motor dengan Aryk, setelah itu Gheisha juga berlari untuk meloloskan diri dari Aryk. Ia juga dikejar preman saat menunggu taksi yang tidak kunjung lewat. Terpaksa, Gheisha terus berlari sampai ke jalan ramai dan menunggu taksi di sana.

Melihat Gheisha mengacuhkannya, Sisi mulai beraksi. Ia berteriak memanggil Sharmila. Teriakan Sisi bukan hanya membangunkan Sharmila, tetapi Johan juga ikut terbangun. 

"Ada apa, Sayang? Pagi-pagi buta, kamu sudah teriak," ucap Sharmila menghampiri Sisi.

"Lihat, Mah! Gheisha baru pulang jam segini. Lihat juga pakaiannya!" Sisi menunjuk pakaian Gheisha.

Sharmila memandangi Gheisha dari atas sampai bawah. Celana jeans hotpant, tanktop yang bagian bawahnya hanya di atas pusar, dilapis jaket jeans belel. Semua itu memang sangat membuat Gheisha terlihat seperti gadis nakal.

Johan yang tahu pekerjaan Gheisha, tidak terpengaruh dengan ucapan Sisi. Sharmila menghampiri Gheisha. Tatapannya penuh intimidasi.

Plakk!

Sharmila menampar Gheisha dengan sekuat tenaga. Tamparan itu menyisakan warna merah di pipi Gheisha. Johan maju dan menghalangi Sharmila yang hendak menampar kembali.

"Cukup, Mah!" 

"Johan! Kamu selalu saja membela Gheisha. Kapan kamu pernah membelaku? Aku juga kakakmu," ucap Sisi.

"Jo tidak membela Kak Gheisha. Jo membela yang benar," dalih Johan.

"Lihat sekarang! Itu karena kamu terus membela kakak kamu. Lihat! Seperti apa penampilan kakak kesayangan kamu. Pulang pagi, pakai baju seksi. Benar-benar memalukan," maki Sharmila.

Gheisha memijat keningnya. Sebenarnya, ia sangat malas untuk berdebat. Namun, ucapan mereka masih tidak berhenti sampai di sana. Mereka terus mencibir dan menghinanya. Ia tidak tahan lagi.

"Lebih nakal mana, antara aku yang pulang jam tiga pagi dengan Sisi yang menginap di luar kota dengan laki-laki selama tiga hari?" Gheisha menarik Johan menyingkir dari hadapannya. Dengan angkuh, ia bertanya pada Sharmila.

"Kamu!" hardik Sisi sambil menunjuk Gheisha.

"Apa? Tidak bisa jawab, kan," cibir Gheisha.

"Sisi keluar kota karena pekerjaannya sebagai sekretaris. Kalau kamu … hanya seorang pegawai supermarket, tapi pulang pagi. Memangnya kamu pikir Mama tidak tahu, iya? Supermarket tempat kamu bekerja itu tutup jam sepuluh malam." Sharmila semakin emosi mendengar Gheisha mengatakan Sisi nakal.

Hah, benar, seperti apa pun aku menjelaskan, bagi Mama sama saja. Dalam pandangannya, hanya ada Sisi. Jangankan aku, Johan pun tidak pernah dianggap olehnya.

Gheisha menyerah, ia tidak mau membahasnya lebih jauh. Ia pergi sambil menarik tangan Johan. Jika mereka tidak pergi, pertengkaran itu tidak akan berhenti.

"Ke mana kamu? Sudah tidak bisa membela diri, jadi hanya bisa pergi," sindir Sisi.

"Ter-se-rah!" teriak Gheisha. Ia menyuruh Johan kembali ke kamarnya, sedangkan Gheisha masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu. Ia melemparkan tubuhnya ke tengah tempat tidur. "Hah, lelah sekali. 

***

"Kapan sebenarnya, kita bisa menguasai harta warisan Om Ikmal?" 

"Jangan keras-keras! Johan tidak pernah mendukung rencana kita untuk menguasai harta warisan ayahnya. Akan buruk, jika sampai Johan sampai mendengarnya," ucap Sharmila sedikit berbisik.

"Aku udah gak tahan, Mah. Tinggal dengan anak itu bisa membuat aku cepat tua. Mama lihat! Kerutan di wajahku semakin terlihat. Padahal aku baru berusia dua puluh empat tahun,"  rajuk Sisi. Ia menggelayut manja di tangan ibunya.

"Sudah, sudah, jangan takut. Besok, kita pergi spa," bujuk Sharmila.

"Asyik, terima kasih, Mah. Mama memang terbaik," rayu Sisi.

"Sudah sana, lanjutkan berendamnya. Mama masih mau tidur," ucap Sharmila. 

Sisi kembali ke kamarnya, melanjutkan berendam dengan air hangat dicampur essens mawar dan susu. Ia tersenyum karena selalu mendapat dukungan dari ibunya. Sisi sangat membenci Gheisha karena dia selalu lebih baik dari pada dirinya.

Gheisha lebih cantik, lebih banyak disukai pria bahkan tanpa menggoda. Lain dengan dirinya yang harus mati-matian mengejar laki-laki yang disukainya. Namun, laki-laki itu kini sudah bertunangan dengan orang lain. Gery, Sisi menyukainya, tapi Gery lebih dekat dengan Gheisha.

Sisi pernah mencoba menghancurkan Gheisha dengan memberinya obat perangsang. Ia juga mengurung Gheisha bersama beberapa orang preman. Namun, rencananya gagal. Justru dirinya yang menjadi bulan-bulanan para preman yang marah karena dihajar oleh Gheisha.

Next chapter