webnovel

Pemotretan terakhir (2)

Prokk! Prokk!

Aryk tersadar dari lamunannya karena fotographer memanggilnya.

"Bang Sammy! Jangan melamun, dong. Dari tadi dipanggil, diam saja," goda asisten fotographer.

"Maaf. Kita bisa mulai sekarang," ucapnya. Gara-gara terlalu terpana melihat kekasihnya, ia sampai lupa dengan pemotretannya. Untuk pertama kalinya, otak Aryk berpikiran liar terhadap Gheisha. 

"Oke, sudah siap?" tanya fotographer.

"Siap," jawab mereka bersamaan.

"Mbak Gheisha, taruh satu tangan di pundak Bang Sammy. Tangan satunya di dadanya Bang Sammy." Fotographer itu mulai memberikan pengarahan kepada Gheisha.

Dengan baju tidur yang memiliki belahan dada rendah, Gheisha menjadi berdebar-debar tak karuan. Memikirkan dadanya bisa diekspos oleh kedua mata nakal Sammy. Namun, ia harus bertahan. Kamu pasti bisa, Ghe! Ia menyemangati dirinya sendiri di dalam hati.

"Bang Sammy, peluk pinggang Mbak Gheisha. Mulutnya menggigit tali gaun tidur Mbak Gheisha."

"Hah? A-Apa?" 

Kalau Sammy menggigit tali gaunnya, berarti wajah pria itu berdekatan dengan leher Gheisha. Gadis itu tergagap mendengar arahan dari fotographer. Dengan posisi mereka sekarang yang berpelukan saja, gadis itu sudah gemetar.

"Kenapa? Mau mundur?' tanya Aryk dengan berbisik.

"Kalian …. Sejak awal, kalian sudah tahu konsep pemotretannya. Kenapa kalian menjebakku seperti ini?" tanya Gheisha dengan suara bergetar menahan tangis.

Sebenarnya hati Aryk tidak tega melihat gadis itu bersedih, tapi ia tidak bisa mencari pengganti Gheisha. Hari ini sesi pemotretan terkhir. Dua hari lagi, majalah edisi terbarunya harus terbit. Mereka dikejar deadline. Mau tidak mau, pemotretan harus selesai hari ini.

"Mbak Gheisha, sudah siap?" tanya asisten yang membantu mengatur pose mereka berdua. Ia menuntun tangan Gheisha untuk menaruh satu tangan di pundak dan satu di dada Aryk.

Pakaian yang dikenakan Aryk adalah kemeja putih yang tidak dikancingkan. Otot dada dan perut pria itu begitu kekar. Gheisha menempelkan tangannya di dada polos milik Aryk dengan perasaan canggung.

Gheisha semakin gugup saat tangan Aryk mulai merngkul pinggangnya. Pria itu mendekatkan wajahnya ke leher jenjang sang model amatir yang dipaksa berpose menggoda. Aryk menggigit tali simpul kupu-kupu di bahu Gheisha.

Jantung Gheisha seolah berhenti berdetak, napasnya seakan-akan tercekat di tenggorokan. Kedua matanya membelalak lebar. Ekspresi gugup itu segera dipotret oleh fotographer.

"Kalian benar-benar bisa mencari gadis yang sangat polos. Ekspresi polosnya sangat alami. Aku yakin itu bukan akting, tapi nyata." Fotographer itu mengambil gambar sambil bicara kepada Icha yang berdiri di sampingnya.

"Terima kasih, Bang Jay. Dia memang gadis yang sangat polos. Aku sedikit merasa bersalah saat tahu konsep pemotretannya tentang pengantin baru." Icha menghela napas berat. Setelah pemotretan selesai, Gheisha pasti akan memarahi mereka karena telah menipunya.

"Oke, sip! Sekarang pose ciuman di tempat tidur. Bang Sammy pasti bisa, tanpa harus saya arahkan," ucap fotographer.

"Aku tidak mau!" teriak Gheisha. "Kenapa malah semakin intim? Sebenarnya seberapa vulgar konsep pemotretan kalian, hah? Aku tidak mau lagi!" bentaknya dengan mata berkaca-kaca. Ia terisak pelan, bahunya turun naik.

"Em, itu … memangnya, Mbak Gheisha, tidak diberitahu?" tanya asisten fotographer. 

Mereka semua terdiam saat Gheisha berteriak. Untungnya, ruangan kamar suite itu kedap suara. Jika tidak, suara teriakan Gheisha pasti terdengar sampai ujung lorong lantai lima itu.

Aryk terpaksa mengancam Gheisha. Ia menghampiri Gheisha dan membisikkan sesuatu yang membuat gadis itu terdiam. Kedua tangannya mengepal kuat.

Gheisha pergi ke bagian tata rias untuk meminta mereka merapikan make up-nya. Icha terheran-heran. Gheisha yang tadi berteriak penuh emosi, tiba-tiba terdiam seperti orang ketakutan. Merasa penasaran, Icha menghampiri Aryk dan bertanya dengan suara pelan.

"Hei! Apa yang kamu bisikkan pada Gheisha? Kenapa dia berubah pikiran secepat itu?"

"Melanjutkan pemotretan atau aku akan menidurinya di depan mereka semua. Dia gadis polos dan satu-satunya yang ditakuti gadis polos, ya seperti itu. Aku akan meminta maaf padanya setelah pemotretan selesai nanti," ujar Aryk sambil mengembuskan napas dengan kuat. Ia terpaksa membuat kekasihnya itu ketakutan. Namun, ia tidak akan benar-benar melakukan hal itu tentunya.

"Sebaiknya begitu," ucap Icha. Ia kembali berdiri di samping Bang Jay.

Gheisha sudah berbaring di tempat tidur yang dipenuhi dengan kelopak bunga. Jantungnya seakan-akan hendak meledak saja. Gugup dan marah, membuat dadanya bergemuruh seperti ombak yang mengamuk menghantam batu karang.

'Lihat saja nanti! Aku akan membuat perhitungan denganmu ketika pemotretannya berakhir.' Gheisha menatap tajam ke arah Aryk yang sudah berpose setengah berbaring.

Kedua lutut Aryk dijadikan tumpuan. Ia berpose seperti sedang merangkak diatas tubuh Gheisha. Tangan kanan pria itu menggenggam tangan kiri kekasihnya. Sementara tangan kirinya menangkup dagu gadis itu dan mendongakkan wajahnya. Ia mendekatkan bibirnya ke bibir Gheisha.

Jarak diantara mereka sangat tipis. Jantung Aryk berpacu dengan cepat. Hasratnya naik drastis dengan posisi mereka seperti itu. Bibir mereka berdekatan, tapi tidak bersentuhan. 

Mereka saling menatap dengan jantung sama-sama berdetak cepat. Bang Jay selesai mengambil gambar mereka, tapi mereka masih di posisi itu untuk waktu beberapa saat. Icha memanggil Gheisha untuk sesi pemotretan terakhir.

"Apa aku harus telanjang kali ini?" tanya Gheisha dengan sinis.

"Em, tidak. Kau harus memakai handuk putih itu!" tunjuk Icha ke dinding toilet. 

Di gantungan yang menempel di dinding, ada handuk putih biasa. Itu bahkan bukan handuk kimono, tapi handuk persegi panjang. Gheisha menghela napas panjang. Ia menutup pintu toilet dan mengganti gaun tidurnya dengan handuk itu.

Aryk memakai handuk kimono. Pose mereka, Aryk memeluk Gheisha dari belakang. Gadis itu memeluk tangan yang melingkar di perutnya. 

"Bang Sammy! Kecup pundak Mbak Gheisha."

Deg!

Jantungnya seolah melompat keluar saat Aryk mengecup lembut pundaknya. Tubuh Gheisha gemetar merasakan gelenyar aneh saat bibir lembut itu menempel di pundaknya yang terbuka bebas.

'Astaga, Ghe! Sadar! Kenapa harus bereaksi seperti ini?' Gheisha merutuk kesal dalam hati. Saat Bang Jay mengatakan pemotretan selesai, Gheisha segera mendorong Aryk menggunakan punggungnya. Ia berlari ke dalam toilet, memakai baju dan celananya lalu keluar dari kamar itu.

"Ghe! Tunggu!" seru Aryk. Namun, gadis itu terus berlari keluar. Ia terlalu malu untuk berlama-lama di sana.

Gheisha segera pergi menggunakan taksi. Ia pergi ke minimarket untuk bekerja. Gadis itu menangis pelan di dalam taksi. Seandainya ia tahu akan melakukan pekerjaan seperti itu, ia tidak akan menerimanya sejak awal.

Nasi sudah menjadi bubur, ia sudah terlanjur melakukannya. Entah apa yang akan dipikirkan orang-orang tentang dirinya nanti. Memikirkan hal itu, membuat tangisnya semakin keras.

Sopir taksi itu menyodorkan tisu kepada Gheisha. Melihat seorang gadis menangis keluar dari hotel, sopir taksi itu merasa iba pada gadis itu. Ia pikir, Gheisha dijual seseorang untuk menemani om-om.

====BERSAMBUNG====  

Aryk bikin masalah aja nih, hehe.

Hi akak2 reader termuach, Ghe-Ghe telat hari ini. semoga tetap bisa menghibur*>*

Sekar_Laveina_6611creators' thoughts
Next chapter