webnovel

Mulai tersentuh

"Ghe! Kamu kenapa?" tanya Yani.

"Yan … hiks~" Gadis itu menangis dalam pelukan sahabatnya. 

Yani menepuk-nepuk punggung Gheisha. Membiarkannya menangis sampai puas. Dengan sabar, Yani menunggu Gheisha bicara.

Masalah yang dihadapi gadis itu pasti sangat berat. Yani tidak pernah melihatnya menangis seperti sekarang. Sebelumnya, gadis itu selalu tegar, meski setiap hari bertengkar dengan Sisi dan Sharmila.

Setelah tangis Gheisha reda, Yani memberikan sebotol air mineral dan mengajaknya bicara. Kebetulan minimarket sedang tidak ada pengunjung. Mereka duduk di belakang meja kasir.

"Cerita sama aku, Ghe. Ada apa?"

"Mama mengusirku dari rumah karena artikel di majalah," ucap Gheisha.

"Bagus, dong, Ghe. Kamu bisa pergi dari rumah itu. Bukannya sejak dulu kamu memang ingin pergi?" 

"Awalnya aku memang ingin pergi dari rumah itu dan membeli rumah di tempat lain untukku sendiri. Tapi, Yan. Beberapa bulan lalu saat aku bertanya ke agen real estate. Aku menemukan rumah Papa ada di dalam daftar rumah yang akan dijual.

"Aku tidak rela kalau rumah itu dijual ke orang lain. Rumah itu memiliki banyak kenangan untukku, Yan. Aku sudah memberikan semua uang tabunganku untuk rumah itu. Aku harus bertahan sebentar lagi, hanya kurang lima puluh juta lagi, Yan. Aku harus mendapatkan rumah papaku kembali."

"Lho, bukannya uang kamu dipinjamkan ke Gery, ya?" tanya Yani. Ia ingat, beberapa minggu yang lalu, uang Gheisha dipinjamkan ke Gery untuk biaya operasi Nanda.

"Uang itu, seharusnya untuk melunasi sisa pembayarannya. Tapi, karena Kak Nanda harus segera dioperasi, jadi aku pinjamkan pada Gery. Aku menjual semua perhiasan hadiah ulang tahunku untuk menambah uang pembayaran rumah itu." 

Yani menghela napas panjang. Berat sekali perjuangan sahabatnya itu, hanya untuk terlepas dari ibu tiri dan adik tirinya. Yani kembali memeluk Gheisha.

"Sabar, ya, Ghe. Aku yakin, Tuhan sudah menyiapkan kehidupan yang indah dan bahagia untukmu di masa depan."

"Terima kasih, Yan." Gheisha merasa lebih tenang setelah bercerita kepada Yani. Ia ingat dengan majalah Self yang tadi dilihatnya. "Sebentar!" 

Gheisha bangun dan pergi ke rak buku dan majalah. Ia mengambil majalah Self yang masih terbungkus plastik, membayarnya di mesin kasir lalu membuka majalah itu. Ia memperlihatkan foto dirinya dan Sammy.

"Lihat! Model idolamu yang katanya idaman para gadis itu! Dia model majalah dewasa. Kamu tahu seperti apa judul artikelnya?" tanya Gheisha pada Yani. Ia ingin tahu, apakah Yani sudah membacanya atau belum.

"Ini …. Ini 'kan cuma foto, Ghe. Kenapa kamu harus marah?" tanya Yani berpura-pura tidak tahu. Ia tentu tahu alasan Gheisha marah. Sahabatnya itu belum pernah bersentuhan dengan laki-laki, kecuali saat kemarin Aryk menciumnya tanpa izin.

"Itu memang cuma foto, tapi judulnya … ah, gak tahu, ah." Gheisha merajuk kesal. 

Yani tersenyum melihat gadis itu masuk ke dalam gudang sambil cemberut. Setidaknya, gadis itu sudah tidak menangis lagi seperti tadi. Sementara waktu, masalah teratasi.

Jam istirahat, Sammy, dan Icha datang ke minimarket untuk mencari Gheisha. Icha menunjuk ke arah gudang. Sejak tadi, Gheisha merapikan barang-barang di gudang.

"Ghe! Tidak pergi makan siang?" tanya Sammy sambil melangkah ke dalam gudang.

Gheisha yang sedang kesal sejak pagi, semakin marah saat melihat Sammy datang. Gadis itu berlari menghampiri Sammy dan mencekik lehernya. Icha terkejut saat masuk ke gudang dan melihat Sammy dicekik oleh Gheisha.

"Akh! Ghe! Lepaskan Sammy!" Icha mendekat ke arah mereka, tapi Sammy memberi isyarat agar Icha keluar.

"Kitah bisa bicarakan baik-baik … hh." Sammy berkata dengan susah payah. Pria itu tahu, Gheisha tidak akan benar-benar mencekiknya sampai mati. Karena itulah, ia meminta Icha meninggalkan mereka.

Di depan mesin kasir, Icha mondar-mandir dengan cemas. Bagaimana kalau Gheisha membunuh Aryk? Ia benar-benar tidak bisa membayangkan.

"Mbak Icha, duduk saja dulu." Yani memersilakan Icha duduk di belakang meja kasir di samping Yani. "Gheisha hanya kesal karena judul artikelnya saja, Mbak Icha. Dia tidak akan membunuh orang, percayalah!" Yani menenangkan Icha yang terlihat sangat khawatir kepada Sammy.

"Akuh mintah maafh," ucap Sammy. Gheisha masih belum melepaskan tangannya, meski tidak mengencangkan cekikannya. Namun, Sammy tetap kesulitan untuk bicara.

"Egh!" Gheisha melepaskan cekikannya. "Kalian membohongiku. Kenapa kalian tidak bilang saat menawarkan pekerjaan itu padaku? Egh!" Gheisha mengepalkan tangannya di depan wajah Sammy sambil menahan emosi.

"Aku tahu, aku salah. Karena itu aku kemari untuk meminta maaf, sekaligus memberikan uang gajimu," ucap Sammy. Ia mengeluarkan cek senilai dua puluh juta. 

Gheisha mengambil cek itu dan melihat nominalnya. Bayarannya dua kali lipat dari perjanjian awal mereka. Seharusnya, Gheisha menerima gaji sepuluh juta rupiah. Namun, yang Sammy berikan justru dua kali lipat.

"Kenapa dua puluh juta?" tanya Gheisha.

"Em, anggap saja sebagai kompensasi karena aku sudah menipu kamu," jawab Sammy.

"Jadi, maksudmu … dengan uang sepuluh juta ini, kamu mau menyogok permintaan maaf dariku?" Gheisha berkacak pinggang dengan tatapan tajam. 

"Tentu saja bukan. Jangan berpikir seperti itu," ucap Sammy sambil menggaruk hidungnya yang tidak gatal. Ia memiliki kebiasaan menggaruk batang hidungnya saat merasa bersalah.

"Terserahlah. Aku harap, ini pertama dan terakhir kalinya kau memintaku menjadi pasanganmu. Di lain waktu, jangan lagi mencariku. Pergi sana!" Gheisha mendorong Sammy keluar dari gudang. Ia menutup pintu gudang dan menguncinya dari dalam.

***

Aryk datang ke klub malam lebih awal dari biasanya. Ia sedang tidak ada jadwal pemotretan. Jadi, ia ingin bertemu Gheisha sebelum gadis itu naik ke panggung. 

"Dandelion belum datang, ya?" tanya Aryk kepada Hendry, bartender yang mulai akrab dengannya. 

Hendry sudah berteman selama lima tahun dengan Gheisha, tapi ia tidak pernah mengungkit siapa dia sebenarnya. Baginya, kehidupan pribadi seseorang tidak bisa dicampuri. Ia hanya berteman dengan DJ bertopeng bernama Dandelion. 

"Belum, Mas. Tumben malam ini lebih awal datangnya?" tanya Hendry. Ia menyiapkan segelas brandy yang biasa dipesan Aryk.

Gheisha datang setelah tiga puluh menit Aryk duduk di depan meja bar. 

"Selamat malam, pacarku," sapa Aryk.

"Selamat malam," sahut Gheisha dengan lesu.

"Udah resmi jadian, nih, Mas Aryk?" tanya Hendry sambil melirik ke arah Gheisha.

"Iyup. Dia, pacarku sejak kemarin," jawab Aryk sambil menarik tangan Gheisha. Ia menggenggam tangan kekasihnya lalu mengecup punggung tangan gadis itu. 

Deg!

Jantungnya seolah berhenti saking terkejutnya ia dengan kecupan itu. Wajah Gheisha bersemu merah. Meskipun, ia berpacaran dengan Aryk karena taruhan. Namun, sikap lembut pria itu membuatnya tersentuh.

"Selamat, ya. Akhirnya … DJ Dandelion yang dingin ini memiliki kekasih," goda Hendry.

"Apaan sih," rajuk Gheisha. Ia semakin malu karena digoda oleh Hendry. Entah mengapa, ia bersikap seperti itu. Apakah karena hatinya telah menerima kehadiran pria yang tengah menggenggam tangannya? Ia masih belum bisa menjawab pertanyaan itu. 

"Sepulang kerja nanti, temani aku jalan-jalan sebentar, ya?" tanya Aryk. Lebih tepatnya, sebuah permintaan bukan pertanyaan. Ia meminta waktu sebentar dari kekasihnya untuk bicara. 

Aryk tidak bisa menemui Gheisha di rumah gadis itu karena belum mendapat izin untuk datang ke rumah. Walaupun, ia sudah tahu rumah Gheisha, ia tetap berpura-pura tidak tahu. Ia ingin, gadis itu sendiri yang memberitahunya.

====BERSAMBUNG====

Ghe-Ghe mulai ada rasa nih, hehe.

kira2 Aryk bakal jujur gak ya? penasaran? jangan lupa kasih dukungannya*_*

Sekar_Laveina_6611creators' thoughts
Next chapter