webnovel

Membuatnya Hamil

Suara decitan rem terdengar menyakitkan di telinga, mobil Bram berhenti tidak jauh dari mobil Prast. Bram langsung merasa lega ketika melihat mobil Prast masih utuh disana, dia lalu berjalan menuju anak buahnya dan mengatakan beberapa instruksi secara cepat.

Setelah selesai dengan urusan para pemburu Bram berjalan cepat menuju mobil Prast.

Lilian ingin berlari keluar tapi rasanya energi ditubuhnya seperti habis terkuras. Ketika akhirnya Bram mengetuk kaca jendela mobil itu, Lilian segera membuka pintu mobil.

Dua pasang mata bertemu, tak ada kata tapi banyak yang bisa dibaca melalui mata didepannya, banyak keluhan disana. "Maaf, aku terlambat" Akhirnya Bram hanya bisa mengatakan itu sambil merendahkan badannya untuk memeluk wanita didepannya. Jantungnya akhirnya berdetak normal, dadanya yang terasa nyeri sepanjang jalan mengejarnya akhirnya perlahan hilang. Bagaimana dunia tanpanya? Itu hal yang tak ingin dia bayangkan. Itu mengerikan, menyakitkan. Air mata Lilian mengalir deras, mengalirkan semua keluhannya. Bram menepuk-nepuk punggungnya, menenangkan kekasihnya.

Bram melihat ke arah Prast lalu bertanya "Apakah kau baik-baik saja?". "Ya" Prast menjawab singkat. Bram mengangguk lega "Pindahlah kemobilku, semua yang ada disini akan dibereskan anak-anak itu nanti" Perintah Bram.

Bram mengambil alih bayi mungil itu dari Lilian . "Apakah ada yang terluka" tanya Bram. Lilian dengan cepat menggelengkan kepalanya.

"Syukurlah" kata Bram lembut sambil mengelus rambut Lilian.

"Apakah bisa berjalan?" tanya Bram lagi. Lilian hanya mengangguk.

"Baiklah Kamu bawa perlengkapannya" ujarnya lembut. Bayi kecil itu hanya bergerak sebentar lalu tertidur dengan nyaman, seolah-olah dia juga tahu penyelamatnya ada disisinya.

Aryumi telah keluar dari mobil dengan gerakan kilat. Prast dengan sigap keluar dari mobil dan berjalan kesisi lain mobil untuk membantu Nadine. Nadine tetap tanpa suara, tangannya yang berada dalam genggaman Prast terasa dingin membeku, wajahnya pucat seperti darah tak mengalir disana.

Prast memeluk Nadine sambil berbisik "semuanya sudah lewat, semua baik-baik saja sekarang" suaranya serendah mungkin berusaha menenangkan wanitanya. Nadine hanya mengeluarkan suara "um" sebagai tanggapan. Ketika Prast hendak menggendongnya akhirnya Nadine bersuara "Aku masih bisa berjalan" suaranya terdengar lemah.

Ketiga wanita itu duduk dibelakang, Aryumi menyandarkan kepalanya dipundak Lilian. "Kakak-kakak, aku sangat lapar" keluhnya tiba-tiba. Ada empat pasang mata yang secara serentak mengarah padanya. "Hei...hei..hei, aku akan cepat lapar jika aku ketakutan, histeris, sedih, tertekan, ada banyak lagi. dan malam ini aku merasakan semuanya. Laparku semakin berlipat!" Jelasnya dengan panjang.

Prast langsung menekan beberapa nomor ditelponnya lalu bertanya "Makan apa?".

"Seafood pedas, Nanad juga suka" jawab Aryumi, tak lupa membawa Nadine sebagai tameng.

Nadine yang disebut namanya tetap memejamkan mata, tidak bernafsu untuk ikut campur.

Ketika tiba di villa, tampak beberapa pria yang berpakaian hitam berdiri mulai dari gerbang masuk hingga didepan pintu Villa, seperti berjaga-jaga.

Villa ini cukup besar ada tiga lantai, ada dua puluh kamar tidur. Semua kamar tidur terletak dilantai dua sedangkan lantai tiga khusus untuk hiburan, seperti ruang karaoke, theater mini, ruang olah raga. Seperti hotel kecil.

Semua para wanita menempati kamar terpisah tapi tetap berdekatan.

"Mandilah, aku akan menjaganya" kata Bram setelah mereka masuk kekamar. Lilian menatap Bram yang sedang meletakkan bayi itu diatas tempat tidur, lama menatap lalu berkata " kali ini dia agak keterlaluan, tapi jangan membalasnya terlalu keras " Bram tahu siapa yang dimaksud dengan "dia" dia dengan cepat tidak setuju dengan kata-kata Lilian.

"Ini tidak cocok dengan kata "agak" ini sudah sangat keterlaluan" Bram berhenti sejenak sambil melihat wajah wanita didepannya "sampai kapan dia harus ditolerir, sampai kapan dia harus dimaafkan?" sambungnya sedikit tidak sabar.

Lilian terpana melihat wajah Bram, pria ini tidak pernah terlihat seperti ini. Ketika Bella menjebaknya, ketika Bella membunuh bayi yang masih didalam perutnya untuk menghilangkan bukti, Bram tidak seperti ini marahnya.

Melihat Lilian terdiam terpaku didepannya, Bram merasa bersalah, "Jika dia ingin mencelakai aku, aku bisa sedikit bersabar lagi tapi ini kamu" Bram berhenti "Aku tidak bisa memikirkan Jika sesuatu yang buruk terjadi" lanjut Bram sambil menarik Lilian dalam pelukannya. Pelukan itu terasa erat dan ingin berlama-lama.

Ketika Bram melepaskan pelukannya, Lilian memberi kecupan ringan di bibir Bram untuk meredakan amarahnya. Melihat itu hanya kecupan ringan Bram merasa tidak puas, dia langsung memegang wajah lilian dan memberi ciuman yang ganas. Mengisap manis bibirnya, dan lidahnya menyerang kedalam. Seperti melepaskan kerinduan yang berabad-abad.

Bram melepaskan bibir Lilian ketika dia merasa wanita dalam pelukannya seperti susah bernapas.

"Ayo kita menikah" kata Bram tiba-tiba.

"Bagaimana dengan Bella?" tanya Lilian.

"Besok aku akan mengajukan surat perceraian kami" jawab Bram " Hugo akan mengurusnya, dia juga telah memegang beberapa bukti-bukti" kata Bram lagi mencoba meyakinkan Lilian.

"Kita akan bicarakan setelah itu selesai, oke?" bujuk Lilian. Pria ini adalah satu-satunya yang ingin dia nikahi. Tapi jika mereka menikah sekarang ini bisa jadi bumerang buat Bram, Bella dapat memutarbalikan fakta, mengatakan Bram yang berselingkuh dibelakangnya. Ini akan membuat Bella menggenggam Bram lebih lama lagi.

"Baiklah" Bram berusaha berkompromi. Dia tahu apa yang ada dipikiran Lilian, jika dia tidak bisa memintanya dengan kata-kata, masih ada cara lain yang efektif.

"Membuatnya hamil"

Walau dia akan menghadapi kemarahan Mono, itu masih bisa ditanggung daripada selalu memikirkan keselamatannya jika dia tidak ada disisinya. Semuanya sepadan.