webnovel

1. Karena Nenek Tidak Ingat

Setiap akhir tahun, sekolahku libur. Di saat itu, Aku, Ayah, dan Ibu akan naik ke mobil dan berkunjung ke rumah Nenek Ida merupakan Wanita tua yang dahulu mengurus ayahku di desa. Nenek Ida mempunyai ladang. Aku suka sekali berlibur ke desa Nek Ida.

Setiap pertengahan tahun, sekolahku juga libur. Namun di saat itu, giliran Nek Ida yang berkunjung ke rumahku. Begitulah cara keluarga ku mengatur liburan. Agar tidak bosan, kadang kami juga liburan di kota, kadang di desa pertanian. Akan tetapi, di tahun ini, Nenek Ida membuat kesalahan.

"Aku yakin, saat ini, giliranku untuk liburan ke kota," gumam Nek Ida yang mulai pelupa.

Pelan-pelan, ia lalu mengemasi baju-bajunya dan memasukkannya ke dalam Tas tangan. Pada saat yang sama, ibu juga sedang mengemasi tas. Ibu tampak tidak bersemangat. Sambil menutup tasnya, ibu berkata,

"Ibu sebetulnya ingin sekali bisa liburan ke pantai. Sekaliii saja supaya tidak sama dengan tahun-tahun sebelumnya."

Aku pun langsung berseru setuju.

"Aku juga ingin ke pantai, Bu! Jangan ke rumah Nek Ida terus atau cuma berkeliling kota ini. Bosan. Kalau liburan ke laut, kita kan bisa berenang dan menggali pasir. Yah, Ayah, tahun ini kita liburan ke pantai, saja ya?" seru Aku bersemangat.

"Tentu saja tidak bisa, sayang," kata ayah.

"Akhir tahun ini, kita akan mengunjungi Nenek seperti biasa. Jangan sampai Nenek kecewa dan bertanya-tanya kalau kita tidak datang. Tahun depan saja kalau mau ke pantai. Supaya Nenek juga sudah diberitahu jauh-jauh hari."

Aku pun menjadi lesu dan dengan berat hati ini, aku tidak mau berbicara kepada Ayahku. Aku pun langsung masuk ke kamar dengan menutup pintu kamar dengan keras dan mengunci Pintu kamarku.

" Nak Ayoo ikut..." teriak Ayah.

" Nek Ida pasti sedih kalau Kita tidak datang ke pertaniannya. Jika kita datang hal itu membuat nenek yang baik hati itu jadi sedih." Kata Ayah

Namun, kata-kata Ayah ada benarnya.

"Tapi aku hanya ingin bermain Air di pinggir Pantai Ayahhh…" kata Aku sambil merajuk dan menangis.

Tetapi aku tetap Keras kepala kepada keputusan Ayah " Aku tidak mau ikut " kata Aku

" Sudah..Sudah, kalau begitu kita pergi dulu ke Rumah Nek Ida dahulu, kalau masih ada waktu kita akan ke Pantai dan kita akan bermain Pasir dan Air Laut di pinggir Pantai " Kata Ibu

Aku pun membuka pintu dengan perlahan-lahan.

" Benarkah Ibu?? setelah dari rumah Nek Ida kita akan pergi ke Pantai" Tanya Aku sambil Air berlinang.

"Ibu tidak akan berbohong kan? kalau kata Ibu berbohong berarti berdosa" Kata aku sambil Air Berlinang.

" Ibu berjanji Nak, Mana mungkin Ibu berbohong, jika Ibu berbohong itu sama saja Berbohong dengan Tuhan. Kalau Ibu berbohong buat apa Ibu harus berdoa"

Kata Ibu

Aku terdiam dengan kata-kata Ibu. Setelah Aku medengarkan Ibu, Air mata yang berlenang di Pipiku berhenti. Aku pun menjadi bersemangat setelah Ibu berkata dan Aku langsung mengemasi barang-barangku untuk pergi.

Keesokan harinya, cuaca yang sangat cerah. Aku tetap setengah Hati kepada ayahku dan tidak mau untuk naik ke mobil, Ayah pun datang kepadaku

" Nak ada apa denganmu, sehingga Air mata di pipimu itu mengalir kembali? " Tanya Ayah

" Maafin Ayah ya Nak. Ayah mungkin terlalu tegas padamu, Kali ini kita Akan pergi menuju Rumah Nek Ida dahulu, kalau masih ada waktu pergi ke Pantai yaa, kita akan bermain Air Laut di Pesisir Pantai Bersama-sama Ibu, Ayah, dan Nek Ida"

" Baik Ayah kalau begitu, Ayo kita Pergi" Kata Aku sambil Wajah tersenyum menuju Kendaraan mobil Ayah yang sudah diparkirkan di depan rumah. " Kata aku

Setelah mendengar Kata-kata Ayah, Aku pun menjadi bersemangat dan langsung membawa barang dan segera menuju mobil. Aku, Ayah, dan Ibu pun naik ke mobil. Tak lama kemudian, kami sudah ada dalam perjalanan menuju peternakan Nek Ida. Di sepanjang jalan yang agak macet dan panas, Aku masih berharap andai kami bisa langsung berlibur ke Pantai. Karena ayah ku mulai kehausan, ia menepikan mobil di dekat kafe pinggir jalan.

Kami bertiga turun dari mobil.

Tiba-tiba, wajah ibu tampak kaget, gembira dan dengan bersemangat menunjuk ke parkiran.

"Lihat! Mobil itu mirip mobil Nenek!"

Aku dan ayah menengok. Kami bertiga lalu melangkah pelan mendekati mobil itu. Astaga, itu memang mobil Nek Ida. Nenek bersandar di pintu mobil dan sedang menyeruput jus markisa.

Seketika itu juga, Aku berlari dan memeluk nenek. Ayah dan Ibu juga memeluk Nenek dan bertanya heran.

"Ibu mau ke mana?" tanya Ayah.

"Tentu saja mau ke rumah kalian!" kata Nek Ida heran.

Namun ia lalu menyadari kesalahannya. "Astaga, harusnya, ini giliran kalian berlibur di pertanian, ya?" serunya.

Ibu tersenyum cerah.

"Tidak apa, Bu! Sekarang, kita buat rencana baru saja. Bagaimana kalau tahun ini kita bikin perubahan. Ibu mau kalau kita berlibur ke Pantai?" tanya ibuku penuh harap.

Wah, tak disangka, wajah Nek Ida berubah sangat ceria.

"Tentu saja Nenek mau! Nenek mau bermain air laut!" kata Nek Ida penuh semangat.

"Yeeeeeey… Nanti aku temani Nenek main air! " teriak Aku tak kalah girang.

Aku, Ayah dan Ibu tertawa geli melihat Nenek yang bersemangat. Kini, ayahku sibuk melihat peta jalannya.

"Hmmm! Sekarang ini, kita hanya berjarak Pantai sembilan mil dari Pantai. Jadi, ayo kita ke sana sekarang!" ajak ayah ku.

Di mobil, Nek Ida tertawa dan berkata, "Liburan kita mungkin sudah mulai membosankan dan tercampur aduk. Makanya Nenek sampai lupa harus tetap di pertanian atau mengunjungi kalian! Syukurlah, Nenek membuat sedikit kesalahan!"

"Semua orang pernah berbuat kesalahan, Nek. Tapi, kesalahan Nenek ini sungguh menyenangkan!" kata Aku.

Mereka semua tertawa lagi. Dan ketika udara Pantai yang asin mulai tercium, hati kami semakin gembira.

Sesampainya Aku, Ayah, Ibu, dan Nenek di Pantai, Aku langsung mengganti pakaian untuk Bersiap-siap untuk bermain air di pinggir Pantai. Sedangkan Ibu, Ayah, dan Nenek langsung menghampiri tempat yang sudah disediakan untuk duduk. Nenek dan Ibu sangat menikmati suasana di Pantai tersebut, Daun pohon kelapa nyiur di tepi Pantai Melambai-lambai seakan-akan memanggil Ibu dan Nenek. Setelah itu Ayah membeli pedagang Kaki lima yang sedang menjual sebuah Es kelapa yang tampak seperti segar.

Aku, Ayah, Ibu, dan Nenek Merasa Bahagia Bersama-sama sambil menikmati ombak tersebut seakan-akan ada suara yang mengajak berbicara kepada kami. Dalam Keluarga Pentingnya untuk saling menjaga komunikasi dan juga Hubungan yang baik.

jadi, di sebuah keluarga apapun itu Pentingnya kita untuk menjaga komunikasi satu sama lain, baik jaraknya yang jauh, maupun yang dekat.

dan pentingnya juga untuk menjaga hubungan antara keluarga 1 dengan yang lainnya .

Noviii_080creators' thoughts