webnovel

Satu Suku Beda Istilah

Ramadhan kembali tiba, ini tahun ke 5 Nuris berpuasa ada di pondok, Nuris menikmati semua kegiatan yang diadakan di pondok. Dan hari ini adalah Hari ke 8 Ramadhan telah terjalani, siang ini Nuris mengikuti bimbingan Tartil Qur'an di Gang A, Nuris pun segera berangkat ke Gang A. Sampai di Gang A Nuris segera mencari PeWe, Posisi Wenak hehehehehe. Ya jangan sampai nanti dia kena panggil jadi example lagi, karena hari ini huruf yang akan di bahas adalah huruf hijaiyah ke 6 sampai 10, kalian yang hafal urutan huruf hijaiyah pasti tahu 5 huruf di urutan 6 – 10 ini, yap dari Ha' sampai ra' . bukan takut gak bisa baca dan gak hapal, taukan ya hawa orang puasa itu pengennya apa? Apa lagi pas tengah hari kerongkongan kering cuuuy, duuuuh liat yang rada berair apa lagi pas bening bening begitu ingin ngeluarin iler gitu. Heheheh. Dan sang ustadz, almukarrom alustadz Roqib jatmiko, kini sudah tiba. Nuris segara bersembunyi di balik tiang. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh" salam sapa beliau membuat Nuris merinding, pasalnya netra beliau seakan sedang mencari sesuatu yang hilang di krumunan santri didepannya. "waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," santriwati yang shalehah pasti menjawab salam, karena mereka tahu mengucap salam sunnah, tapi menjawab itu wajib, nah santri shalehah itu salah satunya dalah Nuris. Hihihihihihi. Nuris merinding, sat tak sengaja Nuris melongokkan kepala untuk melihat ekspresi sang ustadz, tak sengaja mata Nuris bertatap dengan Netra sang ustadz jantung Nuris berdetak kencang bukan karena rasa Cinta, tapi karena takut kutahuan ustadz Raqib bahwa dia lagi gak mau jadi sample teman temannya, ya beberapa hari ini Nuris ikut bimbingan Alquran Nuris selalu di jadikan contoh oleh ustadz Raqib. "Baik anak anak mari kita mulai pelajaran hari ini, kita akan belajar Makhorijul huruf Ha', Ha' itu bersih, ringan, berada di bagian kerongkongan tengah," penjelasan beliau sudah membuat santriwati paham letak makhroj huruf Ha'. "baik ada yang bisa mencontohkan Ha'?" diam, sunyi, pak Raqib pun menunjuk seorang santriwati, Nuris semakin deg deg an, Nuris semakin mengerutkan tubuhnya di balik tiang. Pak Raqib kembali akan menunjuk seorang santri lagi, "Nuris, mana Nuris?" tubuh Nuris menegang mendengar Namanya di sebut, "Ris ayo maju Ris," pak Raqib seakan tahu tempat Nuris, "iiiish, Nuris yang mana ustad? Nuris gang B apa Nuris gsng C apa Nuris Gang J ustadz?" tentu saja ini hanya kalimat Nuris untuk mengeles ala bajay bajuri, pura pura gak ngeh, padahal di Absensi, nama Nuris hanya ada 1 yaitu dirinya seorang. Gak ada Nuris dari gang B dan gang C. Adanya Nuris dari gang J. "yang namanya Nuris Sya'ilah Al khalilah yang mana?" pak raqib meladeni kepura puraan Nuris dengan berpura pura tak mengenali nama panjangnya. "aaaaah, itu Nuris yang itu ijin ustadz, hari ini dia lagi halangan,jadi gak bisa datang" bantah Nuris masih pura pura be*o'. Membuat teman temannya tertawa. "sudah kalo begitu Nuris kamu saja" jawab pak Raqib, tersenyum sabar menghadapi kekonyolan adek temannya itu. Nuris maju dengan mulut manyun. Ayo Ris, tasrifkan harakat makhorijul huruf Ha'" perintah pak Raib. "Ha hi hu bah," Nuris memulai, "ulangi lagi " pak Raqib meminta, "ha hi hu bah" Nuris mengulang, "lanjutkan" perintah pak Raqib, "ha hi hu bah, huhan hani hah nah minal muh ini mahi han hani haaaaa" Nuris merapal tasrif huruf ha'. "ok silakan kmbali kepersembunyianmu" ledek pak Raqib di sambut tawa para santri. Nuris mendelik ke arah pak raqib.

"Lanjut ke Kho' ya? Kho' itu di tenggorokan bagian atas, pelafatannya seperti orang mendengkur" pak Raqib memberi contoh pelafadzan Kho'. Dan kembali memanggil Nuris, 'Sabar Ris, ini bulan suci, kudu banyak sabar,' Nuris mengibur diri sendiri dan maju ke depan lagi. "mulai Ris" perintah sang ustadz,yang berniat mengerjai Nuris beliau tahu Nuris sembunyi karena takut di suruh jadi contoh "Kho Khi Khu Bakh" Nuris memulai "ulangi lagi" , "kho khi Khu bakh" , "sekali lagi" , " Kho khi khu bakh" , "sekali lagi" Nuris mulai kerongkongannya kering karena harus mengeluarkan lafadz Kho yang harus terdengar dengan dengkurannya. "Kho khi khu bakh" semakin hilang dengkuran Nuris. "sekali lagi" ucapan pak raqib tak di gubris oleh Nuris, pak Raqib yang mendengarkan sambil memejamkan mata sekarang membuka netranya menatap ke Nuris, sedikit terkejut melihat wajah Nuris yang sudah mode seram pengen nyamplak pak Raqib, pak Raib tertawa melihat Nuris mau marah, "Aiiih Ris, sabar, ini Ramadhan lho. Kamu puasa kan?" goda pak Raqib. "nggak ustadz, batal puasa saya emosi sama jenengan. Lah taoh pasaan gik soro ngerrok, e sengguni tak pelkak gerungan ngara, kerreng yak lah (sudah tahu pusaan, masih saja di suruh ngorok, di kira gak haus kali ini tenggorokan, kering sudah sejarang tenggorokan aku)" Nuris ngomel ngomel. "hahahahahaha, kamu tu Ris, yah sudah duduk sana gak usah di manyunin bibirnya, biar gak kayak bebek" pak Raqib masih menggoda Nuris. Nuris pun kembali ke belakang tiang. Pak Raqib meminta santri lainnya. Dan Nuris yang sudah mode ngantuk sukses berlayar di belakang tiang tempat dia bersembunyi. Tak lama Nuris merasa ada yang mengosek kepala Nuris. "Apaan sih Rista?" Nuris mengira Rista menjahili dirinya, karena seingat Nuris, memang rista yang duduk di sebalahnya. Tapi ketika membuka matanya Nuris terbelalak melihat ustadz Raqib jongkok di sebelahnya. "Mimpi indah Ris?" goda pak Raqib. "Ampun ustadz, gak sengaja ketiduran ustadz." Nuris kembali memasang waja mode melas. "Ga' sengaja?" pak Raqib menatap Nuris tajam, membuat Nuris mengkerutkan tubuhnya, "ya Kalo kamu sengaja kamu gak bakalan pilih PeWe gini ya Ris?" pak Rakib menahan tawa melihat ekspresi Nuris yang sudah mati kutu. "Kamu jam segini sudah ngantuk, memang kamu tidur jam berapa semalam Ris?" Pak Raqib senyum senyum menatap Nuris yang menggaruk jilbabnya. "Aiiiiih Ustadz, orang ketiduran kan bukan hanya karena faktor nagntuk ustad? Tapi juga mungkin ada yang kasih saya jampi jampi biar saya ketiduran gitu" alasan Nuris membuat pak Raqib dan santri lainnya tertawa, "siapa yang kurang kerjaan ngasih jampi jampi kamu yang memang ratu tidur Ris?" tanya pak Raqib, "iiiiiiissshhh bapak kasih gelar se enaknya saja, kayak yang tahu kalo saya memang doyan Tidur." Nuris memutar matanya malas. "Lhaaaa siapa yang gak tahu Nuris sya'ilah alkhalilah, santri dari Lumajang, adeknya Khalil si hitam manis, pangeran kampus idaman wanita...." Kalimat pak Raqib terpotong "idiiih Ustadz, suka kakak saya gak usah pamer kesaya juga Kali tadz, gak penting info gituan mah" Nuris menyerang Pak Raqib dengan kalimat yang di lontarkan pak Raqib, gemas, sekarang pak Raqib benar benar pengen mencubit pipi tembem adek temannya ini. "duuuuh Nuris, saya masih Normal, ketimbang saya jadian sama kakak kamu, mending saya lama kamu saja." Nuris melotot, dan menunjukkan cincin yang ada di jari manisnya. "ustadz saya sudah ada yang tunggu,maaf, jangan bikin hati saya galau" pinta Nuris kepedean, sok Artis. Membuat teman temannya tertawa tergelak dan dengan serempak mengeluarkan "Huuuuuuuuuuuuuu, Ge er kamu Ris". Lalu beberapa temannya bahkan main tangan, mendorong kepala Nuris, Nuris pun tertawa tergelak. "lhooo, kalian bagaimana sich? Gak ngerti kalimat yang di bilang ustadz tadi ta? Aku kan anak yang jujur shalehah lagi jadi ya aku bilang apa adanya sama Ustadz Raqib rek" Nuris membela diri sambil masih tertawa. Pak Raqib segera kembali ke kursinya, geleng geleng kepala menatap Nuris. Bener bener cewek gak peka. Begitu hati pak Raqib. Pantesan saja Husni sama Taufiq kelimpungan ngadepin cewek ini, ini sich bukan cewek remaja, ini masih bocah, masih ingusan juga ini pasti. Monolog pak Raqib dalam hatinya. Lalu beliau kembali memfokuskan santri yang sedari tadi heboh oleh tingkah Nuris.dan tak lama kemudian pelajaran pun selesai. Nuris kembali kekamar. Dan mengambil bantal, lalu tiduran di teras kamarnya. "Ris kamu nikin heboh lagi di gang A ya?" Kak Zaitun yang tadi dengar ke hebohan di Gang A sudah menyangka jika itu pasti Nuris yang bikin hebih. "bikan kok Kak, itu ustadz Raqib sendiri" Nuris mengelak. Kak Zaitun melengos geleng geleng, dia tahu santrinya itu memang beda dari yang lain. Entah kenapa semua orang sangat tertarik dengan Nuris, baik laki laki maupun perempuan, Nuris memang anak Yang supel. "Ris masak kolek degik mayuh, kolek 'tenggeng' gebeih bukah {Ris nati masak Kolak ayo, kolak singkong (bahasa madura pamekasan tenggeng) buat buka puasa}" Nuris yang tak pernah dengar kata tenggeng dalam istilah madura hanya manggut tanpa bertanya lebih lanjut. "pesen kesiapa 'Tenggeng' Kak?" Nuris sok ngerti dengan istilah itu. "ke pak shaleh saja" beli tiga ribu saja Ris, gak usah banyak banyak, cukup itu buat sekamar" Nuris segera menemui pak Shaleh. "pak Sahleh, matoro'ah tenggeng teloebuh beih (pak shaleh, mau tititp beli singking dong tiga ribu saja)" kata Nuris pada pak shaleh yang di terima pak shaleh dengan ramah, "napah poleh Ris? Bedheh se laen? (pa lagi ris? Ada yang lain? )" tanya pak shaleh "genikah pon bedeh e catetan sadejeh (itu sudah pak ada di catatan semua) nanti kasih ke kak Zaitaun ya Pak?" Nuris berlalu. Tepat pukul dua Nuris di panggil pak shaleh saat lewat depan kantor pesantren, "Ris ini tenggengnya, saya gak ketemu kak Zaitun" teriak pak shaleh, Nuris segera menghampiri pak shaleh dan menerima bungkusan kresek hitam, dan Nuris protes saat tahu isi dari kresek hitam itu, "beeeeh Pak shaleh, kuleh tak matorok sabreng (Lho pak Shaleh, saya gak nitip singkong (bahasa madura sumenep sabreng)" Nuris hendak mengembalikan bungkusan itu, "beeeeh gellek empiyan ngocak matorok napah Ris? (lhooo, tadi kamu bilang mau titip apa Ris?" pak Shaleh bingung tapi langsung paham situasi Nuris, sambil menahan tawa Pak Shaleh menanyai Nuris, "kuleh matorok tenggeng pak shaleh (saya nitip singkong pak shaleh)" Nuris memperjelas, "lhanggih, genikah tenggeng, can reng pamekasan sabreng ka,sa, tenggeng Ris (Lha iya itu tenggeng, kata orang pamekasan singkong itu tenggeng Ris)" Pak Shaleh tak bisa menahan tawanya, Nuris segera ngacir, sambil ngedumel dlam hati 'haduuuuuuuh, maku maluin banget, aku tu sebenernya anak mana sich? Madura gak paham, jawa juga gak di akuin? Aduuuuhh' Nuris menepuk jidat berkali kali sambil jalan ke koprasi untuk menyerahkan tenggeng itu pada kak Zaitun.