26 Mencoba Menghindar

Hali mempercepat langkahnya menuju ruangan penitipan anak. Tentu saja semua itu karena Rey. Bocah yang sudah dia anggap sebagai anaknya sendiri.

Dia membuka pintu ruangan penitipan anak dengan kasar. Tak lupa Hali mengatakan nama Rey memakai nada lantang. "Rey, Ayah ada di sini!"

Sekarang Hali menjadi pusat perhatian dan tak berapa lama beberapa anak kecil mulai menangis karena ketakutan sekaligus terkejut. Sementara Rey mengerjapkan matanya.

"Paman Hali!" Hali yang awalnya merasa bersalah kini langsung memusatkan perhatian terhadap sosok Rey. Dia tampak baik-baik saja malah ceria sekali.

Hanya satu kesimpulan di benak pria itu. Syifa berbohong!

"Paman, kenapa ada di sini? Cali Bunda ya?" Hali tersenyum. Diusapnya rambut milik Rey kemudian mengangguk.

"Di mana Bundamu?" Rey lantas menoleh ke belakang. Anak kecil itu yakin Syifa dari tadi duduk saling berhadapan. Kenapa sekarang dia menghilang?

Namun Rey tidak kehilangan akal. Dia segera mencari ke seluruh sudut di mana Syifa bersembunyi. Hali yang langsung mengerti menunggu saja sampai Rey menemukan Syifa untuknya.

"Ketemu!" seruan dari Rey membuat Hali bergerak dengan cepat.

Rupanya Syifa bersembunyi sebuah celah lemari dan menutupnya dengan menggunakan beberapa kardus. Syifa dengan bodohnya tetap bersembunyi kendati sudah dipergoki. "Bunda kenapa di situ telus? Ayo kelual!"

Syifa bergeming membuat Hali mendengus. "Syifa turuti perintah putramu jika tidak aku akan turun tangan,"

"Coba saja kalau bisa." balas Syifa menantang. Pastinya Hali terpancing, dia menyuruh Rey menyingkir dan anak kecil itu menurut perintahnya.

Hali menjangkau Syifa sedang ibu dari Rey mencoba agar tubuhnya tak disentuh oleh Hali namun sia-sia belaka kala lengannya ditangkap. Syifa langsung memekik ketika dirinya diseret keluar.

Layaknya anak kecil, Syifa mencoba menyerang dengan Hali menggunakan kaki atau tangannya tetap saja Syifa kalah soal tenaga dan ya Hali berhasil membuat Syifa diam.

Pria itu mengunci Syifa dalam rengkuhannya sambil memandang lekat pada sepasang mata hazel milik Syifa. "Kenapa kau memberikan tugasmu pada Marisa, kau tahu bukan jika kau sekretarisku?!"

"Kau sudah dengar alasannya bukan?"

"Menurutmu apakah anak kecil ini tampak rewel?!" Syifa memandang pada Rey yang melihat keduanya dengan mata polos.

Dia pun berisyarat meminta pertolongan tapi Hali cepat menangkap situasi tersebut. "Hei, apa yang kau lakukan?"

"Aku tak melakukan apa pun!" bantah Syifa cepat.

"Aku melihatnya dari tadi kalau kau memberikan isyarat pada Rey, jangan membohongiku!"

"Aku tak membohongimu!"

"Bunda apa yang dikatakan sama Paman Hali itu benal. Ley dali tadi lihat Bunda, mulut Bunda komat-kamit kok!" Sial, Rey terlalu polos untuk membantunya.

"Nah kau sudah dengar, mari kita pergi dari sini. Jangan merepotkan Marisa dengan pekerjaanmu sendiri." Hali kemudian menyingkirkan tubuhnya dari Syifa, namun gantinya lengan dicengkeram kuat.

"Aku tak mau bekerja!" jerit Syifa sambil mempertahankan langkahnya.

"Pokoknya kau harus ikut, aku tak mau mendengar keluhanmu."

"Tapi aku tidak mau, karena aku sedang ....." entah kenapa Syifa mengutarakan hal tersebut dan itu langsung di dalam benaknya.

"Karena apa?" Langkah Hali jadi terhenti mendengar kata menggantung. Dia melihat wajah Syifa merona sementara Hali jadi gugup sendiri.

Dalam hati Hali, pria itu merutuk. Sebenarnya apa yang terjadi? Dan kenapa Hali gugup melihat ekspresi dari Syifa?

"Aku ... Itu ... Masalah wanita." lirih Syifa. Tak lupa dia merundukan kepala agar Hali percaya. Hali mengerti dan melepaskan cengkeraman tangan dari Syifa.

"Masalah itu ya?" Syifa mengangguk.

"Aku merasa sejak tadi pagi perutku sakit sampai sekarang. Jadi aku mohon tolong jangan memaksaku." Hali menatap pada Syifa yang juga memandangnya. Berharap ada gerakan spontan yang akan memberitahu Hali jika Syifa berbohong.

Sayangnya, Hali hanya mendapatkan mata puppy eyes dari Syifa. Dia pun membuang napas. "Baiklah aku percaya padamu. Semoga kau sehat."

Setelah itu Hali pergi dari tempat tersebut tanpa berbalik. Syifa mengembuskan napas lega. Dia awalnya berpikir jika Hali tak percaya padanya.

"Bunda, apa itu masalah wanita?" tanya Rey memakai nada polosnya seperti biasa.

"Nanti kau juga akan tahu sayang." balas Syifa dengan senyuman. Dia lalu mengusap rambut Rey.

"Ayo kita bermain lagi." Rey mengangguk antusias dan melanjutkan permainan. Sementara itu Hali kembali ke dalam ruangan kerjanya sendiri tapi wajahnya tampak tak nyaman.

"Tuan, apa masalah anda selesai?" tanya Paul begitu Hali duduk bersams mereka lagi.

"Ya sudah."

"Kalau begitu bisakah kita ke topik pembahasan?" Hali mengangguk. Mereka memulai membicarakan tentang kerja sama mereka dan berusaha mendapat kesepakatan.

Marisa senantiasa berada di sana untuk menggantikan tugas Syifa dan entah kenapa dirinya tak diperdulikan oleh Hali sampai rapat selesai.

"Baiklah aku rasa rapat kita telah selesai. Apa kalian mau makan siang?" Paul langsung menatap pada Axelle. Mencari

"Saya tak keberatan."

"Aku juga." mereka bertiga keluar dari ruangan Hali menuju salah satu restoran yang dekat dengan perusahaan Singgih yang mana bisa ditempuh melalui jalan kaki.

Ketika mereka mencapai pintu mendadak Hali berhenti membuat Paul bersama Axelle heran.

"Tuan Hali, ada apa?"

"Mm ... Aku baru ingat sesuatu dan aku harus menemui seseorang. Mungkin saja ada di kantin kantor, aku ingin pergi ke sana." jawab Hali yang sesungguhnya merasa tak nyaman pada kedua rekan bisnisnya.

"Bagaimana kalau kita makan saja di sana?" usul Axelle secara mendadak.

"Yah supaya tak repot." lanjutnya.

❤❤❤❤

See you in the next part!! Bye!!

avataravatar
Next chapter