1 Kehidupan Di Ibu Kota

Langkah Syifa berhenti kala memandang bangunan megah yang berada di hadapannya. Akhirnya dia sampai juga di Kuala Lumpur, Malaysia. Syifa sangat berharap semoga dengan datangnya dia di sini, akan mengubah kehidupannya bersama sang anak.

Ya, anak. Syifa telah memiliki anak dan kini sang buah hati tengah tertidur dalam gendongan. Tangannya yang satu lagi sedang memegang tas. "Akhirnya kita sudah sampai sayang, mulai sekarang kita akan memulai hidup di sini. Meninggalkan pahitnya masa lalu dan sekarang hanya kau dan ibu. Ibu janji akan membahagiakanmu."

Setelah berucap demikian, Syifa mematung sebentar karena tak tahu apa yang harus dia lakukan sebelum akhirnya mengambil ponsel lalu mencari penginapan yang murah agar dirinya dan Rey memiliki tempat berteduh sementara.

Naasnya, tak ada penginapan yang cocok dengan keuangan mereka. Sebagai seorang wanita yang memiliki balita tentu saja ini sangatlah sulit. Dari kejauhan tampaklah seorang pria terburu-buru dengan membawa sebuah tas kerja tapi penampilannya sama sekali tak terlihat seperti orang kantoran dan benar saja ada sesosok pria lagi yang berlari berusaha mengejarnya sambil berteriak pencuri.

Syifa yang berada didekat pria itu lantas menaruh salah satu kakinya ke jalan si pencuri. Alhasil, pria itu langsung terjatuh dengan kerasnya ditanah. Si pria yang mengejar akhirnya bisa menangkap si pencuri. "Terima kasih karena anda telah menangkapnya."

"Sama-sama kalau begitu saya permisi dulu." Hendak melangkahkan kakinya, datanglah sesosok pria yang lebih tua dari pria yang lain.

"Tuan, saya sudah mengambil tas anda dan wanita ini yang membantu saya." Pria Tua itu menatap pada Syifa yang sekarang tersenyum.

"Terima kasih ya,"

"Sama-sama pak, saya permisi dulu."

"Tunggu sebentar, ayo duduk sebentar ...." Pria tua itu lalu beralih menatap si pria. "Bawa pencuri itu ke kantor polisi." perintah si pria.

"Baik Tuan." Kemudian, Syifa dan si pria menuju sebuah kafe yang letaknya tak jauh dari tempat itu.

"Siapa namamu?"

"Syifa dan ini anakku Rey," kata Syifa sambil memperlihatkan sosok anak kecil yang masih tertidur.

"Kalau saya dengar anda tak memiliki aksen seperti orang melayu kebanyakan, apa anda bukan orang sini?" Syifa tersenyum hambar lalu mengangguk.

"Kami dari Indonesia, pindah ke sini baru saja tapi saya bingung mau bikin apa. Saudara juga tak ada di tempat ini."

"Kenapa anda harus pindah? Bukanlah lebih baik anda tinggal di Indonesia."

"Ada sesuatu yang harus kami tinggalkan. Ini menyangkut kelangsungan hidup kami berdua." Si pria tua mengangguk-angguk mengerti. Dia lalu menjulurkan tangannya.

"Perkenalkan namaku Erwin, terserah kau ingin panggil namaku dengan sebutan apa," dengan ragu Syifa menerima uluran tangan tersebut.

"Kalau begitu pak saja saya tidak tahu harus panggil apa,"

"Baiklah. Sekali lagi terima kasih atas bantuannya, anda telah menyelamatkan uang perusahaan saya dan sebagai gantinya saya harap anda berkenan untuk tinggal di rumah saya." Syifa mematung.

Memang Erwin terlihat sangat ramah tapi dia sendiri baru kenal sama pria ini. Agak aneh rasanya dia sebaik ini pada Syifa yang baru pertama kali bertemu. "Jangan takut aku orang yang baik. Saya melakukan ini hanya semata-mata karena anda telah melakukan kebaikan pada saya."

Pikiran Syifa kalut marut. Dia sebenarnya ingin menolak tapi di sisi lain dia membutuhkan tempat tinggal. "Baiklah pak terima kasih atas bantuannya, aku akan menerima dengan senang hati."

❤❤❤❤

Di sebuah bar, seorang pria dengan matanya yang tajam terus menegak minuman. Dia sepertinya sedang frustasi. "Hali," begitu mendengar namanya dipanggil, dia menoleh. Di sampingnya terdapat seorang lelaki dengan pandangan bingung.

"Aku kira kau ada di kantor, rupanya ada di sini." Hali mendecak kesal.

"Kau seperti tak tahu aku saja." si pria lalu ikut duduk dan memesan minuman agar menemani Hali.

"Apa kau masih memikirkan Marisa?"

"Ya dan satu hal lagi, rumah tangga Ayah dan Ibuku, bahkan setelah aku dewasa mereka selalu cekcok." ucap Hali.

"Arwan, katakan padaku apa yang membuat Ibu dan Ayahmu bisa langgeng sampai sekarang tanpa ada perselisihan." Suara Hali terdengar parau sekali tanda dia sudah banyak minum.

Arwan menghabiskan minuman yang diberikan oleh bartender. "Kau sudah mabuk, ayo kita pulang. Bisa gawat jika Paman Erwin tahu kamu sedang mabuk bukan bekerja."

Dia lalu membawa Hali dengan susah payah untuk keluar dari tempat tersebut. Arwan lalu mengantar pria itu ke dalam mobil dan menjalakannya ke kediaman Singgih. Di sana Arwan yang berniat mengeluarkan Hali terkejut melihat mobil Ayah Hali, Erwin datang tiba-tiba.

Buru-buru Arwan bersembunyi sampai keadaannya memungkinkan. Sempat jantungnya berdegup kencang karena takut jika Erwin mengetahui mobilnya tapi semua itu tak dia rasakan kala melihat sesosok wanita yang ikut keluar saat mobil milik Erwin berhenti di halaman depan.

Terlihat si wanita berbincang sebentar dengan Ayah Hali lalu diantar ke mana oleh salah seorang pelayan. Akhirya Erwin pun masuk ke dalam rumah. Diliputi kebingungan, Arwan sekali lagi membawa masuk Hali sebelum kepala keluarga Singgih itu datang lagi.

Beruntung ada dua orang pelayan yang segera membawa Hali ke kamarnya. Arwan termenung sebentar memikirkan hubungan antara si wanita asing dan Erwin, kalau dipikirkan lagi dari tadi wanita itu baru saja datang. Entahlah, mungkin nanti saja dia membicarakan hal ini dengan Hali.

avataravatar
Next chapter