1 00.01

Perkenalan Tokoh :

1. Erin Chariesta

2. Xavier Gunawan

3. Gavin Atmaja

4. Zeva anindya

5. Rolan

*Selamat membaca*

Erin Chaliesta gadis yang baru lulus SMA itu bekerja di sebuah caffe, terpaksa karena keadaan ekonomi keluarganya yang bangkrut, Erin panggilannya, dia anak yang pendiam, tidak mempunyai teman, menurutnya hidupnya cukup suram setelah orang tuanya bangkrut.

Dia hidup sebatang kara sekarang, orang tuanya lebih memilih pergi masing-masing, dia hanya tinggal berdua dengan Baron si kucing bengal peliharaannya, dia masih tinggal di rumah lamanya, hanya saja tidak ada barang perabot dan listrik.

Sementara Erin tinggal di sana agar lebih mengirit biaya hidupnya.

Setiap harinya dia membwa lampu charger ke tempat kerja, mengisi full batterai untuk lampu dan handphonenya, sepulangnya dia hanya membawa makanan sisa dan membeli makanan untuk Baron kucing kesayangannya.

Dia masih berharap kalau dia bisa mengejar impiannya sebagai seorang Arsitek, hobinya menggambar dan mendengar kan musik, kerjanya dari jam 10 pagi sampai jam 10 malam, jam istirahat di pergunakan untuk belajar dan mencari info untuk pendaftaran beasiswa ke Jepang.

.

.

Suatu hari posisi Erin sedang tidak enak badan, namun dia terpaksa bekerja, setidaknya dia bisa makan geratis di caffe, wajahnya pucat, badannya gemetar dan berkeringat.

"Rin...lu sakit?"

tanya teman kerjanya Rolan.

"PMS gue...."

ujarnya yang mengalihkan topik.

Namun temannya terlihat tidak percaya, sampai dia membawakan pesanan seorang tamu dari atasannya, pria bertubuh tinggi tegap, berpakaian rapi, jambang tipis yang menghiasi dagu hingga pipinya. Rin yang tidak sehat itu tidak sengaja menabrak Xavier, ggguubbbbraaakkk !! beberapa gelas berisi minuman itu pecah, noda kopi tertinggal di pakaian Xavier.

Kaget, Xavier malah mendorong Rin, kesal karena pakaiannya kini kotor, mendengar suara gelas berjatuhan sang bos yang merupakan teman Xavier keluar untuk melihat.

"Buta ya mata lu????"

teriak Xavier yang membentak.

"Maaf pak, aku enggak sengaja"

sahut Rin yang kemudian membersihkan noda minuman dibaju Xavier dengan tangannya.

"Apa lu bilang? Bapak??? sejak kapan gue nikah sama nyokap lu?"

sentaknya lagi.

"Xa....sorry, Rin lu beresin aja ini..."

sahut si bos yang memang dikenal baik.

"Ajarin tuh karyawan lu..."

Erin pun segera membersihkan dengan tangannya, garcepnya sibos yang bernama Gavin menarik tangan Erin.

"Jangan pakai tangan!!!"

kata pak Gavin yang tidak jauh umurnya dengan Xavier.

Ini pertama kalinya Xavier melihat Gavin begitu perhatian kepada seorang gadis, padahal dia hanya palayan.

"Gavin kan memang baik kesemua gadis cantik"

celetuk batin Xavier.

Seperti diketahui Gavin dan Xavier bersahabat sejak mereka kecil, bahkan mereka menyukai gadis yang sama, sempat berpacaran dengan Xavier, namun hubungan mereka kandas, karena diam-diam, pacar Xavier naksir Gavin, semapat marah tapi Xavier mengikhlaskan mereka, tapi sekarang pun Xavier tidaktahu apakah mereka sudah pacaran atau tidak.

"Maaf pak..."

sahut Erin, ketika dirinya hendak mengambil sapu, kepalanya terassa berat, pandagannya gelap, bbbrruuukkk!!!! Erin terjatuh pingsan, badannyadi tangkap Xavier, gadis kecil ini membuat Xavier kesal karena melintas di depannya dengan membuat masalah.

Erin tidak sadarkan diri,suara gemuruh keributan terdengar, tapi dirinya tidak berdaya, matanya tidak dapat terbuka,badannya seakan melayang, Gavin membawanya ke sebuah klinik terdekat.

Melihat Gavin yang sangat antusias, tidak mungkin Gavin hanya menganggap gadis itu karyawannya, dari sana ada pikiran Xavier untuk membalas Gavin, dia ingin Gavin merasakan hal yang sama dengannya dulu, kehilangan orang yang di sayang yang malah memilih sahabatnya.

Setelah selesai pemeriksaan, Erin akhirnya sadar, dia melihat kelangit-langit klinik tersebut, cahaya lampu yang sangat terang, damai suasananya sepi, rasanya ingin memejamkan matanya lebih lama.

Tiba-tiba Xavier masuk ke dalam ruangan tersebut, masih mengenakan pakaian yang kotor tadi, dia menatap Erin yang masih setengah sadar.

"Kenapa bapak ini masih disini?"

sahut batinnya.

Erin hanya menatap melihat Xavier, entapa apa yang membuat pria itu diam membisu, matung menatap dirinya.

"Cantik sih, mungkin benar Gavin menyukainya"

ucap batin Xavier.

.

.

.

Setelah hari itu, Xavier tidak pernah datang ke caffe, tapi dia selalu memesan layanan siap antar yang di adakan caffe, Erin yang bertugas mengantar, karena hanya dia yang bisa menggunakan skuter.

Awalnya Erin semangat sampai dia mengantarkan pesanan di jam 9 malam, di sebuah rumah besar, yang sedang mengadakan party, Erin bingung kenapa mereka sempat memesan makanan kalau sedang ada pesta, tapi rasa curiga itu ditepisnya, Erin pun masuk kedalam, sampai dia akhirnya sadar yang memesan adalah Xavier.

Erin hanya diam, dia pun bergegas mengantar dan meminta bayaran untuk makanan yang mereka pesan, wajahnya sedikit panik, bingung, merasa ada sesuatu yang tidak beres.

"Haiii.....aku yang pesan makanan"

ujar seorang pria yang menghampiri Erin.

"Semuanya 368 ribu, mau cash apa debit"

sahut Erin.

"Cash, tapi uang ku diatas...ayo"

ujar pria itu yang melirik Xavier.

Bodohnya tanpa ada rasa curiga, Erin ikut saja, niatnya hanya mengambil uang kemudian bisa segera pulang, pria itu masuk ke sebuah kamar, membuka lemari, Erin hanya menunggu di depan kamar yang luas itu, tapi mendadak Xavier sudah berada di belakangnya, mendorong masuk Erin.

"Apa-apan nih?"

ucap Erin yang mulai ketakutan.

"Keluar"

ucap Xavier kepada lelaki yang di perintahnya tadi.

Dengan senyum sambil mengambil segepok uang dia keluar, Xavier sengaja menjebak Erin, entah apa yang pikirannya, sedendam itu kah dia terhadap Erin? sampai dia melakukan ini. Pikir Erin.

Xavier perlahan berjalan maju, Erin mundur bahkan dia melempar tas yang di bawanya, entah kenapa Xavier begitu mengincarnya.

Erin terus berusaha mencari cari untuk meloloskan diri, namun Xavier dengan mudah menangkap badan Erin mengangkatnya ke atas kasur, tidak peduli teriakan Erin, rumah besar yang sedang ada party itu membuat suara Erin tidak terdengar.

"Aarkk lepas..."

teriak Erin yang melihat Xavier begitu beringas mencumb*unya, memaksakan ciumannya, dengan kuat Xavier berhasil menarik kemeja Erin hingga kancingnya lepas, terlihat indah bagian gunung kembar yang berukuran sedang terbungkus kain berwarna hitam berbentuk seperti bra.

Xavier seperti tidak bisa menahan nafsunya, dia berdiri dan melepaskan pakiannya, melepaskan sabuk yang di ikatkan dipinggangnya. Erin bangun dan langsung memohon dikaki Xavier.

"Tolong,,,,aku minta maaf, tolong jangan seperti ini tuan"

isak tangis Erin yang memohon dikaki Xavier

Tapi tangisannya membuat gairah xavier semakin penasaran akan Erin, dia tidak peduli, dia bahkan melepaskan celananya di depan Erin, dengan menjambak rambut Erin dia memaksa Erin, pisang miliknya dimasukan ke mulut Erin, dia tidak peduli akan air mata yang mengalir di pipi Erin, selepas itu dia membalik kan badan Erin, dengan perlahan Xavier memaksa masuk goa kehidupan, terasa sesak dan sempit, Erin hanya bisa berterik menahan sakit.

Xavier terus mendorong mr. pisang masuk, sampai dia melihat bercak darah di batang pisang, wajahnya seketika berubah, ada perasaan aneh yang dirasakannya, dia kemudian berhenti, Erin sampai tidak sadarkan diri, ada penyesalan di hatinya, dia mengangkat gadis itu ke atas kasur,menutup badannya dengan selimut, yang separuh tidak mengenakan pakaian.

Xavier kemudian masuk ke kamar mandi, di bawah guyuran air shower, dia begitu menyesal, kenapa dia bisa melakukan itu, di bahkan tidak mabuk untuk tega melakukan itu, Kesucian Erin telah di renggut olehnya, mungkin itu yang membuatnya sangat menyesal.

.

.

(Bersambung)

avataravatar
Next chapter