webnovel

Saya Cuma Antar, Bukan Culik Kamu

"Tidak usah, Pak! Terima kasih," tolak Sasha cepat-cepat karena ia merasa tak enak.

Meski sebenarnya ia merasa senang dengan tawaran tersebut, karena ia akan segera sampai di apartementnya dan segera mandi kemudian beristirahat. Sungguh meski sekarang terasa dingin tapi tubuhnya sedikit lengket. Tentu saja berada dekat dengan pria tampan, sungguh kesempatan yang sama sekali tak boleh di tolak.

'Mikir apa sih Lu, Sha? Otak Lu tuh kotor banget sih!' keluhnya dalam hati.

"Susah dapat taksi online kalau hujan gini, gak mungkin juga kan naik ojek. Ayo saya antar," ucap Aldric lagi.

Rasanya Sasha ingin melompat-lompat karena tawaran itu, ia memang ingin cepat-cepat pulang. Tapi mengingat siapa yang menawarinya membuat Sasha harus menolaknya.

"Gak apa-apa, saya tunggu aja di sini, Pak." Tolak Sasha dengan sopan. Berbanding terbalik dengan apa yang ada di pikirannya.

'Paksa aku, Pak! Ayo!!!' serunya dalam hati.

Aldric tampak diam namun tak berapa lama ia berjalan menghampiri Sasha. "Ayo saya memaksa," ucapnya seraya menarik tangan kanan Sasha karena tangan kirinya masih memegang gelas kertas yang berisi kopi pemberiannya tadi.

"Eh…" Sasha kaget.

'Yes!' berbanding terbalik dengan pikirannya.

"Sudah, gak apa-apa. Saya juga cuma antar saja, bukan culik kamu. Saya gak berani culik pegawainya Adam!" ujarnya seraya terus berjalan menarik tangan Sasha menuju mobilnya.

'Gak berani culik pegawai temannya? Berarti berani culik orang lain dong? Mau dong Pak aku diculik, hehe…' ujar Sasha dalam hatinya.

'Eh Setan! Udah deh gak usah geje dan gangguin pikiran-pikiran gue dengan otak kotor Lu!'pekik Sasha dalam hati.

Entah mengapa, ia merasa seperti dua kepribadian atau seperti alter ego. Yang satu berpikiran kotor, dan yang satunya lagi berusaha untuk tetap waras.

'Gara-gara Mbak Lona nih yang selalu nyuruh gue donwload film hihuhihu mulu, otak gue rusak, kan? Kayanya mesti ke psikiater sih ini…'

Dan kini ia sudah duduk di dalam mobil tepat di samping pria itu yang kini sudah mengemudikan mobilnya keluar dari pelataran gedung kantor.

'Tahan! Tahan! Sasha Lu bisa lawan pikiran Lu, kalem…' gumamnya dalam hati kemudian.

Sungguh suasana yang canggung, meski pada akhirnya ia bisa pulang juga akhirnya.

"Di mana rumahmu?" tanya Aldric memecah keheningan.

"Ah itu, apartement Kenaga City," jawab Sasha sedikit kaget karena harus di paksa kembali ke dunia nyata.

"Hmm," Aldric hanya mengangguk. "Searah…" ucapnya.

Sasha menolehkan wajahnya pada Aldric, "Memang Bapak tinggal di mana?" tanyanya penasaran.

"Metro Season City," jawab Aldric menyebutkan sebuah apartement elite di kotanya. Jika di bandingkan dengan apartement miliknya sungguhlah tidak bisa dibandingkan. Apartement tempatnya tinggal hanyalah apartement biasa, yang tentu saja sesuai dengan budget keuangannya.

"Hah? Bukannya itu jauh? Dari mana searahnya?" ujar Sasha bingung.

"Saya ada perlu di daerah dekat apartemenmu, apa itu salah?" tanya Aldric dengan wajah datarnya.

"Oh gitu…" ujar Sasha seraya tersenyum lebar kemudian mengangguk-angguk pelan.

Setelah itu keadaan dalam mobil kembali hening, tidak ada lagi pembicaraan di antara mereka. Suasana kembali canggung. Hingga akhirnya mobil yang dikendarai mereka mulai masuk ke dalam pelataran gedung apartement tempat tinggal Sasha.

"Di sini aja Pak," ucap Sasha.

"Ini masih hujan, lobby-nya yang mana?" tanya Aldric karena terdapat 4 lobby di kawasan apartement ini.

"Gak apa-apa, Bapak anter sampai depan lobby?" tanya Sasha merasa tak enak.

'Sekalian mampir ke kamar mau gak? Eh ni setan yaaa!!'

Aldric menggeleng, "Jadi?"

"Lobby C," jawab Sasha merasa tak enak.

Tanpa bicara Aldric kembali melajukan mobilnya dan menuju Lobby C. Sasha benar-benar merasa tak enak. Bagaimanapun pria ini adalah teman dari CEO-nya, ia juga seorang CEO di perusahaannya. Kini malah mengantarnya pulang.

Tak lupa Sasha berterima kasih pada Aldric karena sudah mengantarnya sebelum akhirnya ia turun dari mobil. Ia belum masuk ke dalam lobby hingga mobil milik Aldric pergi meninggalkannya.

Dari kaca spionnya Aldric bisa melihat jika gadis itu kini sudah masuk ke dalam lobby setelah mobilnya sudah melaju cukup jauh.

Unit apartemennya berada di lantai 12, di mana apartement ini miliki 30 lantai dan memiliki 4 menara apartement. Unit miliknya bukan unit yang besar, karena hanya memiliki 1 kamar tidur, ruang tamu dan ruang televisi yang menyatu, 1 kamar mandi dan dapur. Balkon yang bisa di bilang sangat kecil.

Tentu saja ia membeli apartement itu dengan cara mencicil, tak mungkin ia membelinya dengan cara cash. Sasha langsung menuju kamar mandi untuk membasuh tubuhnya begitu ia masuk ke dalam unitnya.

Sasha langsung merebahkan tubuhnya, begitu ia selesai memakai pakaian tidurnya. Tubuhnya kini terasa sangat segar. Setelah seharian bekerja dan lembur, terasa rasa pegal di beberapa bagian tubuhnya.

Sementara di luar hujan masih saja turun, tapi sudah tidak terlalu lebat lagi.

"Gue mau tidur aja ah… besok pagi harus ke kantor lagi…" gumamnya pelan seraya mulai memejamkan matanya.

Namun sesaat kemudian ia kembali membuka matanya.

"Gara-gara deket cowok ganteng, otak gue hampir gak bisa di kontrol! Sialan!" desisnya kemudian setelah ia ingat beberapa waktu yang lalu saat di antar pulang oleh Aldric.

Sasha berumur 24 tahun, ia hidup sendirian di kita besar ini. Sedangkan keluarganya masih berada di kota lain yang merupakan kota kelahirannya. Sejak lulus sekolah menengah atas, Sasha memilih untuk pergi meninggalkan keluarganya dan merantau. Sambil bekerja ia kuliah mengambil kelas karyawan. Sasha sudah melewati masa sulitnya, tahun pertama ia tinggal di kota ini sungguhlah berat. Namun ia berusaha bertahan di kota yang kejam ini di banding ia harus kembali ke rumah keluarganya.

Bahkan Sasha sudah lama tidak berkomunikasi dengan keluarganya. Sasha hanya ingin pergi jauh dari keluarganya. Bukan tanpa sebab, sejak ibunya meninggal dan ayahnya menikah lagi ketika ia masih duduk di bangku sekolah dasar ia mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari ibu tirinya itu. Bahkan ayahnya sendiri sudah mulai memperlakukannya tidak adil, ayahnya lebih menyanyangi adik tiri laki-laki bersama ibu tirinya itu.

Sasha tak mengerti mengapa ayahnya bisa memperlakukannya seperti itu. Alasan utama Sasha pergi meninggalkan rumah adalah karena ibu tirinya ingin menikahkannya saat ia baru saja lulus sekolah. Dan pria yang akan dinikahinya sudah berumur, mungkin seumur dengan ayahnya. Entah apa yang ada dipikiran mereka, mungkin mereka tergiur karena pria itu bisa dibilang pria kaya di daerah mereka, hingga dengan tega mereka mau menjual dirinya. Bukan itu saja, jika Sasha menikah dengannya ia akan menjadi istri ketiga dari pria itu.

Sungguh gila, memang gila tapi begitulah nyatanya. Maka dari itu Sasha memilih untuk bertahan hidup sendirian di kota besar yang keras ini. Ia oercaya jika ia bisa hidup sesuai dengan yang ia inginkan.

Setelah ia menyelesaikan kuliahnya akhirnya ia bisa melamar pekerjaan yang lebih baik, bahkan jauh lebih baik. Dulu ia sempat bekerja menjadi penjaga Pom Bensin hingga menjadi kasir swalayan. Kini ia bisa bekerja sebagai staff admin di perusahaan yang cukup besar dengan gaji yang lumayan hingga ia bisa membeli unit kecil apartement meski mencicil, serta membeli mobil bekas yang cukup murah. Meski mobil itu terkadang mogok seperti sekarang. Setidaknya hidupnya kini lebih baik.

Sasha harus hidup hemat, ia mencuci pakaiannya sendiri dan memilih untuk memasak sendiri. Jika tidak begitu, ia akan kesulitan saat ia harus membayar cicilan apartementnya.

-To Be Continue-