webnovel

Covenant

[Completed] ===== CAUTION ===== **Warning 18+ : Gore, Bloody, Murder, etc. ===== CAUTION ===== Can you help me out? *Original Cover and Story by : Farren Bexley

FarrenBexley · Fantasy
Not enough ratings
21 Chs

- 16 -

Luka pada tubuh Athan menganga lebar, darah masih mengucur deras walau tangan Athan berusaha menekan menahannya. Kalau saja Athan manusia biasa, ia sudah pasti tidak bernyawa sekarang. Kelotak sepatu Ilithya di lantai gudang kecil itu menggema, namun Athan tidak bisa mendengarnya jelas. Athan juga tidak bersusah payah mengangkat kepala hanya demi menatap Ilithya yang kini berjongkok di sampingnya. Athan berfokus pada tarikan napas dan tekanan telapak tangan pada lubang menganga di perutnya.

Sentuhan dingin jemari Ilithya pada kening Athan membuatnya tersentak. "Sebentar saja."

Pandangan Athan menggelap dan ia pun menyerah, membiarkan Ilithya menidurkannya.

###

Langit malam berasap polusi adalah yang pertama Athan lihat ketika ia membuka mata. Satu titik di angkasa berkedip konstan. Angin bertiup cukup kencang dan dingin. Athan menyadari rasa sakitnya sedikit berkurang. Perban putih bebercak darah melilit tubuhnya di tempat yang terluka. Ilithya duduk bersimpuh di sisinya dengan punggung tegak, kepala terangkat menatap rembulan pucat di pertengahan malam.

"Kau melihatnya?" tanya Ilithya.

"Bulan?"

Ilithya menggeleng dan menurunkan tatapannya. Mata hijaunya bersinar memantulkan cahaya pucat bulan. Sebagian wajah Ilithya tertutup bayang ketika menoleh pada Athan. "Aku sedikit mengintip ke dalam kepalamu."

Athan mendudukkan dirinya dan meringis begitu rasa sakit menyerangnya. Giginya digertakkan, mata terpejam, hingga rasa sakit itu pergi dan menyisakan denyutan samar. "Aku tidak melihatnya. Dia yang memberikannya padaku. Itulah kenapa dia membuatku, bukan hanya untuk memanen lebih banyak kekuatan."

"Kau merasakannya juga?"

"Tidak. Aku tetap memiliki diriku sendiri."

"Tapi kau tetap terkena imbasnya," kata Ilithya, menatap tajam pada Athan. "Kontrakmu sudah rusak, Athan. Dia sendiri yang merusaknya saat memasukkan Aim dalam kontraknya."

Athan memalingkan wajah. "Dia bahkan tidak menyadarinya. Itu bukan salahnya."

"Maksudku, kau seharusnya sudah bebas dan tidak harus menjaganya. Untuk apa kau bersusah payah melakukan ini semua untuknya? Hampir saja kau menghilang selamanya." Ilithya berusaha mengatakannya dengan lembut. "Di mana kau menyembunyikan Xander?"

"Itu bukan urusanmu," gumam Athan menunduk dalam. "Apa maumu membawaku ke sini?"

Ilithya terdiam sejenak, meneliti sikap Athan. "Baiklah," kata Ilithya. "Bisa kau membiarkan aku melihatnya lebih banyak?"

Athan menoleh, mengerutkan kening heran. "Untuk apa? Bagaimana jika Aim sampai tahu?"

Ilithya menyentuh mata itu, mata di tengah dahinya yang berusaha Athan abaikan. Aim bisa melihat segala yang Ilithya lihat. Athan yakin itu. "Tidak masalah. Sebagai gantinya, aku akan memberitahu versiku juga."

Saat itu juga, Athan menyadari sesuatu. "Kenapa?"

"Aku lelah, Athan. Aku ingin mengakhiri penghinaan ini," ujar Ilithya. Suaranya terdengar lelah, tapi Athan bisa melihat tekad dan benci dari sorot matanya. "Tidak, aku tidak berniat mati begitu saja."

Athan menarik napas panjang. Biar bagaimana pun, pada akhirnya ia memang akan mati. Aim tidak akan pernah melepaskannya begitu saja. Di manapun dirinya berada, Aim selalu bisa menemukannya. Tidak ada tempat sembunyi. Tidak ada kecuali Aim memberikan kelonggaran untuknya, sengaja mengacuhkannya selama Athan tidak mengacau. Dan Athan sudah mengacau. Akan lebih buruk lagi jika Athan membiarkan Ilithya.

"Sudah kubilang aku tidak berniat mati begitu saja. Gadis itu tidak bisa diselamatkan, tapi setidaknya aku bisa mengirimnya ke tempat yang seharusnya daripada bersama Aim selamanya."

Athan menatap Ilithya tak percaya. "Tapi—"

"Tidak ada yang bisa menghindari kematian, Athan, kau tidak bisa mengulur waktu lagi untuk gadis itu. Biarkan aku melakukan tugas terakhirku."

Athan mengatupkan mulutnya rapat hingga membentuk segaris tipis. Ia tahu itu tanpa perlu mendengarkan Ilithya memberitahunya. "Kau tidak bisa. Kau bukan lagi Malaikat Kematian, Ilithya. Kau tidak bisa mengambil nyawanya dan dia tidak harus mati."

"Kau tidak akan ingin membiarkan Aim memilikinya. Tidak ada jalan lain, kau hanya terus mengulurnya." Ilithya mengulurkan tangannya, memunculkan sebuah sabit hitam besar yang menguarkan aura kematian. "Aim tidak pernah tahu aku masih menyimpannya. Tuhan selalu memiliki rencananya sendiri, akulah yang dengan bodohnya mengalihkan hatiku dari-Nya hanya karena suatu alasan yang tidak bisa kumengerti. Akulah yang membiarkan Aim memperbudakku." Ilithya menyimpan kembali sabitnya yang hilang ditelan malam, kemudian menatap Athan dan kini mengulurkan tanganya pada Athan. "Pada akhirnya kau dan aku sama saja. Berusaha memperbaiki diri sendiri, terhalang tembok yang sama."

Athan meragu sesaat sebelum meraih uluran Ilithya. "Sepertinya begitu. Selama dia masih terikat, Aim akan selalu bisa menemukannya," kata Athan sedih. "Apa yang kutunjukkan padamu tidak akan mempengaruhi apapun."

Ilithya tersenyum simpul, mencairkan sedikit kebencian dalam matanya. "Memang tidak. Aku hanya ingin memahami apa yang terjadi padanya sebelum meninggalkan dunia ini."

"Manis sekali."

"Tidak semanis yang kau lakukan untuknya."

Athan terkekeh geli. [ ]