webnovel

GAGAL MENIKAH

Seorang lelaki bertubuh jangkung lagi tegap melintasi lorong sebuah apartement. Sosok itu adalah William Morgan putra dari Ditcho dan Meera Morgan. Ia menyembunyikan sebuah kotak persegi merah di punggungnya. Benda itu akan ia serahkan pada wanita yang esok hari resmi menjadi istrinya. Malangnya, saat sudah sampai di depan pintu, telinganya mendengar suara erangan yang bersahut-sahutan. Ia tidak tuli, bahkan ia tahu suara apa yang ia dengar sekarang.

William merasa bersyukur ketika melihat pintu yang ternyata tidak tertutup rapat. Ia bisa melihat dengan jelas seorang dara dan adam yang tengah bermain panas di dalam sana. Rahang William sontak mengeras hingga urat-urat di pelipisnya ikut menjegul. Bodoh sekali rasanya jika William hanya diam. Dia mencampakkan kotak berisi perhiasan dan berencana untuk membuat perhitungan pada wanita itu.

Dengan cepat William langsung meraih gawainya dan merekam aktivitas sepasang insan tersebut. Buru-buru ia cabut dari apartement sambil merutuki Liona, perempuan yang sudah berani bermain api menjelang hari pernikahannya. William sangat membenci hal ini. Siapa yang menyangka jika Liona tega berbuat demikian.

Willian segera putar haluan menuju rumah. Tak ia pedulikan beberapa orang yang menyapanya dengan ramah, termasuk Meera. Lelaki berhidung mancung itu langsung masuk ke kamar.

CRANG!!!

William meninju cermin di kamarnya hingga pecah tak berbentuk. Melepas segala kesal yang bersarang di dada. Pria itu mengepalkan kedua tangan. Napasnya memburu kencang.

"Sialan kau, Liona!" makinya, lalu menjatuhkan tubuh ke atas ranjang.

Sementara itu, Meera dan beberapa orang lainnya mempertanyakan keadaan William. Sebelumnya ia terlihat ceria dan baik-baik saja.

***

Hari yang ditunggu pun akhirnya tiba. Seluruh keluarga dan tamu undangan sudah berkumpul di tempat. Mereka menampilkan raut bahagia termasuk kedua orang tua William. Anehnya, hanya putra mereka sendirilah yang kelihatan sangar. Tatapan matanya menyiratkan amarah. Hawa mencekam menyelimuti dirinya. Melihat perbedaan yang mencolok dari William, Ditcho langsung menghampiri putra tunggalnya itu.

"Ada masalah?" tanyanya tanpa basa basi.

"I'm fine, Dad,"

"Jangan berbohong!"

"Aku tak apa, sungguh."

Sayup-sayup terdengar huru hara dari depan pertanda rombongan pengantin wanita telah tiba. William menarik kedua sudut bibirnya. Sepasang kakinya melangkah dengan kokoh dan elegan.

Keluarga Morgan mengambil posisi masing-masing. Sementara William berdiri tegak menanti kehadiran Liona di hadapannya. Perempuan itu tampak anggun dengan gaun putih serta mahkota kecil yang bertengger di atas kepalanya. Kalau tidak mengingat bahwa Liona adalah seorang pengkhianat, mungkin saat ini William sudah terbius dengan keindahan serta kemolekan wajahnya.

William mengembangkan senyum palsu. Ketika Liona nyaris sampai di depannya, tiba-tiba saja William menunjuk paras Liona. Mimiknya berubah seram. Mendatangkan kembali hawa mencekam itu.

"Diam di sana!" William menginterupsi.

Seluruh yang berhadir spontan memandang William penuh tanda tanya. Beberapa dari mereka saling lempar pandang lalu berbisik-bisik.

"Aku, William Morgan membatalkan pernikahan dengan Liona Vinch." Dengan suara yang menggelegar William berseru di hadapan banyak orang.

"William, apa yang terjadi denganmu?" Netra Liona membulat kunci. Wajahnya menebal karena dilihat oleh seluruh tamu undangan.

"Hah, kau masih mempertanyakan ada apa denganku? Cih! Jangan pura-pura bodoh, sialan!" William tersulut emosi. Liona benar-benar tak merasa bersalah.

"Cepat lanjutkan acara ini dan jangan mencari masalah!" ucap Liona tak suka.

"Dasar kau perempuan tidak tahu malu!" Pekikan William membuat seluruh orang semakin bertanya-tanya.

Tanpa menunggu lama, Meera spontan mendekati putranya. Ia agak mendongak melihat wajah William yang begitu mirip dengan suaminya.

"Apa yang terjadi?" Mimik Meera khawatir.

"Aku ingin memberitahu kalian semua tentang si jalang ini," seru William.

"Katakan cepat!" Meera mulai terpancing. Ia menganggap jika William terlalu bertele-tele.

Lalu William memutar rekaman yang ia ambil kemarin dan menghubungkannya pada pengeras suara. Orang-orang hanya bisa mendengar tanpa melihat gambar.

"Kuharap kau tak akan mengingkari janjimu, Sayang. Emmmph,"

"Menikah dengan William lalu mengeruk hartanya hingga tak bersisa. Setelah itu kita akan bahagia. Aku tak lupa, kan?"

"Kupegang kata-katamu, mmmmh mhh." Suara desahan mengiringi percakapn dua manusia tersebut.

"Percaya padaku,"

Tut…

Semakin ramai orang berbisik setelah rekaman itu berhenti diputar. Suara Liona dan selingkuhannya terdengar nyaring di seantero gedung. Semuanya memandang Liona penuh kebencian. Beberapa dari mereka menyumpah serapahi wanita murahan itu.

Meera tak dapat menahan kekesalan di hatinya. Ia berjalan ke arah Liona kemudian mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

PLAK!

Sebuah tamparan keras mendarat tepat di pipi Liona.

"Wanita macam apa yang tega bermain gila dengan pria lain menjelang hari pernikahannya?!"

Liona meraba pipinya yang sudah dicap lima jari oleh Meera.

Ditcho menjemput sang istri yang sedang tenggelam di dasar emosi. Ia sama kaget dan kesalnya dengan Liona.

"Tuan Vinch, silahkan bawa putri kurang ajarmu itu pergi dari sini! Kami tidak sudi memiliki menantu pengkhianat seperti dia," seru Ditcho. Buku-buku tangannya perlahan tampak.

"Tidak bisakah kita melanjutkan pernikahan ini? Aku berjanji Liona tak akan berbuat macam-macam lagi," sangkal lelaki berambut klimis itu.

"PERGI!" Ditcho mengeluarkan baritonnya.

"William, maafkan aku. Aku ingin pernikahan ini dilanjutkan." Dengan tak malunya, Liona memeluk tubuh William.

William segera mendorong Liona sampai membuat wanita itu terhuyung ke belakang dan ditangkap oleh Vinch. Ada rasa kekhawatiran tersendiri saat mengetahui bahwa rencananya terbongkar.

William berlari menuju mobil dan membawa benda beroda empat itu melesat jauh. Tak peduli dengan tamu undangan serta kedua orang tuanya. William hanya ingin menenangkan diri sekarang.

Mobil William membelah jalanan kota Jakarta. Tak lupa ia menghubungi teman lamanya yang juga tinggal di sini.

"Ada apa?" Suara berat menyapa.

"Aku ingin menemuimu sekarang,"

"Datanglah ke club,"

"Tunggu aku di sana!"

William memutuskan panggilan dan kembali fokus ke jalanan. Jika tidak memikirkan kedua orang tuanya, pasti ia sudah menabrak apa saja yang saat ini ada di hadapan. Tidak peduli jika nyawanya sendiri yang akan menjadi taruhan. William ingin enyah dari muka bumi ini agar tidak merasakan sakitnya terkhianati.

William langsung beranjak ke ruangan yang di dalamnya sudah terdapat banyak alkohol dan beberapa wanita penghibur. Namun, ia sama sekali tak menghiraukan mereka. Baginya, jalang-jalang itu hanyalah gerombolan kambing yang terkena busung lapar. Tidak menggoda.

"Singkirkan mereka dari pandanganku, Robert." William berbicara pada seseorang yang diteleponnya tadi.

Robert segera manut. Ia memerintahkan perempuan-perempuan itu untuk enyah dari tempat. Setelahnya, Robert mengambil posisi duduk tepat di sebelah William.

"Seluruh penghuni kota Jakarta bahkan Negara ini sudah tahu bahwa William Morgan batal menikah karena dikhianati oleh Liona Vinch." Ucapan Robert membuat telinga lawan bicaranya jadi panas.

"Jangan membahas jalang sialan itu!"

"Wow, Willian. Bukankah ini karma karena kau juga sering bermain jalang?" Robert tegelak puas.

"Jangan mengungkit-ungkit masa lalu,"

"Baiklah. Lalu, apa yang akan kau lakukan sekarang?"

"Aku ingin membalaskan dendamku pada Liona brengsek!"

"Kau bisa membalasnya dengan melakukan hal yang sama. Kau tahu? Aku memiliki kenalan wanita pemain handal. Kau bisa menikmatinya sampai puas. Bonusnya, dia masih virgin." Robert mendekatkan bibirnya ke telinga William.

"Cepat panggil dia sekarang!" William menyilangkan kedua tangan. Ia sudah tidak sabar ingin menyalurkan hasratnya melalui wanita itu.

***

Bersambung

Next chapter