webnovel

Cloud Beside Rainbow

"...jika kau hanyalah sebuah mimpi, aku akan mengatakan. Kau mimpi yang indah, namun menyedihkan. Jika perasaan ini bisa aku kendalikan, aku akan membuang semua penyesalan ku. Mencoba maju selangkah, Kau meraih tangannya dan pergi menjauh, tidak perlu menggambar sebuah garis, kita hanya teman." - IKON 'BEST FRIEND'

Tika_AnugerahD · Teen
Not enough ratings
13 Chs

0.9 Spoiler

Dua pria yang berpawakan hampir sama itu, duduk di tangga jalan utama yang berada tak jauh dari toserba. Ditengah-tengah mereka, dua kaleng soda dan sebungkus sundae menjadi pelengkap pertemuan hari ini. Sudah hampir 10 menit, keduanya tak membuka suara. Sibuk menikmati sosis darah itu, sembari menikmati udara malam.

"Bagaimana kabar kak Eun-Woo?" Ucap Changkyun memecahkan keheningan, keduanya mempunyai sikap yang hampir sama. Dingin dan pendiam, namun dalam berbagai hal yang darurat. Mereka memiliki kesamaan, hingga keduanya bisa akrab.

"Baik, dia sudah mulai bekerja dan melanjutkan kuliahnya." Ujar Wonwoo, sepersekian detik kemudian ia menatap pria di sampingnya.

"Kakakmu? Maksudku, kalian bagaimana?" Lanjutnya,

"Ayah dan Ibuku sudah merelakannya, dia memang harus membayar semuanya atas sikapnya itu. Aku juga merasa lega dengan itu, jujur aku malah tidak enak hati pada kak Eun-Woo." Ungkap Changkyun menerawang jauh pada langit malam, yang kali ini penuh bintang.

Sejak hubungan yang tak baik-baik saja dari kakak sepupu Wonwoo dan kakak lelaki Changkyun, mereka jadi harus ikut terlibat. Eun-Woo selalu mendapat kekerasan dari kekasihnya itu, meski sudah terjadi selama mereka berpacaran. Saling mencintai sebagai alasannya, sehingga Eun-Woo memilih berdiam diri untuk tidak melaporkan kejahatan kekasihnya yang suka memukul dan meminta uang padanya.

Sebagai adik, walaupun hanya sepupu. Wonwoo ingin melindungi perempuan yang tak jauh berbeda dengan kondisinya, hanya saja ia hidup sebatang kara. Mengandalkan pria yang ia cintai, tapi justru menambah beban hidupnya.

Begitu pula Changkyun, ia muak dengan sikap kakaknya yang setiap hari hanya membuat sedih kedua orangtuanya. Ia tak sepenuhnya membenci kakak lelaki yang 3 tahun lebih tua darinya, hanya saja ia ingin merubah kakak lelakinya seperti dulu. Penuh perhatian, lembut dan menjaga ibu dan dirinya. Seiring ia beranjak dewasa, sikapnya jadi bertolak belakang.

Pernah suatu hari kakaknya itu hampir mendekam di penjara, karena berkelahi di sebuah bar yang tanpa ia ketahui siapa korbannya. Sehingga saat orang itu melaporkan, ternyata orang yang dipukulinya adalah putra dari orang paling berpengaruh dan terkaya negeri ini. Membuatnya sulit untuk keluar dari masalah ini, beruntung kakak sepupu Wonwoo yang menyelamatkannya.

Dengan menebus sejumlah banyak uang, akhirnya ia terbebaskan. Ayah dan ibunya berjanji untuk mengembalikan, tapi perempuan itu bagai jelmaan malaikat. Ia tak meminta dikembalikan uangnya, walau ia harus merelakan tabungannya dan meminjam uang.

"Kakak sepupu ku memang terlihat kasihan, tapi kakak laki-laki mu itu yang lebih terlihat kasihan." Ungkap Wonwoo, mengingat kejadian yang menimpa lelaki berengsek itu.

Pada akhirnya pria itu harus mendekam di jeruji besi yang dingin, karena kak Eun-Woo bersedia membuka suara. Mungkin ia mulai lelah dengan ini semua, juga merasa bersalah pada Wonwoo yang telah mempertaruhkan semuanya demi dirinya.

"Ku fikir juga begitu, Kak Chang-Jo adalah orang baik yang terjebak pada lingkungannya. Sejak kecil, kami hidup terlunta-lunta bersama ibu. Karena ayahku pemabuk dan suka bersikap kasar pada ibuku, mungkin itu juga ia jadi begitu." Ujar Changkyun, menarik nafas dalam-dalam.

"Tapi, ia sangat menyayangi ibu. Meski ayahku sudah berubah dan menyesali kesalahannya, kakakku tetap membencinya. Sehingga ia melakukan hal yang di luar nalarnya, aku yakin dia sangat mencintai kak Eun-Woo. Tapi, caranya yang salah." Tambahnya, air mukanya sendu. Berulang kali ia menghembuskan nafas, dengan kepalanya yang ikut tertunduk beberapa kali.

"Setelah lama bertemu, baru kali ini kau bercerita panjang lebar." Miris Wonwoo, senyum miringnya tercipta.

"Kau juga, kau bahkan menghubungiku lebih dulu." Changkyun mengulas senyum simpul, lalu terdiam untuk mengingat sesuatu.

"Oh ya, jadi apa yang ingin kau bicarakan?"

"Kau sudah menanyakannya," Ujar Wonwoo,

"Tentang mereka?" Tebak Changkyun mantap,

Wonwoo mengangguk pasti, alasannya mengajak Changkyun bertemu memang hanya untuk membahas kedua lawan jenis yang percintaannya rumit itu. Tapi pria yang sebayanya itu, sudah menebak lebih dulu. Hal ini lah satu-satunya kesamaan mereka, tanggap akan sesuatu yang berhubungan dengan kakak-kakak mereka.

Pertemuan pertamanya dengan Changkyun, selalu pada situasi seperti itu dan selalu sama setiapkali bertemu. Karena mereka seumuran, jadi mereka bisa akrab dan menjadi teman. Walaupun sedikit canggung di awal, itu juga karena sikap keduanya.

"Bagaimana pekerjaanmu?" Tanya Wonwoo mengalihkan pembicaraan, saat hampir kembali dalam situasi hening.

"Aku menambah pekerjaan ku, sebagai staff bantuan di belakang panggung. Kemarin aku juga sudah mulai bekerja, walaupun hanya festival kampus." Jawab Changkyun,

Changkyun sudah bekerja sejak masuk SMA, jadi melakukan dua pekerjaan sekaligus. Tidak membuatnya kewalahan, justru ia sangat bersemangat. Dengan banyaknya pekerjaan, ia bisa membantu kedua orangtuanya yang hanya penjual makanan kaki lima.

"Aku juga pergi kesana, di kampus mana?" Ucap Wonwoo, teringat pernah pergi ke acara yang membuatnya jatuh hati pada gadis berkacamata itu.

"Universitas Dongguk,"

"Benar, kenapa kita tak berjumpa?"

"Banyak orang disana, jadi saling bertemu itu hanya kemungkinan kecil. Tapi, bagaimana seorang murid SMA bisa masuk?"

"Aku pergi dengan temanku, dia mendapat tiket gratis dari senior kami yang juga salah satu anggota band yang mengisi acara itu."

"Siapa? Myday band?" Seru Changkyun, memasang ekspresi terkejut.

"Kang Young-Hyun." Tukas Wonwoo,

"Heol, daebak. Aku hanya sekali melihat dan mengaguminya, tapi kalian malah satu sekolah. Sekolah kalian memang terbaik, berbeda dengan sekolahku yang tak punya artis sama sekali." Sesal Changkyun, wajahnya juga berubah kecewa.

"Itu bukan hal yang membanggakan," Sarkas Wonwoo, jujur ia malah tak suka dengan fakta itu.

"Kenapa?" Kedua alis Changkyun terangkat,

"Temanku adalah gadis yang kusukai, dan senior itu juga menyukainya."

"Plot twist sekali kisahmu, kesimpulannya kau cemburu padanya?" Goda Changkyun, kedua alisnya naik turun seraya membentuk seringaian di ujung bibirnya.

"Kau tidak berpengalaman, jadi kau tidak tahu." Cela Wonwoo, Changkyun mencebik.

"Cih! Ada gadis yang kusuka juga, hanya saja dia lebih tua dariku."

"Benarkah? Wah, kau punya selera yang tinggi ternyata."

"Kau mengejekku? Dia memang lebih tua, tapi dia sangat manis dan imut. Jika kau bertemu dengannya, hanya saja aku mengacaukan pertemuan pertama kami."

Ekspresi Changkyun berubah serius, diusapnya hidung berjembatan tingginya itu. Menatap lurus jalanan gelap, yang hanya samar-samar di sinari lampu kuning tepian jalan. Menceritakan hal ini, membuatnya teringat kejadian lampau dan gadis yang berambut sebahu itu.

"Aku merusak ponselnya, aku ingin mengganti rugi. Tapi dia menolak, dan setiap aku kembali ke sana. Aku tak bisa menemuinya, aku tak tahu nama dan jurusannya."

"Kau pasti akan menemukannya, pria seperti mu ternyata bisa jatuh cinta pada pandangan pertama." Ujar Wonwoo, mencemooh pria yang menatap dengan mata berkilat.

"Benar-benar kau ini," Umpat Changkyun,

Wonwoo tertawa puas, kedua pipinya membusung hingga deretan giginya terlihat. Menggoda Changkyun ternyata semenyenangkan ini, sama seperti mengganggu Soon-Young. Yang membuat keduanya berbeda, pria bermata sipit itu tidak akan mau mengalah setelahnya. Sedangkan pria yang bagai cerminan dirinya, pasrah saja pada gurauannya.

Malam itu mereka habiskan untuk berbincang banyak hal, tak tau arah pembicaraannya. Mengalir saja, membuka topik baru. Jika, di rasa salah satu dari mereka mulai diam. Mungkin begitulah cara dua orang bersifat sama dalam satu interaksi, setidaknya ada bahan pembicaraan untuk keduanya agar tak terlihat canggung.

***

Tempat daur ulang sampah, dekat gudang belakang yang tak terpakai. Menjadi alur tempat dua murid lawan jenis, yang tengah bertemu. Bertatap muka, si gadis menatap lama lawan bicaranya. Menunggu waktu untuk di sela, namun pria yang di tatap tak menggubris. Menghindari tatapan, pria itu terlihat mulai bosan dengan suasana ini.

Mata rubahnya berkeliling, berdirinya tak lagi tegak. Satu kakinya ia condongkan kedepan, menumpu kaki lainnya. Ia lelah berdiri, tapi gadis yang mengajaknya bertemu di tempat ini tak kunjung buka suara.

"Waktuku tidak banyak, cepat katakan." Desak pria bermata rubah itu yang juga idola sekolah, Kang Young-Hyun.

"Tenanglah, dia masih ada bimbingan belajar." Da-Hyun menyeringai,

"Maksudmu?" Tanya Young-Hyun memastikan,

"Geu-Reum, kau ingin menemuinya dan kau menyukai gadis itu kan?" Jelas Da-Hyun masih dengan seringaian, Young-Hyun tertawa keras tak sampai mata.

Gadis ini, apa dia selalu mencari tahu hingga hal paling privasi.

"Kenapa? Kau salah menganggapku lemah, aku punya banyak cara untuk itu." Lanjut Da-Hyun, kali ini ekspresinya tumpul bersamaan dengan rahang tegas pria itu mengeras.

"Dan salah menganggapku akan terpengaruh," Ujar Young-Hyun tajam,

"Aku punya rahasia besar tentang gadis itu, apa akan menarik. Jika itu ku bongkar di depan orang banyak," Ancam Da-Hyun, pria di depannya menunjukkan teror di wajah kotaknya.

"Lakukan, jika kau tak ingin hal itu berbalik padamu." Balas Young-Hyun menantang, lalu berbalik badan untuk meninggalkan tempat dan gadis yang selalu mengikut campuri urusannya.

"Mengapa kau sangat menyukainya?" Ucap Da-Hyun meninggi, namun terdengar gemetar. Ia tak lagi bisa menahan isakannya, bulir air matanya jatuh dari pelupuk.

"Dengar, itu bukan urusanmu. Bisakah kau tak lagi menggangguku?"

Young-Hyun memangkas jarak, kali ini air mukanya gelap. Mata sayu yang selalu terlihat lembut di setiap tatapannya, membentuk kilatan tajam. Menyudutkan Da-Hyun dengan Death glare-nya, gadis itu menciut.

"Aku bohong, aku membohongi mu. Aku berbohong, jika aku membencimu. Aku masih mencintaimu, aku ingin kita kembali seperti dulu dan aku berjanji akan berubah." Ungkap Da-Hyun tak lagi gentar, pada tatapan tajam mata rubah Young-Hyun. Ia lelah berpura-pura, selama ini ia yang selalu mendapat kesakitan di hatinya.

"Sayangnya aku tidak ingin, aku menyukai gadis itu. Dan aku akan melindunginya, dari akal busuk mu." Ucap Young-Hyun sebagai penutup, rahangnya mengeras sesekali suara gertakan dari gigi-giginya terdengar.

Ia begitu tak menyukai gadis ini, bukan membenci. Hanya saja, tak sepaham dengan jalan pikiran gadis yang telah menjadi kenangannya. Dulu memang ia kesulitan untuk melupakannya, namun seiring berjalannya waktu. Ia bisa benar-benar bangkit, lupa akan masa indah itu. Terlebih sikap nya yang makin menjadi-jadi setiap harinya, ia risih.

Maaf, aku tidak tahu apa yang terjadi padaku. Tapi, hatiku belum bisa menerimamu lagi. - Batin Young-Hyun sebelum hilang di persimpangan, berbelok arah menuju kelasnya.

Dengan masih sesegukan Da-Hyun tak berniat mengikuti langkah Young-Hyun, yang telah tak terlihat punggung tegapnya. Wajahnya merah, air mata telah membanjiri pipinya. Tak peduli lagi pada riasannya, bahkan suara bel masuk tak ia gubris. Saat ini yang ia inginkan adalah melarikan diri, mungkin menghilang dari dunia ini adalah jalan terbaik.

Tapi ia tak sebodoh itu, jalan pikirannya masih waras. Tak ingin mengakhirinya begitu saja, itu sama halnya dengan ia mengakui kekalahan. Itu tak boleh terjadi, ia tak ingin kalah untuk yang kedua kalinya.

Pria itu harus merasakan apa yang ia rasakan juga, bermain licik lah jalan terakhir. Ia tak pernah seperti ini, jika bukan karena lelaki angkuh yang masih sangat ia cintai itu. Ia tak akan begini, persetan dengan pandangan orang lain terhadapnya dan juga mantan kekasihnya itu.

Ujung bibirnya tertarik kemudian, mata yang bergenang air mata itu menatap kosong. Diusapnya kasar air mata yang masih bersisa, bibirnya merapalkan isi kepalanya.

"Jika itu mau mu, akan aku lakukan." Ucap Da-Hyun dengan seringaian yang makin meninggi,

Geu-Reum sangat bersemangat kali ini, hingga ia datang lebih awal daripada kelima kawan lelakinya. Pasalnya hari ini adalah hari perencanaan mengumpulkan kembali sahabat-sahabat mereka, idenya dan Han-Bin. Beruntung hari ini tak ada bimbingan belajar, dan ia juga sudah jarang ikut ekstra. Mungkin ia akan mengundurkan diri, itu juga bukan keahliannya.

"Geu-Reum," Suara Jin-Hwan tertangkap inderanya, ia kenal betul suara pria yang di juluki peri 13cm itu.

"Kalian sudah datang," Sambut Geu-Reum, melempar senyum pada kelima pria yang berjalan seirama bak model.

"Kita mau kemana? Apa di sekitar sini ada Arcade?" Cerocos Junhoe yang tak sabaran, gadis itu membohongi Junhoe dengan akan pergi ke tempat favoritnya agar ia mau ikut.

"Ada makanan kan?" Kali ini Ji-Won yang mengajukan pertanyaan,

Selanjutnya Jin-Hwan, Chanwoo dan Dong-Hyuk yang melempar pertanyaan masih dengan kebohongan yang di janjikan. Salahkan Geu-Reum yang telah membohongi mereka, jika tidak seperti itu mereka juga tidak akan datang.

"Diam dan ikuti saja, semua yang kalian inginkan ada disana." Ucap Geu-Reum meyakinkan, pria-pria itu saling memandang tak lagi protes dan mengikuti gadis yang sok misterius itu.

Di gudang bawah tanah, Han-Bin dan Yunhyeong tengah merubahnya dengan berbagai pernak-pernik pesta. Sebenarnya ini sedikit berlebihan, tapi ini semua ide Yunhyeong. Han-Bin tak enak hati untuk menolak, dan berakhir ikut saja. Selagi kawannya itu senang, dan rencana ini berjalan lancar.

"Kau yakin mereka akan datang?" Ujar Yunhyeong khawatir, ia sudah tahu acara apa yang akan diadakan hari ini.

Awalnya Han-Bin ragu untuk menyampaikan, tapi diluar dugaannya. Yunhyeong dengan tenang menerimanya, kawan satunya ini memang bisa diandalkan. Walau narsis dan cerewet, ia bisa bersikap bijaksana. Bahkan ia yang sangat antusias, sehingga gudang ini telah berubah seperti discotic.

"Tenang saja, percayakan pada Geu-Reum." Han-Bin menenangkan,

"Akan ku coba, ini benar-benar membuatku gugup." Ujar Yunhyeong dengan menggoyangkan bahunya, seulas senyum mewarnai wajah Han-Bin.

"Kenapa ke tempat ini?" Protes Jin-Hwan lebih dulu, saat mereka sampai tujuan. Lainnya juga menyetujui, apa yang akan mereka lakukan disini?

"Teman-teman, ku mohon untuk kali ini saja." Pinta Geu-Reum memelas, kelimanya masih dalam mode linglung.

Hanya saling memandang satu sama lain, sampai disini mereka sudah paham. Kecuali Chanwoo yang masih berdiam diri, hanya ikut menatap saat yang lain melayangkan tatapan. Ini semua sudah direncanakan, dan mereka yakin di dalam juga ada dua orang yang mereka hindari beberapa minggu ini.

"Baiklah, cepat masuk dan segera selesaikan ini." Ucap Jin-Hwan yang telah mendahului, memimpin yang lain. Geu-Reum mengulum senyum, semoga rencananya berhasil.

Hening lagi-lagi mengudara, situasi canggung dalam ruangan yang tak berventilasi. Dingin yang menyerang, tercipta dari pintu gudang yang tak di tutup rapat. Chanwoo yang terakhir masuk, sengaja tak menutupnya. Ia lebih dulu terkejut akan sambutan dua pria yang lama tak ia jumpai, yang juga baru memahami di balik datangnya mereka kesini.

"Sudah lama tidak bertemu," Ucap Yunhyeong basa-basi, mereka berteman sangat lama. Tapi, mengapa secanggung ini?

Mata sayu Han-Bin menangkap sikap dingin kelima lelaki, yang enggan menjawab ataupun menatap. Sudah hampir 15 menit mereka berdiam diri, sejak kedatangan mereka.

"Maaf, maaf atas keegoisanku." Tandas Han-Bin tak ingin berlama-lama, lagi-lagi ekpresi mereka tumpul.

"Aku tahu, kalian membenciku. Tapi jangan mendiamiku, cukup dengan tak menyukaiku saja." Han-Bin mulai terbawa emosi,

Geu-Reum menatap Han-Bin, bola matanya bergerak gusar. Ia mengambil duduk jauh dari lelaki yang tengah tertunduk itu, mengantisipasi hal seperti ini. Jika ia disebelahnya, mungkin ia sudah merangkulnya.

"Kenapa baru sekarang?" Seru Jin-Hwan, tubuhnya menegak bersamaan dengan perubahan warna di wajahnya.

"Kenapa kau baru menyadarinya sekarang?" Tambah pria bertubuh kecil itu, kedua matanya ia paksa untuk menatap Han-Bin yang juga tengah menatapnya.

"Menyadari apa? Dia bahkan hanya mengatakan separuh dari kesalahannya," Sahut Ji-Won, kepalanya setengah menyembul dari balik tubuh Junhoe yang menutupinya.

"Katakan, apa yang belum ku sebut?" Tanya Han-Bin sedikit menaikkan intonasi bicaranya, menahan sesak di dadanya.

"Sebutkan alasanmu memilih senior itu dibandingkan kita," Tandas Dong-Hyuk ikut bergabung dalam pembicaraan yang makin menegang itu,

"Kau juga Yunhyeong." Yang disebut namanya tersentak, matanya ikut membulat.

"Kalian ini, aku hanya mengaguminya saja. Jika kalian iri pada ku, kalian bisa dekat dengannya juga." Ujar Yunhyeong berapi-api, namun menciut kemudian. Saat semua mata memandangnya, dengan teror menyalip di wajah mereka.

"Aku menyukainya,"

Han-Bin menyela tiba-tiba, ekspresinya menyala setelah rahangnya mengatup rapat. Berbeda dengan ketujuh makhluk yang memandanginya, tak bergeming.

Sudut bibir Geu-Reum bergetar, matanya memanas. Pernyataan Han-Bin yang baru saja terlontar, seperti petir di siang hari. Menahan tangisnya dengan menggigit bibir bawahnya, menatap langit-langit agar air matanya terjatuh.

Mengapa dia, kenapa Han-Bin?

"Sudah ku tebak, Han-Bin! Dia bukan gadis yang baik, dia-" Timpal Junhoe, tapi terputus.

Seperti yang selalu terjadi, seakan ia bisa membaca masa depan. Setiap hal yang tengah ia pikirkan tentang seseorang, pasti akan terjadi. Mungkin kebetulan, atau memang ia punya kelebihan itu.

"Iya, aku tahu. Jangan katakan lagi, aku ingin tahu dengan mata kepalaku sendiri. Ku mohon pada kalian untuk tutup mata, aku bahagia melihat kalian bahagia. Jadi, ijinkan aku bahagia juga." Ungkap Han-Bin, tak lagi ada yang mau menambahi.

Bahkan Yunhyeong bungkam, selama ini ia tak menyadari hati kawannya itu. Ia yang terlalu percaya diri, jika senior itu yang menyukainya. Padahal sahabatnya sendiri, menyukai gadis ideal sejuta umat itu. Rasanya seperti merebut dari teman sendiri, tapi kenapa dia tak mengatakan yang sejujurnya.

"Han-Bin," Panggil Chanwoo, ia memilih diam sejak tadi. Selama ini juga ia hanya menjadi yang netral, berada ditengah-tengah. Tapi melihat Han-Bin, ingin ia menghentikan pria itu.

"Aku tidak akan memiliki hubungan istimewa dengannya, karena ini masih cinta sepihak. Hanya saja, jika kalian membiarkanku. Aku akan berusaha keras,"

Han-Bin tak bisa menahannya lagi, ini adalah waktu yang tepat untuk mengungkapkan. Tak akan ia biarkan bersisa, biarlah mereka akan merespon seperti apa. Ia ingin semua nya jelas, dan mereka kembali seperti dulu lagi. Harus ada salah satu yang mengalah, jika suatu hubungan ingin terus berjalan. Begitu kata paman Yang Hyun-Suk, yang masih terngiang-ngiang di kepalanya.

"Maaf, kami hanya memikirkan diri kami sendiri. Tak memikirkan perasaanmu, kita berteman bukan berarti hidup kita harus sama dengan pemikiran yang lain." Sesal Jin-Hwan oada akhirnya, pertahanan diri atas keegoisannya runtuh. Ia sudah bertindak terlalu jauh, tanpa melihat akibatnya.

"Itu terserah padamu, sekarang kami menyadari kesalahan dari ini semua." Ucap Chanwoo menengahi, agar tak menambah panjang masalah ini.

Keenam lainnya diam, menyetujui ucapan pria yang biasanya menghindari hal-hal yang serius dan lebih memilih bermain game.

"Teman-teman haruskah kita berpelukan, ini membuatku terharu. Aku merindukan kalian," Ujar Yunhyeong mencairkan suasana, situasinya juga sudah mulai membaik.

"Kita kan laki-laki, mana mungkin saling berpelukan?" Protes Junhoe yang lebih dulu menghindar, saat menyadari bahaya mengancam. Dimana Yunhyeong yang duduk disebelahnya hampir memeluknya, ia bergidik ngeri.

"Memang kenapa? Kita dulu bahkan sering mandi bersama," Goda Yunhyeong, makin menyelipkan tangan dan kepalanya ke tubuh Junhoe hingga pria bertubuh kokoh itu ambruk kebelakang.

Melihat pertengkaran mereka, tawa penghuni gudang mengisi atmosfer tempat yang mulai menghangat. Pintu juga sudah Ji-Won tutup saat ia mulai kedinginan, dan menyadari penyebab udara dingin itu bisa masuk.

Kehangatan itu akhirnya kembali, persahabatan yang telah lama di bangun tak akan secepat itu hancur. Bagaimana pun lika-likunya, hati mereka yang akan mempersatukan. Kekuatan dari persahabatan, janji sahabat untuk selalu bersama.

Jika semudah ini meminta maaf, mengapa dari dulu tak melakukannya. Mengucap maaf tak akan membuat kalah, orang yang lebih dulu meminta maaf berarti dia berada lebih atas. Sedangkan yang memaafkan, tak akan menjadi rendah. Jadi saling menyadari kesalahan masing-masing, tidak ada ruginya.

Para pria masih saling bersenda gurau, melempar lelucon, mengejek atau pun betingkah konyol. Suatu hiburan tersendiri untuk mereka, seakan menciptakan dunia mereka sendiri. Bagai sebuah pertemuan pada teman lama, suasana seperti ini sangat mereka rindukan.

Tidak dengan satu-satunya gadis, di tengah-tengah mereka. Geu-Reum tak ikut tertawa, walaupun di depannya tersaji lawakan khas perkumpulan pria-pria itu. Bahkan mereka bisa debut menjadi pelawak, terutama Junhoe.

Beberapa kali pria yang paling tinggi diantara ketujuh pria itu, banyak melontarkan celetukan candaannya dan melakukan komedi fisik. Jin-Hwan dan Yunhyeong juga menjadi bahan candaan mereka, meski begitu keduanya tak marah. Justru menimpali, hingga mereka makin gaduh. Mungkin paman Yang akan datang dan marah pada mereka, jika rumah besar ini tak kedap suara.

Pikirannya masih pada ungkapan hati Han-Bin, perasaannya pada senior cantik yang sangat ia tak sukai. Banyak gadis diluar sana, lebih cantik dan mungkin mendekati idealnya. Tapi mengapa harus gadis itu, atau bukan Geu-Reum saja. Maka sikap manis dan perhatian Han-Bin, hanyalah perlakuan antar sahabat.

Ia hanya terbawa perasaan, lagi-lagi ia yang hanya memimpikan bulan. Harusnya ia juga sadar itu, mana mungkin Han-Bin akan menyukai gadis biasa sepertinya. Sejak kecil, Han-Bin hanya menjadi pelindung dan teman bermainnya. Selebihnya, itu adalah sikap lelaki sejati yang sepenuhnya akan ia tunjukkan pada gadis yang ia cintai.

Apa harus ku sudahi ini? Hanya petunjuk yang sedikit demi sedikit muncul, makin membuatku gugur. Bukan sehari aku mengenalnya, bertahun-tahun hingga tumbuh bersama. Aku mengenal baik dirinya, kami saling mengenal satu sama lain. Tidak peduli ucapan orang lain, kami dekat dan kami sahabat. Tapi, aku mencintainya lebih dari sahabat.

Isi otaknya penuh dilema, apa yang berputar di kepalanya juga berhubungan dengan hatinya. Jika ia punya keberanian, sudah lama ia akan mengungkapkan. Bukan hanya menulis di buku harian, yang sekarang entah kemana buku itu. Dan hal ini tak akan terjadi, benar atau salah. Han-Bin bisa menimang jawabannya, mungkin cinta monyetnya tak sepenuhnya bertepuk sebelah tangan.

Di sebelahnya, Dong-Hyuk memerhatikan air muka Geu-Reum yang gelap dengan tatapan kosongnya. Biasanya ia yang mudah tertawa, jika kelakuan anak TK mereka muncul. Otaknya berputar, ia jadi teringat tatapan mata tajam Geu-Reum saat pertama kali bertemu Da-Hyun.

Meski ia tak pernah jatuh cinta, atau bisa membaca pikiran seperti Junhoe. Ia bisa melihat ekspresi, dan ia yakin Geu-Reum terganggu dengan kehadiran senior itu. Jika alasannya ia benci Da-Hyun, tak mungkin sejelas dan selama ini. Ia juga tak suka senior itu, tapi ia bisa memakluminya dan bisa membuka hatinya sedikit demi Han-Bin. Pikirannya tertuju pada kata lain, Geu-Reum menyukai Han-Bin.

***