1 Satu

Hai! Aku Lexie! Lexie Brown. Kau bisa memanggilku Lexie, atau Brown, atau Lex. Teman-temanku biasa memanggilku Lex. Dan dalam beberapa kondisi, mereka memanggilku dengan sebutan 'That Girl.' Aku tidak mengeluh untuk itu.

Aku pindah dari Washington ke Bowling Green, Kentucky, karena ibuku mendapatkan pekerjaan impiannya menjadi seorang perancang busana di rumah bridal yang ada di pusat kota Bowling Green. Sebenarnya ayahku tidak senang dengan ide pindah ke Bowling Green. Terlebih, aku sangat senang tinggal di Washington. Tapi mum meyakinkan dad dengan sangat baik. Jadi, di sini lah kami sekarang. Berdiri di depan sebuah rumah dua lantai dengan dinding luar berwarna merah dan putih. Aku mengeluh di dalam hati, tidak ingin tahu seperti apa warna dinding bagian dalamnya. Dad sudah mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk membeli dan merenovasi rumah ini.

Ayahku Carlo, seorang Angkatan Udara. Setiap dua tahun sekali dia akan mendapatkan surat untuk bertugas di kota yang berbeda. Ini membuat kami sekeluarga menjadi nomaden. Dan itu lah alasan mengapa teman-teman sekolahku memanggilku dengan sebutan 'That Girl.'

Hari pertama masuk sekolah... Warren East High School.

Ugh! Aku memandang bangunan di hadapanku yang didominasi warna biru dan putih. Ini terlihat seperti sekolah pada umumnya, dan sekolah ini terlihat jauh lebih hijau dibandingkan sekolah terakhirku di Washington. Banyak pepohonan tinggi dan besar mengelilingi sekolah ini. Aku penasaran, seperti apa bagian dalamnya.

Bunyi pintu mobil yang ditutup membuatku berbalik dan mendapati mum sedang tersenyum lebar padaku. Wajahnya bersinar seperti pohon natal. Aku tidak perlu menanyakan alasannya. Mum pasti sedang berusaha meyakinkanku dan juga dirinya sendiri bahwa semuanya akan berjalan baik-baik saja hari ini.

Yeah, tentu. Karena bukan mum yang harus berdiri di depan kelas tersenyum seperti idiot sambil memperkenalkan diri. Bukan mum yang harus memasang senyuman bodoh atau tertawa hambar saat setiap orang di dalam sekolah memanggilnya dengan sebutan, "hey, New Girl!"

Itu aku!

"Apa lagi yang kau tunggu, Sayang?"  Mum berjalan menghampiriku. Hari ini dia tampil cantik seperti biasa. Mum selalu tampil cantik dan luar biasa dengan rambut pirang panjangnya, dengan kulit berwarna seperti madu, dan juga bola mata berwarna kecokelatan. Kurasa, ibuku dilahirkan untuk menjadi seorang model. Seperti model pakaian dalam.

Pagi ini dia mengenakan gaun denim selutut favoritnya, dan rambut pirangnya diikat ekor kuda. Satu tangannya memeluk pinggangku dan bibirnya mengecup kedua pipiku, disaat banyak orang berlalu-lalang.

Ugh! Thanks, mum!

Mum mengantarku sampai depan ruang tata usaha untuk memastikan aku mendapatkan kelas dan absensi harian dan juga peta sekolah. Wakil kepala sekolah, Mrs. Amber, dengan baik hati mengantarku sampai depan kelas baruku.

Guru matematikaku, Mr. Ben, adalah pria yang baik. Usianya mungkin akhir dua puluh. Dia berkulit putih, tinggi, dan rambutnya sedikit panjang menyentuh lehernya. Rambutnya berwarna cokelat. Dia menerima kertas absen milikku dan memintaku untuk duduk. Satu hal yang aku suka darinya, dia tidak memajangku di depan kelas, atau memintaku untuk menyebutkan namaku keras-keras di depan teman-temanku. Sejauh ini, dia guru favoritku!

Aku mengambil tempat duduk di deretan paling belakang, berusaha mengabaikan tatapan penuh rasa ingin tahu yang dilayangkan oleh teman-teman sekelasku. Aku berharap mereka berhenti menatapku seperti itu.

Aku berhasil menjadi si anak baru yang tidak menonjol di dalam kelas matematika, hingga saat bel istirahat berbunyi. Seseorang menepuk pundakku kelewat bersemangat saat aku menutup pintu kelas, menjadi yang terakhir yang keluar dari dalam kelas.

"Hey! Kau pasti si anak baru itu!"  Oke! Ini dia...

Aku mencoba memasang wajah ramah dan memaksakan diri untuk tersenyum. Cowok di depanku bertubuh tinggi dan berkulit tan. Warna giginya yang terlalu putih sedikit mengganggu kedua mataku, membuatku harus mengambil sedikit jarak darinya.

"Hey! Yah, kau benar. Aku si anak baru itu..."  Kami berdua sama-sama tertawa, meskipun tawa yang beda.

"Jadi, aku Stanley. Kau pasti akan mengingatku. Aku kompas, peta, dan teropong di sekolah ini. Dan, oh! Jangan lupakan tentang pesta. Mereka menyebutku sebagai ahlinya."

Ugh! Satu hal yang paling kubenci adalah pesta. Aku tidak pernah datang ke pesta yang dibuat oleh teman-teman sekolahku karena bagiku itu hal yang sangat merepotkan. Aku lebih memilih untuk mengunci diri di dalam kamar, tenggelam dalam novel-novel tebal favoritku. Dan lagipula, mum benci sekali gadis-gadis yang gemar berpesta.

"Oke. Jadi, Stanley. Kompas, peta, teropong di sekolah ini. Tambahan lainnya, pesta."  Aku menganggukkan kepala, masih mempertahankan senyuman di wajah. Kedua tanganku menyangga tali ranselku di pundak.

Stanley tersenyum lebih cerah dari sebelumnya. Segera saja aku tahu dia tipikal teman yang merepotkan. Dia terus menbuntutiku selama sehari penuh, seperti anak anjing yang mengekor pada induknya. Dia menemaniku ke ruang tata usaha saat bel pulang berbunyi untuk mengembalikan absensi harian milikku dan juga peta sekolah. Dia masih mengikutiku hingga ke halaman depan saat aku menunggu mum datang.

Stanley terus bicara, mulai dari hal-hal remeh yang ada di dalam hidupnya seperti jaket barunya yang terkena muntahan hewan peliharannya, hingga ke hal-hal yang sangat tidak bermanfaat seperti siapa saja gadis-gadis yang rutin datang ke pestanya. Aku hanya menanggapinya sesekali dengan "hmm" atau "yeah, aku setuju denganmu."

Sebuah sedan berwarna silver berhenti di depan kami dengan tiba-tiba. Stanley menarik retsleting jaketnya dan menyampirkan tali ranselnya ke pundak. Dia berbalik untuk melihatku. "Teman-temanku sudah datang. Aku harus pergi,"  kemudian dia melambai dan menambahkan, "kau harus datang ke pestaku kapan-kapan. Kau pasti akan menyukainya!"

Stanley membuka pintu pengemudi sedan silver tersebut untuk bertukar tempat dengan temannya. Itu lah saat pertama kali aku melihatnya. Melihat Kevin Scott, cowok bertubuh tinggi dengan kulit putih dan rambut berwarna hitam, dengan kedua bola mata berwarna sangat hitam.

avataravatar
Next chapter