webnovel

Bab 1: Marie's Dairy

"Memimpikan hal yang sama berulang-ulang kali, apa artinya?"

"Entahlah. Kata orang, kau sedang dicari sama orang yang ada di mimpimu."

"Tapi yang kumimpikan bukan manusia, seperti galaksi di luar angkasa, tapi bentuknya bukan spiral, bukan bergerak menuju pusat tapi ke luar, seperti ombak laut. Aku tertidur jam 2 pagi dan terbangun jam 3 karena mimpi itu terjadi terus menerus selama 5 hari."

Natalia Barnabas menunjuk wajahnya.

"Lihat wajahku, kata pak produser, aku mirip orang mau mati," katanya.

"Mau coba ke dukun?"

Yahya Adi mencoba memberikan saran, dia agak kasihan melihat wajah teman seperjuangannya, Natalia, yang sedang menderita insomnia karena mimpi buruk yang terjadi terus menerus selama 5 hari. Kantung matanya menghitam, sclera matanya memerah, dan nafasnya terengah-engah karena kelelahan.

"Wajah cantiknya rusak gara-gara kantung matanya makin parah, kulitnya juga makin kusam," gumam Yahya.

"Dukun? Sekarang tahun 2035 kau sarankan aku pakai dukun?" Natalia membuat pertanyaan untuk menolak.

"Siapa lagi? Psikiater? Kau mau dianggap gila?"

"Gak semua orang ke psikiater gila, kalau bukan penyakit kejiwaan, ya cuma konsul doang."

"Tentang apa?"

"Penyakit kejiwaan."

Yahya meminum air dari botolnya, "Itu tahu."

"Haah," Natalia menghela nafas.

"Aku gak punya uang. Sisa uangku cukup buat makan siang tadi, maunya dibuat sarapan juga buat besok, tapi sama Niar malah dicomot sepotong. Temen-temen juga ikut-ikutan comot sepotong sampe abis."

Kruyuk

Yahya mengernyitkan dahinya sambil melirik perut Natalia, dia malu karena perutnya berbunyi keras.

"Aku belikan makanan cukup buat besok? Lusa gajian kan?"

"Harusnya sih, tapi karena pembaca di novelku kurang dari tiga digit, gajiku paling cuma 24 ribu."

Yahya membuka situs novel online dari ponselnya, lalu membuka novel milik Natalia. Pembacanya hanya 93, meningkat sebanyak 61 dari bulan lalu, bayarannya per pembaca adalah 1000 rupiah. Itu berarti, gaji Natalia besok lusa hanyalah 61 ribu rupiah.

"Uang segitu makan sekali doang dapet apa? Nasi sama tempe doang? Ditabur garem? Kalau bener gitu, paling tidak dia bisa hidup 7 hari." Gumam Yahya.

"Um, pembacamu lumayan agak banyak ya. Naik jadi 93."

Yahya mencoba menghibur Natalia, dibalas dengan decihan.

"Cih, 61 ribu. Uang segitu buat makan dua kali sehari cuma bisa bertahan seminggu."

Yahya merasa tidak enak.

"Tapi tenang saja, aku punya air bersih dan garam di rumah. Api juga ada. Aku bisa bertahan sebulan dengan 61 ribu," kata Natalia sambil meletakkan wajah di meja.

"Ayo ikut," Yahya berdiri, dia memasukkan ponsel ke dalam sakunya.

"Ke mana?" 

"Beli cilok, aku traktir," jawabnya.

"Benar? Kamu traktir?" Natalia sumringah.

"Iya, ayo buruan."

Natalia mengekor Yahya, berjalan turun dari lobi gedung perusahaan Domestika, sebuah perusahaan yang menjual novel di platform online, tempat Natalia dan Yahya bekerja.

Alasan mengapa novel Natalia begitu sepi, adalah karena dia tidak menikmatinya. Dia adalah penulis genre thriller, horror yang penuh ketegangan, aksi, darah, kekerasan, dan tentu saja sadis. Novel thriller yang diterbitkannya di Watty tembus hingga 43 juta jumlah baca, karena kontennya begitu vulgar dan tanpa sensor sama sekali. Ada banyak gambar ilustrasi yang membuat novelnya semakin menegangkan, Natalia bahkan merekam suara monster lalu mengunggahnya di Stormcloud untuk didengarkan oleh pembacanya.

Namun sayang, Watty tidak menyediakan fitur agar penulis mampu menghasilkan uang.

Novel yang ditulis Natalia saat ini, adalah novel romantis percintaan manusia muda umur 20 dengan duda tampan kaya raya berumur 32 tahun. Genre yang seharusnya banyak sekali peminatnya itu ternyata sepi pembaca.

Kenapa?

"Aku tidak bisa menulis cerita romantis. Aku, aku gak tahu caranya. Aku gak pernah tahu caranya. Aku cuma belajar dari novel romantis yang sudah terkenal, tapi tidak bisa kuresap," kata Natalia sambil memakan cilok tanpa bumbunya dengan tusuk gigi, lalu mengikatnya kembali untuk dimakan besok pagi.

"Aku sudah katakan padamu, Natalia. Berikan mereka adegan seksual, itu yang mereka inginkan. Buat Freydis, gadis pemalu yang pasrah dengan segala nafsu Yuvar, lalu buat Yuvar pria kuat tak terkalahkan di seluruh daratan Islandia," kata Yahya merespon Natalia.

"Nggak, itu aku gak bisa dan gak mau. Sudah kucoba, tapi kacau balau. Aku tidak bisa menjelaskan di novelku, tentang mereka berdua melakukan adegan seksual."

"Mereka hanya per-"

"Ini bukan genreku, Yahya. Aku serius. Tapi produser memaksaku menulis romantis, jika tidak, aku akan …" Natalia meletakkan jari di lehernya.

"… banished," lanjutnya.

(Dibuang)

Yahya diam, dia memang benar. Pernah sekali Natalia menulis tentang adegan seksual, tapi hasilnya buruk. Dia tidak mengerti dialog ketika dua orang melaukan hubungan intim, tidak memiliki tahap, Yuvar hanya memasukkan kelaminnya, setelah itu dia mengeluarkan spermanya di dalam tanpa Freydis melakukan apapun.

Yahya tidak bisa berbuat banyak, kecuali hanya cilok seharga 3000 rupiah.

"Jam berapa ini?" Natalia membuka ponselnya.

"Wah, aku harus pulang. Yahya, makasih ciloknya, aku pulang dulu," katanya sambil berdiri.

"Iya, hati-hati, Natalia."

Natalia berjalan menuju rumahnya yang sebenarnya tidak bisa disebut rumah. Dia tidak memiliki satu gedung atau satu ruangan untuknya, dia hidup bersama seorang wanita gelandangan di sebuah tenda di pinggir jalan.

Namanya Rina Muwana, dia wanita berumur 52 tahun yang ditendang dari rumahnya karena ketahuan hamil di luar nikah, lalu diputusi pacarnya setelah dia memberikan uang beberapa juta kepada Rina, dia dikutuk oleh orang-orang di sekitarnya setelah menggugurkan kandungannya dengan aborsi.

Kini, dia hidup di jalan Pandjaitan nomor 21, di sebuah gang antara gedung farmasi Chemistra Pharmaceutical Inc. dan restoran Glorias.

"Kenapa tinggal di sini, Rina?" tanya Natalia ketika dia ikut menumpang setelah nyaris diperkosa beberapa lelaki waktu tengah malam.

Waktu itu, dia masih baru di kota Jakarta, jalan Kertasono berada di dekat Menteng.

"Di sini nyaman, aku bisa dapat makanan sisa dari restoran sebelah. Tempat sampah mereka adalah kulkas makananku," jawabnya sambil memakan potongan daging sisa yang telah dicuci dengan air.

"Walaupun hambar setelah dicuci, paling tidak aku bisa makan sekali sehari setelah restorannya tutup," lanjutnya.

"Pasti berat," kata Natalia.

"Tidak kalau sudah terbiasa," jawab Rina.

Rina melihat Natalia sedang memainkan jarinya, canggung mungkin.

"Bagaimana denganmu? Apa ceritamu hingga sampai di kota ini?" tanya Rina.

"Umm, di mana aku harus memulai, hmm. Mungkin dari aku yang sudah tidak punya orang tua lagi dan pamanku merebut rumah orang tuaku, lalu mengusirku dari rumah," katanya.

"Lalu?"

"Lalu aku hanya punya beberapa pasang pakaian, sebuah ponsel dan pengisi daya, dan sepasang sepatu, hanya ini yang tersisa."

"Kamu ingin melakukan apa setelah ini?"

"Entahlah, aku akan mencari lowongan pekerjaan, paling tidak aku harus bisa bertahan hidup sendirian."

"Oh? Pekerja serabutan? Aku melihat ada poster lowongan pekerjaan di restoran sebelah. Mungkin dengan dirimu yang tidak membawa ijazah(?) akan dapat pekerjaan cuci piring," kata Rina sambil menanyakan apakah Natalia membawa ijazah atau tidak.

"Aku pernah scan ijazah dan mengunggahnya di cloud, KTP, SIM, dan KK terbaru juga ada di cloud-ku. Aku hanya perlu mencetak mereka dan melamar pekerjaan di restoran sebelah ini," jawab Natalia.

"Teliti sekali," puji Rina.

"Terimakasih."

Rina menggeleng, "Tidurlah, besok bangunlah pagi dan cari pekerjaanmu."

"Iya."

Tenda ini cukup untuk 3 orang, namun karena barang Rina yang memenuhi tenda, maka hanya cukup untuk 2 orang. Walaupun agak bau karena pakaian yang belum dicuci, Natalia sadar bahwa dia tidak bisa protes.

Keesokan harinya, Natalia melamar pekerjaan di restoran Marie's Dairy. Walaupun arti dari Marie's Dairy adalah Peternakan Marie, sebenarnya yang dijual juga tidak jauh dari produk peternakan, steak, ayam goreng, salad, masih banyak lagi.

Aku tidak bisa menceritakan pada kalian karena menunya susah diingat, itu karena ditulis dalam bahasa Inggris yang aku sendiri tidak paham.

"Natalia Barnabas, umur 20, diusir dari rumah oleh paman dengan orang tua yang sudah meninggal keduanya. Lulusan SMA dan drop-out dari fakultas Sastra Indonesia di Universitas Indonesia, IPK terakhir 3.92, rata-rata 3.60 dari 3 semester. Tidak ada riwayat kriminal, dan ijazahnya legit dari SMAN 34 Jakarta Selatan," kepala restoran yang merangkap HRD itu sedang membolak-balik dokumen yang diserahkan Natalia sambil menyimpulkan dalam hati.

"Kenapa?" tanyanya, Harun Gibran Risaldi.

"Saya baru sampai di Jakarta, saya akan menerima pekerjaan apapun selama pekerjaan tersebut bersih dari kriminalitas, pak. Saya punya dasar memasak masakan rumahan, saya juga bisa mencuci piring hingga mengkilat, atau melayani tamu dengan penuh hormat," jawab Natalia dengan suara yang agak bergetar.

Dia canggung.

"Sebenarnya aku bertanya tentang alasan kamu melamar pekerjaan di sini, tapi malah menceritakan dirimu sendiri. Apa ini pertama kali kamu diwawancari saat melamar kerja?" tanya Harun.

"Iya, ini pertama kali," jawabnya.

"Tapi kau bagus, kau punya pendidikan di sini, sepertinya kelakuanmu juga bagus, aku akan coba menempatkanmu menjadi tukang cuci piring," katanya sambil mengeluarkan kertas dan menuliskan rincian biaya hidup Natalia.

"Apa gajimu segini cukup untuk sebulan?" tanyanya.

"Yah, aku tidak berharap lebih. Gaji sebanyak 600 ribu sebulan sebagai tukang cuci piring itu lumayan bagus," gumam Natalia.

"Cukup, pak," jawab Natalia sambil mengangguk.

"Bisa kerja mulai hari ini?"

"Bisa."

"Kalau begitu, aku akan mengantarmu ke dapur," katanya sambil berdiri dari kursi.

"Di sana nanti kamu akan dibimbing seniormu, sementara aku akan membuat kontrak kerja yang resmi," lanjutnya.

Natalia berdiri, lalu mengekor Harun menuju dapur.

"Desi, ada newcomer, kau bimbing dia ya. Tugas dia cuci piring," katanya.

"Oh? Ada pelamar kerja? Sini, dek, sini sini," orang yang disebut Desi merespon Harun.

"Aku serahkan padamu, ya?"

"Siap, pak."

Desi tersenyum menyambut Natalia, dia memberikan tangannya.

"Halo, aku Desi, aku kepala Chef di sini. Karena tugasmu mencuci piring, aku tidak mengharapkanmu untuk menyentuh peralatan masak di atas kompor, ya?"

Desi menjelaskan sambil berjalan menuju tempat cuci piring yang berada di paling belakang.

"Iya, Chef," jawab Natalia.

"Sepertinya kamu tahu cara merespon kepala Chef, tapi ada peraturan khusus untuk tukang cuci piring."

Desi menunjuk keramik berwarna merah di sebelah kompor. Semua keramik di dapur ini berwarna putih, namun ada beberapa yang merah dan yang biru.

"Semua peralatan yang diletakkan di keramik merah harus segera dicuci, kalau sudah kamu cuci, letakkan yang bersih di keramik biru, jelas?"

"Ya, Chef."

Desi mengangguk, "Tempat sampah akan selalu terisi, tugasmu adalah untuk mengikat mereka dan meletakkan mereka ke belakang agar tidak menghalangi jalan, jelas?"

"Ya, Chef. Jelas."

"Karena restoran kita buka jam 10, masih ada beberapa waktu lagi untuk bersiap. Akan kutunjukkan ruangan staff," katanya sambil berjalan menuju ruangan staff.

"Ini ruangan staff, isinya hanya loker dan tempat menyimpan peralatan para staff di sini. Dan ini, adalah seragam untukmu. Cobalah."

Natalia mencoba seragam barunya, ukurannya agak kebesaran karena memang didesain untuk pria, bukan wanita.

"Agak kebesaran, apa itu masalah, Natalia?" tanyanya.

"Tidak ada masalah, Chef."

"Kalau begitu, ini perlengkapanmu. Ada celemek plastik, sarung tangan karet, dan sepatu boot," katanya menjelaskan.

"Jangan lupa ikat rambut panjangmu, kurasa akan mengganggu pekerjaanmu kalau tidak diikat."

"Ya, Chef."

Desi melihat jam tangannya, sudah jam 9:50.

"10 menit lagi kita akan buka, kamu kembali ke ruangan pak Harun, bicarakan kontrak kalian, lalu kembali kemari."

"Ya, Chef."

Natalia berjalan menuju ruangan kepala restoran, dia menemui Harun sedang membaca ulang kontrak kerja milik Natalia.

"Ini kontrakmu, baca saja pelan-pelan," katanya.

Natalia mengangguk, dia membaca kontraknya yang hanya selembar dengan teliti tanpa melewatkan satupun.

"Tidak ada masalah, selama aku datang jam 9 pagi dan tidak terlambat, lalu pulang jam 3 sore, aku bisa bertahan hidup bersama Rina," gumamnya dalam hati.

"Tidak ada masalah, akan saya tanda tangani," kata Natalia.

"Ini penanya," kata Harun sambil menyerahkan pena, Natalia menerima pena itu lalu menandatangani kontrak yang sudah terlebih dahulu ditandatangani Harun.

"Dengan begini, kamu resmi menjadi pegawai kami. Selamat datang," kata Harun.

"Terimakasih, pak."

Sejak hari itu, kesibukan baru Natalia adalah pergi ke restoran, mencuci piring dengan bersih, lalu memilah sampah. Natalia memisahkan sampah yang masih bisa dimakan dan yang tidak bisa dimakan, lalu mencuci sampah tersebut agar aman dimakan oleh Rina.

Berkat Natalia, Rina tidak lagi kesulitan mencari makanan sisa dari restoran. Karena setiap sore, Natalia selalu membawakan daging dan beberapa potong sayuran sisa yang sudah dicuci. Restoran juga menyediakan air putih gratis bagi pegawai, dan Natalia setiap hari mengambil sebotol ukuran 600ml.

Semuanya berjalan baik-baik saja, hingga datang suatu hari ketika Gebyar, seorang koki di Marie's Dairy, melihat Natalia kembali ke 'rumahnya'.

"Kalian tahu? Natalia ternyata tinggal di tenda bersama seorang gelandangan tua," katanya ketika sedang memotong sayuran sebelum restoran buka.

Semuanya berhenti memotong, mata mereka menatap Gebyar.

"Dilarang berbohong antar koki, Gebyar. Kau tahu aturannya," kata Sela.

"Kita dengarkan dulu, soal kebenarannya diatur nanti," tepis Vian.

Semuanya mengangguk, lalu menatap Gebyar untuk mendengarkan ceritanya.

"Jadi, dia tinggal di sebelah restoran kita. Tepat di sebelah tempat sampah, tapi agak ke belakang. Kita tidak tahu tempat sampah di belakang karena benar-benar bau dan hanya Natalia yang mau pergi ke sana, dia tukang cuci piring di sini, 'kan?"

"Kamu benar, di antara kita, yang mau ke tempat sampah untuk membuang sampah harian adalah Natalia," kata Resa.

"Lalu ada yang lebih mengejutkan," lanjut Gebyar.

"Apa?" Sela mulai penasaran.

"Dia memakan sisa makanan dari restoran, berdua bersama gelandangan itu."

"Phuffft!" Gisella menyemburkan air putihnya.

"Uhuk, uhuk."

Sela melihat Gisella tersedak, tapi dia hirau dan kembali fokus kepada Gebyar.

"Jadi kau ingin bilang, dia memakan sampah setiap hari?"

Gebyar menjawab dengan anggukan.

Semuanya saling bertatap muka, mereka mempertanyakan kebenaran berita ini, tapi tidak ada yang bertanya dengan mulut mereka.

Hanya pikiran mereka yang bertanya-tanya.

Mengapa?

"Ayo cek?" ajak Vian.

Semuanya mengangguk, kecuali Desi yang pura-pura tidak dengar.

Setelah tiba di pintu belakang, mereka langsung membuka pintu dan melihat ke arah tenda yang ada di sebelah restoran.

"Ternyata benar, ada tenda di sana. Sekarang jam berapa?" tanya Sela.

"Masih 15 menit lagi sebelum jam kerja. Biasanya anak itu tiba di restoran kalau kurang dari 15 menit, ya 10 menit," jawab Cecilia.

Vian meletakkan jarinya di bibir, menyuruh semuanya untuk diam dan mengamati saja. Semuanya mengangguk, tapi mereka mulai mual dengan bau busuk tempat sampah di dekat mereka.

Setelah beberapa saat, Natalia keluar dari tenda dengan mengenakan baju standar untuk pergi ke restoran, hanya kaos dan celana panjang. Seragamnya ada di loker, jadi tidak masalah.

Tanpa menoleh ke belakang, Natalia langsung berjalan dengan agak terburu-buru menuju pintu masuk restoran yang ada di depan.

"Ternyata benar," kata Cecilia.

Semuanya mengangguk, setelah itu menutup pintu dan kembali bekerja.

Tidak sampai dua hari, gosip ini menjadi semakin parah dan menekan mental Natalia. Rekan-rekan kerjanya selalu mengibaskan tangan mereka di depan hidung setelah berbicara dengannya, seakan berusaha menghilangkan bau. Gosip ini terdengar sangat keras, begitu keras hingga setiap malam Natalia menangis di pangkuan Rina.

"Tak apa, kita melakukan ini untuk hidup," katanya setiap kali Natalia menangis.

Keesokan harinya, Natalia dipanggil ke ruangan Harun setelah semua orang pulang.

"Kita akan membahas soal kontrak promosimu," kata Harun setelah Natalia bertanya.

Natalia mengetuk pintu, Harun menyuruh masuk.

"Sini, kemarilah. Baca kontrak ini," katanya sambil menyuruh Natalia ke sampingnya.

"Baik, pak," jawab Natalia singkat tanpa berpikir macam-macam.

Dia pikir promosi ini akan mendatangkan uang lebih banyak baginya.

"Aku berpikir akan menempatkanmu sebagai pelayan di hall depan. Tugasmu ya mengantar makanan, soal pesanan biar diurus si Claire dan Resti," katanya menjelaskan.

"Um, tapi, pak. Apa jumlahnya tidak salah? Gaji saya ditulis di sini sebanyak 5 juta per bulan. Saya ingat betul gaji koki di sini hanya 2 juta setengah, sesuai UMR," kata Natalia.

"Tidak apa-apa, Natalia," kata Harun sambil merangkul pinggang Natalia, lalu mendekatkannya.

"Aku tahu yang sedang kamu alami, aku hanya ingin membantumu dengan kontrak ini," lanjutnya sambil meremas pantat Natalia.

Natalia merasa geli, dia tidak bisa protes karena baru kali ini dia diperlakukan seperti itu oleh orang lain.

Melihat Natalia yang tidak melawan, Harun semakin berani dan memposisikan Natalia di pangkuannya.

"Kontraknya sederhana, Natalia. Menjadi pelayan di hall depan, dan melakukan 'shift malam'," katanya sambil mengelus punggung hingga pundak Natalia.

Natalia, entah mengapa, merasa malu, merasa geli, dan kotor. Namun dia tidak bisa menghentikan Harun, selain karena dia adalah atasannya, apa yang dilakukan Harun, entah mengapa terasa nyaman.

"Pernah melakukan seperti ini?" tanya Harun.

Natalia menggeleng dengan nafas yang berat, Harun tersenyum lega.

"Ini namanya shift malam, ini pekerjaanmu mulai hari ini. Sekarang, kamu turun dan berjongkok di depanku," perintahnya.

Natalia, dengan bodohnya menuruti perintah Harun hanya karena dia adalah atasannya.

"Cantik sekali, tapi begitu kurus, tidak ada yang bisa dilihat dari dadanya, pantatnya bahkan serata dinding," gumam Harun dalam hati sambil membuka resleting celananya.

Natalia terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Harun, tanpa rasa malu dia membuka resleting celananya dan mengeluarkan kemaluannya.

"Yah, lubang tetaplah lubang. Lagipula sebulan hanya 5 juta, lebih murah daripada prostitusi di sini yang harganya 12 jutaan kalau disewa sebulan."

"Natalia, tugasmu selanjutnya. Jilat dan sedot ini," perintah Harun sambil menunjuk kemaluannya.

"T-tapi, pak," Natalia ragu, sekaligus takut.

"Tak apa, lakukan saja," kata Harun.

"Setelah selesai menjilat ini, kamu bisa tanda tangan kontrak dan naik gaji menjadi 5 juta per bulan," lanjutnya.

"Aku tahu gosipmu, dan aku tahu kau butuh uang. 5 juta bagimu seperti tumpukan emas tak ternilai," gumamnya dalam hati.

"Ka-kalau begitu, permisi," kata Natalia sambil mendekatkan bibirnya ke kepala kemaluan Harun.

Bibir tipisnya kini menempel, lalu mulai menjilat kepala kemaluan Harun dengan lembut.

"Nngh," Harun mendesah kecil.

Natalia berhenti karena melihat Harun seperti kesakitan.

"Tak apa, lanjutkan," kata Harun.

Dengan penuh keraguan, Natalia kembali menjilati kemaluan Harun. Kini, dia melakukannya dengan sedikit menyedot.

Dahi Harun mengernyit, mencoba untuk tidak mendesah karena melihat kejadian barusan, dia tahu kalau Natalia akan berhenti menjilat kemaluannya karena khawatir.

"Masukkan ke mulutmu, Natalie," perintah Harun.

Natalia yang merasa asing dipanggil dengan Natalie menurut, dia memasukkan kemaluan Harun ke dalam mulutnya, lalu berhenti sampai di situ saja.

"Um, kenapa tidak bergerak?" tanya Harun.

Natalia ingin menjawab, dia menarik mulutnya dari kemaluan Harun, tapi kini Harun sudah tahu jawabannya.

"A-ah, tidak perlu dikeluarkan. Tetap masukkan di dalam mulutmu, tapi sekarang lakukan gerakan maju mundur," perintahnya.

Natalia mengernyitkan dahi, tidak paham. Harun mengambil inisiatif, dia memegang kepala bagian belakang Natalia dan membuatnya bergerak maju dan mundur.

"Ini maksudku, Natalie," katanya sambil terus menggerakkan kepala Natalia maju dan mundur.

"Gunakan lidahmu, sedot kemaluanku," perintahnya lagi sambil semakin kencang menggerakkan kepala Natalia.

Natalia tidak bisa menolak, kepalanya berada dalam kontrol penuh dari Harun yang terus menggerakkan kepalanya maju dan mundur. Natalia kehabisan nafas, dia tidak memiliki banyak kesempatan untuk bernafas ketika kemaluan Harun yang besar itu menghalangi jalan masuk oksigen.

"Nah, ah, ngh, hmp!" Harun mencapai batasnya, dia akan ejakulasi sebentar lagi.

"Hmph!"

Harun ejakulasi di dalam mulut Natalia, dia kaget karena tiba-tiba ada cairan keluar dari ujung kemaluan Harun, dia pikir itu adalah air kencing, tapi baunya sama sekali bukan bau kencing.

Natalia akan mengeluarkan cairan itu dan berniat untuk berkumur setelahnya.

"Telan!" perintah Harun.

Natalia kaget, lalu tidak sengaja menelan sperma Harun yang rasanya pahit.

"Huegh," Natalia ingin muntah, namun jika muntah …

"… aku akan kehilangan sarapanku," gumamnya.

Harun mengambil nafas, dia puas dengan 'shift malam' dari Natalia, lalu menyuruhnya pulang dan kembali esok hari seperti biasa.

Namun sebagai pelayan, bukan cuci piring.