webnovel

Clara (Wanita Simpanan)

PERINGATAN! Novel ini terdapat konten dewasa dan sedikit kekerasan. Harap bijaklah memilih bacaan. Novel ini tidak diperuntukan bagi usia -20 tahun. Terbisa hidup mewah, membuat Clara terbiasa melihat segala sesuatunya dari sisi uang. Baginya, tak ada kecantikan tanpa uang, tak ada kebahagiaan tanpa uang, bahkan tak ada kehidupan tanpa uang. Bahkan dirinya rela menjadi wanita simpanan dari pria kaya raya hanya demi menunjang kehidupan mewahnya. Tugasnya hanya cukup menghangatkan ranjang pria itu ketika pria itu datang menemuinya. Sedangkan dirinya bebas memakai uang pria itu kapanpun dia menginginkannya. Bahkan semua fasilitas mewah pun dia dapatkan dari pria itu. CLARA (WANITA SIMPANAN) SEASON II. Dipertemukan kembali di sebuah pesta setelah bertahun-tahun tak bertemu, membuat Bram dan Clara mengalami masalah yang akhirnya membongkar status hubungan keduanya yang selama bertahun-tahun tak pernah terendus oleh siapapun. Lantas, mungkinkah keduanya dapat bersatu kembali, memulai kisah baru yang tak lagi membuat keduanya tersakiti? CLARA (WANITA SIMPANAN) SEASON III Kehidupan terus berlalu, anak-anak Clara dan Bram pun sudah tumbuh dewasa. Di mana salah satunya sudah ada yang menikah, yaitu Gabriela Anastasya Sasongko (Cerita Briel ada di novel Crazy Wife Vs Cold Husband masih di Webnovel) Tepat beberapa tahun setelah Gabriela menikah. Dua pemuda tampan yang saat ini mengambil alih memimpin perusahaan Abraham Sasongko yang tak lain adalah Antonio Sasongko dan Leonardo Sasongko yang mana mereka adalah putra dari Abraham Sasongko dan Clara Wibisono. Mereka awalnya menjalani kehidupan mereka dengan normal. Namun, seiring berjalannya waktu, keduanya mulai diterpa masalah yang mana melibatkan hati. Pria pun memiliki hati, bukan? Ada saatnya mereka tak hanya memakai logikanya saja. Antonio, harus menerima kenyataan ketika kekasihnya memilih pergi mengejar impiannya dan meninggalkan Antonio di tengah cinta Antonio yang begitu melekat terhadap wanita itu. Lantas, akankah Antonio kembali menerima wanita itu, setelah wanita itu kembali? Sementara itu, masalah pun tak luput menghampiri Leonardo, di saat masalah menghampiri sang kakak, Antonio. Dirinya pun dihadapkan dengan masalah yang tak kalah rumit. "Are you serious?" pekik Leonardo ketika dirinya melihat sebuah benda pipih di tangannya yang diberikan oleh seorang wanita yang berpenampilan begitu sederhana. Bahkan jauh dari kriteria wanita yang Leonardo sukai selama ini, di mana Leonardo menyukai wanita yang cantik serta berpenampilan seksi. Melihat benda pipih bergaris merah berjumlah dua garis tersebut, membuat Leonardo merasa syok. Bagaimana bisa dirinya begitu ceroboh sehingga membuat seorang wanita mengandung benihnya? Lantas, apa yang akan terjadi setelah itu? Mungkinkah Leonardo akan mempertanggung jawabkan perbuatanya? Bagaimana jadinya, jika Bram dan Clara mengetahui masalah yang menimpa putra bungsunya tersebut? Note: Untuk Clara (Wanita Simpanan) Season III ini. Hanya akan fokus pada Antonio dan Leonardo. Briel nggak akan muncul di season III ini, ya. Dia punya cerita khusus di Novel Crazy Wife Vs Cold Husband. Follow media sosialku; IG: @dania_zulkarnaen FB: Mahdania

Mahdania · Urban
Not enough ratings
455 Chs

CWS 27

Clara membuang pikiran itu jauh-jauh. Tak mungkin juga Bram mencintainya. Jika memang Bram mencintainya, Bram takan mungkin bersama Anita. Bram juga takan mungkin berbuat kasar padanya. Yang Clara tahu, seseorang yang benar-benar mencintai akan berusaha menjaga orang yang dicintai, bukannya justru menyakiti.

"Sepertinya, aku sudah gila. Bisa-bisanya berpikir seperti itu," ucap Clara.

Clara menghela napas melihat kamarnya berantakan. Dia memegang kepalanya yang terasa pusing. Dengan masih menahan pusing, Clara pergi menuju ruang belakang. Dia mengambil sapu dan membersihkan kamarnya.

"Bram benar-benar keterlaluan! Parfum dan make-up ku hancur semua. Aku harus membelinya secepatnya," ucap Clara ditengah bersih-bersih kamarnya.

Make-up dan parfum, adalah salah satu kebutuhan penting Clara untuk menunjang penampilannya. Dia tak bisa membiarkan dirinya pergi keluar tanpa semua itu. Apalagi jika dia harus ke Butik dan harus pergi ke acara pesta. Dia amat membutuhkan dua hal itu.

***

Keesokan harinya.

Clara membuka matanya, dia melihat ke samping tempat tidur dan tak menemukan Bram. Dia melihat jam di atas laci nakas, waktu sudah menunjukan pukul tujuh pagi.

Clara duduk sejenak, setelah itu dia mengikat rambutnya dengan bentuk cepol dan pergi menuju kamar mandi untuk mencuci wajah dan menyikat giginya. Setelah itu, dia keluar dari kamar dan pergi menuju dapur. Tak ada Bram juga di sana.

Pandangan Clara melihat ke arah luar, di mana tepat di kolam renang ada Bram tengah duduk menyesap secangkir minuman. Sepertinya Bram membuat kopinya sendiri.

Bram memakai kemeja dan celana jeansnya, lengkap dengan sepatunya. Dia tampak rapi dan sepertinya sudah mandi. Bram tampak santai di sana. Sementara Clara membuat segelas susu dan membuat sarapan roti dengan selai srikaya kesukaannya. Setelah itu dia menyantapnya.

Tak lama, Clara melihat Bram bicara di telepon kemudian Bram beranjak dari duduknya dan pergi ke dapur. Dia mengambil segelas air putih.

"Apa kamu akan pergi?" tanya Clara bicara dengan nada biasa saja. Dia tak ingin lagi bertengkar dengan Bram. Jujur saja dia masih kesal pada Bram atas perlakuan kasar Bram semalam. Namun, jika dia terus menunjukan kekesalannya, dia tahu Bram akan lebih gila lagi.

"Hm ... Aku ada urusan di luar selama satu minggu ke depan!" ucap Bram.

Clara tersenyum dalam hati. Akhirnya Bram akan pergi dari apartemen itu.

Semalam, begitu selesai menyiksa Clara, Bram meminta asistennya untuk membawa seluruh barang-barang yang dibutuhkannya ke apartemen Clara. Jadi Bram sudah dipastikan akan tinggal di apartemen itu bersama Clara. Dan ketika mendengar ucapan Bram, Clara merasa senang dalam hatinya. Setidaknya, untuk satu minggu ke depan dia takan bertemu dengan Bram. Dia benar-benar tak nyaman berada di dekat Bram, terlebih setelah akhir-akhir ini Bram memperlakukannya dengan kasar, membuatnya selalu merasa gelisah jika Bram ada di dekatnya.

Bel apartemen berbunyi. Clara bangun dan membuka pintu apartemen. Clara mengerutkan dahinya ketika melihat seorang pria memakai stelan jas formal dan kacamata hitam berdiri di depan pintu. Ada handsfree di telinga pria itu.

"Maaf, Anda siapa, ya?" tanya Clara.

"Saya Dante. Saya dipanggil ke sini oleh Tuan Bram. Apa Tuan Bram-nya ada?" tanya pria itu.

Clara melihat ke dalam apartemen dan Bram tampak melangkah mendekatinya sambil menyeret sebuah koper.

"Kamu sudah sampai?" ucap Bram.

Pria itu menunduk hormat pada Bram dan tak mengatakan apapun.

"Clara! Mulai sekarang, dia Bodyguard-mu. Dia yang akan menemanimu ke manapun kamu pergi!" ucap Bram.

Clara membulatkan matanya. Dia syok, kenapa Bram harus memakai jasa bodyguard untuk Clara? Clara tak mau semua itu, itu akan mempersulit pergerakannya. Karena sudah pasti bodyguard bayaran Bram akan diminta untuk melaporankan tentang seluruh kegiatan Clara.

"Apa kamu bercanda, Bram? Untuk apa? Aku tak butuh bodyguard," ucap Clara tak terima.

"Memangnya siapa yang meminta persetujuanmu? Aku akan pergi sekarang! Aku buru-buru!" tegas Bram dan pergi begitu saja.

Clara terdiam menatap kepergian Bram. Dia tak habis pikir, Bram benar-benar membuatnya sulit bergerak.

Clara menatap tak suka pada bodyguard barunya. Dia melenggang begitu saja dengan diikuti oleh bodyguardnya.

"Jaga batasanmu! Jangan pernah memasuki kamarku!" tegas Clara.

"Saya sudah tahu, Nona. Tuan Bram sudah memberitahukan apa saja yang menjadi larangan untuk Saya," ucap Dante.

Dante tampak tegap berdiri. Pandangannya yang tertutup kacamata melihat ke arah lain dan tak menatap Clara.

"Bagus!" ucap Clara.

Clara masuk ke kamarnya. Dia melemparkan bantal dengan kesal.

"Bram! Kamu benar-benar keterlalun!" geram Clara.

Napas Clara bergemuruh, dia tak tahan dengan aturan gila Bram.

"Aku membencimu Bram!" geram Clara dan masuk ke kamar mandi.

Clara membersihkan tubuhnya. Dia akan pergi shopping membeli keperluannya yang sudah Bram rusak semalam.

***

Dante menunggu di ruang tamu. Dia tetap berdiri tegap meski ada sofa di ruangan itu. Dia berdiri dalam posisi istirahat dengan kedua tangannya yang dia letakan dibelakang tubuhnya.

Tak lama ada panggilan masuk ke ponselnya. Dia menjawabnya melalui handsfree, dan Bram menghubunginya.

"Ya, Tuan!"

"Di mana Clara?" tanya Bram.

"Nona Clara ada di kamarnya," ucap Dante.

"Ikuti dia, jangan sampai dia lepas dari pengawasanmu! Berikan selalu informasi tentang dirinya!" ucap Bram.

"Baik, Tuan," ucap Dante.

Telepon itu terputus.

Setelah menunggu cukup lama, Clara keluar dengan sudah berpenampilan rapi. Clara tampak manis memakai celana jeans dan kemeja yang dia ikat dibagian perutnya. Clara juga memakai sepatu heels melengkapi penampilannya.

Clara menjinjing tasnya dan pergi menuju gantungan kunci. Di sana dia mencari kunci mobilnya tetapi tak menemukannya.

Clara melihat Dante penuh curiga.

"Apa Anda akan pergi?" tanya Dante.

"Ya, di mana kunci mobilku?" tanya Clara.

Dante menunjukan kunci itu sambil memasang ekspresi datar.

Clara menghela napas dan melenggang keluar apartemen. Dante mengikuti Clara dari belakang.

Di dalam lift, Clara menggerutu kesal dalam hati.

'Bahkan dia mengambil mobilku! Bram benar-benar keterlalun!'

Sesampainya di basemant, Clara meminta diantarkan menuju Mall. Dante pun mengemudikan mobil Clara menuju Mall.

***

Sesampainya di Mall, Clara melihat Dante yang juga turun dari mobil.

"Apa kamu juga akan mengikutiku?" tanya Clara.

Dante menganggukkan kepalanya.

Clara menghela napas dan melenggang masuk ke Mall. Dia merasa risi diperhatikan beberapa pengunjung Mall di sana.

'Aku malu diikuti seperti ini,' batin Clara.

Clara sampai di sebuah departemem store khusus alat kecantikan, dia memilih barang-barang yang dibutuhkannya. Setelah itu, dia membayarnya.

Selesai membeli alat kecantikan, Clara pergi membeli pakaian. Dia memilih beberapa dress cantik dan stelan santai. Dia juga membeli beberapa lingerie, entah mengapa dia menyukai lingerie-lingerie itu sehingga membelinya.

Cukup lama memilih, wanita memang akan rumit ketika belanja. Banyak sekali belanjaan Clara, itu terbukti dari banyaknya paper bag yang Clara berikan pada Dante agar Dante membawanya.

Selesai belanja, Clara memasuki sebuah restoran, sudah saatnya makan siang. Dia duduk di salah satu meja. Sementara Dante tetap berdiri di belakang Clara.

Clara melihat Dante dengan bingung. Apa Dante tak makan siang? Kenapa tetap berdiri? Pikirnya.

"Apa kamu tak makan siang?" tanya Clara.

"Saya akan makan siang, jika Nona mengizinkan," ucap Dante.

"Apa itu juga termasuk peraturan dari Bram?" tanya Clara.

Dante mengangguk.

Clara menghela napas. Dia meminta Dante untuk duduk menemaninya makan siang. Dante awalnya ragu, tetap Clara memakasanya. Dia mungkin kesal, tetapi dia tak setega itu membiarkan orang lain kelaparan.

Selesai makan siang, Clara meminta diantarkan menuju butiknya. Semua belanjaannya ditinggal di dalam mobil. Lagi-lagi Dante mengikutinya. Dante bahkan mengikuti Clara hingga masuk ke ruangannya.

"Apa harus seperti ini? Kenapa kamu ikut masuk ke ruangaku juga? Aku di sini akan bekerja, tidak akan melakukan hal yang tidak-tidak!" kesal Clara.

"Baik, jika begitu. Saya akan menunggu di luar," ucap Dante dan keluar dari ruang kerja Clara.

Clara memijat kepalanya. Sial sekali nasibnya, berharap hidup mewah dengan menjadi simpanan dari seorang pengusaha kaya raya, awalnya dia merasa menikmati semua itu, tetapi kini dia merasa tak nyaman karena adanya Dante yang terus mengikutinya.

***

Waktu berlalu, Clara keluar dari butiknya dan meminta Dante untuk membawanya kembali ke apartemen.

Sesampainya di apartemen, Dante membantu membawakan belanjaan Clara.

"Simpan saja di ruang tamu!" ucap Clara.

Dante menyimpan semua belanjaan Clara di atas sofa ruang tamu. Setelah itu, dia tetap berdiri di belakang Clara.

Clara duduk di mini bar. Dia meminum anggur kesukaannya. Sambil menikmati minumannya, Clara menyalakan televisi. Dia awalnya santai menikmati acara gosip di televisi. hingga akhirnya dia berdiri terperanjat ketika melihat wajah Bram di dalam televisi. Tak hanya itu, Bram juga bersama Anita. Di sana bahkan tertulis sebuah berita tentang Bram dan Anita. Dan Clara ingat betul, tadi pagi Bram memakai pakaian yang sama saat akan pergi.

Clara mengepalkan tangannya, dadanya bergemuruh.

Tak!

Clara meletakan gelas anggur itu di atas meja bar cukup keras. Dia mematikan televisi dan pergi ke kamarnya.