16 CWS 16

'Maaf, Ma. Aku mengecewakan Mama. Mama bangga padaku, mengira aku mendapatkan segalanya yang aku miliki saat ini, adalah karena kerja kerasku sebagai karyawan butik. Nyatanya, aku seorang wanita murahan yang rela menjual tubuhku demi uang,' ucap Clara disela isakannya.

Telepon itu masih terhubung, Clara bahkan masih tak menyadarinya. Sementara di dalam telepon itu, seseorang masih terus mencoba mendengarkan Clara yang masih menangis.

Tak lama Clara menyalakan air dan mencuci wajahnya. Telepon itu pun langsung mati.

Clara tak ingin sang mama cemas melihat keadaannya. Dia pun memoles wajahnya dengan polesan tipis, membuat matanya terlihat kembali segar. Setelah di rasa penampilannya sudah lebih baik, Clara pun keluar dari kamar mandi.

Takut mendengar ucapan sang mama yang akan membuatnya semakin merasa bersalah, Clara pun pamit pulang dan beralasan ada urusan pekerjaan. Dia memberikan kartu ATM miliknya untuk keperluan sang mama. Dia masih memegang kartu lain yang diberikan Bram, sedangkan kartu ATM pribadinya, adalah hasil keuntungan dari butik yang dia sengaja tabung. Selama ini, Clara memakai uang Bram untuk membeli kebutuhan pribadinya.

Clara melajukan mobilnya menuju apartemen, pekerjaannya ada di apartemen. Sudah beberapa hari pula dirinya tak datang ke butik.

Perjalanan yang cukup lama, dan akhirnya Clara sampai di apartemen. Dia sedikit lelah karena mengemudikan mobilnya sendiri.

Clara membuka heels-nya, dia pergi menuju dapur dan terlihat ada Bram di sana.

"Bram!"

"Oh, kamu sudah pulang?" ucap Bram.

"Ya, kamu sedang apa?" Clara mendekati Bram dan melihat Bram tengah memasak sup.

"Memasak, aku ingin makan sup hangat. Dengan begitu, aku akan lebih baik," ucap Bram.

"Masih demam kah?" Clara menyentuh dahi Bram, membuat Bram terkejut.

Woh ...

Bram semakin terkejut saat tangannya tak sengaja menyentuh panci sup yang berada di atas kompor yang menyala.

"Kamu ini, seperti anak kecil saja. Teledor," ucap Clara. Clara mengambilkan semangkuk air dari keran dan merendam tangan Bram.

"Biarkan untuk beberapa saat, setelah itu kamu akan lebih baik," ucap Clara.

Bram semakin merasa tak nyaman. Tubuhnya mulai berkeringat.

"Kamu berkeringat, baguslah. Ketika demam, berkeringat biasanya akan cepat sembuh," ucap Clara.

Clara meminta Bram duduk dan menunggu sup nya terhidang. Clara membantu Bram menyiapkan semangkuk sup.

'Aku berkeringat bukan karena demam, tapi karena ulah mu,' batin Bram.

"Makanlah. Oh, ya. Apa kamu perlu obat lagi? Jika iya, aku akan siapkan," ucap Clara.

"Tidak, aku sudah tidak demam. Aku sudah jauh lebih baik," ucap Bram jujur. Setidaknya berkeringat memang membuatnya lebih baik.

"Baiklah. Ngomong-ngomong, aku akan menyelesaikan pekerjaanku, kamu makanlah dulu," ucap Clara.

Bram terdiam sambil menunggu supnya tak terlalu panas. Sedangkan Clara pergi menuju ruang kerjanya. Dia pun memulai pekerjaannya.

*****

Matahari mulai tenggelam. Clara menghentikan pekerjaannya dan pergi ke kamarnya. Di sana Bram terlihat tengah fokus bekerja di depan laptopnya sambil duduk di tempat tidur.

Clara langsung masuk ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Selesai mandi, Clara keluar dengan hanya menggunakan handuk dan pergi menuju lemari pakaian. Mengambil celana pendek dan kaos sedikit longgar tetapi terlihat sedikit menggantung.

Tak lama masuklah sebuah panggilan, dan Clara langsung mematikan telepon itu. Kedua kalinya kembali masuk panggilan dari kontak yang sama.

"Berisik sekali!" ucap Bram menyindir Clara karena nada dering ponselnya terus terdengar, dan membuatnya kesulitan untuk fokus bekerja.

Dengan cepat Clara mematikan panggilan itu.

"Angkat saja, siapa tahu penting," ucap Bram.

"Tidak, ini tidak penting. Sudahlah lupakan, lagi pula aku akan menjawabnya nanti saja. Oh, ya. aku akan mengambil ikat rambutku, sepertinya tertinggal di kamar mandi." Clara bergegas menuju kamar mandi. Mencari ikat rambutnya.

Bram beranjak dari tempat tidur, dan berniat akan mengambil sesuatu yang ada di dalam lemari. Namun, langkahnya terhenti saat lagi-lagi sebuah panggilan masuk ke ponsel Clara.

Bram penasaran dan mencuri lihat. Tak lama Clara keluar, Bram pun segera mengalihkan fokusnya pada barang yang akan dia ambil di dalam lemari. Bram tampak berpikir sejenak, sepertinya dia tak salah melihat nama kontak yang menghubungi Clara barusan. Seketika jantungnya berdegup tak beraturan, napasnya mendadak terasa berat.

Clara mengikat rambutnya dan terangkatlah kaos yang dia kenakan, sehingga memperlihatkan perut ratanya bahkan memperlihatkan sedikit pakaian dalamnya yang menutupi dadanya.

"Jangan menggodaku!" ucap Bram.

Clara melihat Bram dan mengerutkan dahinya. Entah apa maksud Bram.

Bram menatap Clara sekilas dan kembali duduk di tempat tidur.

"Berpakaian seperti itu, apa kamu sedang menggodaku? Apa mandi barusan membuatmu kedinginan, dan butuh untuk dihangatkan?" tanya Bram kemudian menatap Clara dengan tatapan tak biasa. Bram terlihat sedikit tersenyum, tetapi senyuman itu menyiratkan bahwa ada sesuatu yang tak benar.

Clara semakin tak mengerti maksud Bram. Tentu saja Clara biasa memakai pakaian seperti itu di dalam apartemen, dan Bram pun sudah tahu itu.

"Aku tak mengerti maksudmu. Siapa yang menggoda? Aku merasa nyaman berpakaian seperti ini saat di dalam apartemen," ucap Clara.

"Tapi aku tidak nyaman, aku sedang bekerja, dan menjadi tak fokus karena ulah mu," kesal Bram.

"Astaga. Pikiranmu yang keterlaluan. Entah apa saja isi dari kepalamu itu," ucap Clara tak habis pikir.

"Lagi pula, jika kamu merasa terganggu, menjauh lah dariku dan fokus saja bekerja," ucap Clara.

Clara terkejut saat Bram menutup laptopnya cukup keras.

"Jangan melampaui batas hanya karena aku membiarkan mu selama ini. Kamu pikir, kamu siapa, ha? Berani berbuat seenaknya, bahkan berani mengaturku!" ucap Bram dengan nada tinggi.

Clara semakin tak habis pikir, kenapa Bram harus marah hanya karena mendengar ucapannya. Clara memberikan saran yang menurutnya tepat agar Bram tak merasa terganggu saat bekerja. Lagipula, hanya karena pakaian saja Bram justru protes.

"Aku memberikanmu saran, bukankah itu bagus?" ucap Clara.

"Ucapan mu barusan seperti mengusirku dari kamar ini. Apartemen ini memang atas namamu, tetapi kamu harusnya bersyukur karena aku berbaik hati memberikan kebebasan untukmu," ucap Bram.

"Sebenarnya, kita sedang membahas apa? Bukankah masalahmu hanyalah karena pakaianku?" ucap Clara semakin dibuat kesal.

"Ya, dan aku tak ingin menyentuhmu malam ini, jadi jangan menggodaku" ucap Bram.

Clara menghela napas panjang. Bram benar-benar menyebalkan. Entah masalah hidup apa yang tengah Bram alami, sehingga masalah penampilan saja dibuat rumit.

'Akupun tak ingin disentuh olehmu,' gumam Clara.

"Ingin ataupun tidak, kenyataannya kamu harus melayaniku jika aku butuh. Karena akupun tak gratis menikmati tubuhmu. Sayangnya, malam ini aku tak tertarik menyentuhmu. Jadi, sekeras apapun kamu menggodaku, aku takan terpengaruh," ucap Bram setelah mendengar gumaman Clara.

Clara mengepalkan tangannya.

"Bram!" bentak Clara. Bram benar-benar menyebalkan. Padahal siang tadi Bram tak menyebalkan seperti itu.

Bram terkejut dan melihat Clara dengan tatapan tajam. Dia pun bergegas menghampiri Clara. Menatapnya semakin tajam seakan ingin membunuhnya.

"Teriak sekali lagi, maka aku akan membuatmu menyesal. Kamu pikir kamu siapa, ha? Perempuan tak tahu diri! Kamu benar-benar sudah melampaui batasan mu! Dasar Sial!" geram Bram.

Clara terbelalak mendengar ucapan Bram. Sedangkan Bram langsung keluar dari kamar.

Brak!

Bram menutup pintu kamar itu keras sekali, sehingga pintu yang di design sedemikian rupa oleh arsitek handal itupun menjadi rusak karena hantaman yang kuat.

avataravatar
Next chapter