1 prolog

SATU gelas matcha ice Felix sodorkan tepat di depan wajah sang gadis. Membuat semburat lelah yang semula menghiasi wajah berpeluhnya perlahan sirna dan terganti oleh raut kegembiraan. Gadis itu, Aurora, buru-buru menerimanya. Matcha adalah minuman kesukaan yang selalu bisa menjadi senjata utama Felix tiap kali Aurora merasa kelelahan atau kesal.

"Kamu yakin mau pergi? Aku dengar dari Mama, Tante Shin udah terima kamu di butiknya, kan?" Sembari menyeruput minumannya sendiri, Felix memperhatikan Aurora yang baru saja duduk di atas koper. "Maksudku, poin pentingnya di sini bukan kamu yang pergi untuk interview, tapi alasan kamu ke Mommy."

Aurora meletakkan minumannya sebelum menepuk pelan bahu Felix, pria yang sudah menjadi teman bahkan sebelum dia lahir ke dunia ini.

"Yakin, kan ada malaikat pelindungku di sini yang akan selalu memastikan nggak ada perang dunia ketiga selama aku pergi," ucapnya yang dibuntuti dengan kekehan, sementara Felix kentara menunjukkan protesnya. Meski Aurora tahu, Felix tidak akan keberatan sekalipun dia meminta hal paling berat di dunia ini untuk dilakukan.

"Emang, tapi baru kemarin Mommy ngamuk karena Rhino ketahuan balap liar."

"Terus?"

Felix menatap sendu dan ragu pada Aurora, "Nanti jebol lagi uangku. Masa aku harus borong semua tas sampai baju bermerek sampai Mommy sembuh marahnya?" Ujarnya kemudian.

"Astaga, Lixie," Aurora tertawa kecil, turun dari kopernya, dan mencubit pipi Felix yang semakin tirus seiring dengan makin padatnya jadwal kegiatan pria itu. "Bukannya kamu sendiri yang selalu pamer kalau uang kamu itu nggak berseri? Masa cuma beliin Mommy tas sama baju udah ngeluh?"

"Kan tetap harus jaga-jaga buat masa depan kita nanti. Kamu emangnya mau anak kita nggak kebagian uang aku?"

Giliran Aurora yang kini mendecak. Kehilangan kata tiap kali Felix melontarkan kalimat-kalimat ajaib yang makin hari semakin beragam.

"Just kidding, tapi kamu harus janji selalu kasih kabar. Deal?"

"Deal."

Aurora mengulas senyum lebar, menatap lurus pada bola cokelat gelap milik Felix. Pria ini memang selalu bisa diandalkan dalam segala urusan.

Seminggu yang lalu Aurora mendapatkan e-mail mengejutkan dari perusahaan impiannya. Menjadi seorang desainer handal dan dikenal karyanya oleh banyak orang adalah cita-citanya sejak kecil. Berkat ulah Mommynya yang selalu mengajak dan memperkenalkan desain dari beragam brand pakaian terkenal dunia.

Dari situ Aurora kecil berangkat, menggantungkan mimpinya menjadi seorang desainer. Hingga selepas tamat dari studi universitas, Aurora memantapkan diri untuk mengajukan lamaran di salah satu perusahaan trend mode terkenal dunia.

Perjalanannya untuk bisa meraih impiannya masih sangat panjang. Sekarang ini hanya satu titik dari langkahnya yang berhasil dia jalankan. Paling tidak Aurora bersyukur memiliki orang-orang yang suportif di sekelilingnya. Mulai dari Mommynya yang terus memberi masukan tiap kali Aurora ikut lomba desain, sampai Daddynya yang tidak keberatan dengan semua keputusannya selagi itu baik.

"Kok melamun?" Tangan Felix melambai di depan wajah Aurora. "Mikir apa?"

"Nggak, aku cuma lagi bersyukur aja Tuhan kasih orang-orang baik di sekeliling aku."

"Termasuk aku?"

"Iya, termasuk kamu."

avataravatar
Next chapter