webnovel

kesempatan

"huh.... hhhhh huh.. nis... kamu nggak capek ta emang!!!?? lari terus dari tadi!!??"

ini dah jauh loh..." ujar ainul yang sudah kelelahan mengimbangi kecepatan lari salsa.

"belom.....!! bentar lagih, ini juga mau nyampe kok...

ayo... seratus meter lagih nyampe rumah... inul ayo.!!!!"

ujar salsa yang menyemangati ainul dengan cara berlari menghadap ke belakang.

"masyaAllah... hhhh!! kamu cepet banget larinya...

aku ketinggalan jauh loh..!!"

ujar ainul setelah sampai di depan rumah dengan terengah-engah.

"padahal kan... kamu lebih ramping ainul??

dah eh, kita lanjut main samsak yuk...!!"

"aku dah lama nggak nendang-nendang yang begituan mumpung bentar lagi kan puasa,

fisik harus di latih nih.."ujar salsa menarik tangan ainul yang sebenarnya masih kelelahan menuju tempat latihan ayah ainul.

"eh... eh.. eh pelan-pelan nis.

kamu memang... ih gak bisa pelan-pelan".

"assalamualaikumm.... hhhh.."

uja ainul yang terburu-buru mengucap salam karena di tarik oleh sahabat karibnya tersebut.

"assalamualaikum... tante...!!!

wah... mana nih orang-orang??

kok kosong?

tante.., om??"

"waalaikumussalam... eh dah pada pulang yah dari joging??sampe mana tadi??" ujar ummi maisarah yang sedang turun dari tangga arah kamar ainul.

"ia tante.. muter komplek.

tempat gymnya kosong kan tan??" ujar salsa

kembali bertanya pada ummi maisara.

"emmm entah ya anisa, coba kamu cek, soalnya tante tadi abis dari kamarnya ainul, rapih-rapih,

kayaknya om tadi, kalau tidak sudah berangkat kerja."ujar ummi maisarah seraya tersenyum dan berniat menuju kamar anak laki-lakinya.

layaknya seorang ibu ummi maisarah mengecek kamar anak-anaknya yang kini sudah dewasa, meski sebenarnya tak ada yang perlu di bereskan, karena ainul maupun lucky adalah anak-anak yang terdidik dengan kerapian dari sejak kecilnya, bahkan lucky yang paling sering di nasehati olehnya sedari dulu, kini kamarnya begitu rapih, bahkan jarang di huni karena tuntutan pengabdian anaknya tersebut pada negara.

"masyaAllah, sejak kapan kamu sedewasa ini, bahkan kelakuan nakal kamu kini udah jadi kenang- kenanga,n, eh belum lama ini malah kamu sudah membincangkan seseorang yang kamu cintai pada ummi'". lirih ummi maisarah memandangi gambar diri dari anak sulungnya tersebut.

one two.... buakh....

one two... buakh...

"inul... pegangin yang keras biar nggak goyang samsaknya..."

one... bakh...

"iiiiih.... dah ah ,maenanya yang lain aja. kamu nendangnya nggak kira-kira..."

"capek tau' ughhhhh hhhh,

mana AC nya lama banget kerasa dinginya".

ujar ainul berhenti memegangi samsak yang menjadi sasaran tendang annisa.

"memangnya kamu kenapa toh... kok segininya mau olahraga, nggak biasanya, jam segini kita kan masih nonton marvel huft".

"em... aku mau berubah nul... kalo bisa mah jadi sehebat nusaibah binti ka'ab atau si siapa ituh yang pedangnya allah dari kalangan perempuan??

khaul khaul siapa ya nul...??"

"aaa khaulah binti azzur. bagus sih.

tapi... emmm ya deh kalo gituh,

tapi seenggaknya nggak se spontan ginih, kemarin ujan-ujanan sampe segitunya eh sekarang dah jadi gini aja...,

masyaAllah... hhhhh" ujar ainul yang takjub akan motivasi sahabatnya itu untuk berubah.

"hhhh maaf lah pokoknya aku harus berubah."

buakh...!!!!

tiba-tiba salsa menendang kembali samsak yang berada tepat di samping ainul, hingga membuat samsak tersebut membentur dirinya.

"allah.."

lirih ainul saat benda berat itu membentur dengan sedikit keras tanpa sepengetahuan dirinya.

"eh .. maaf maaf nul..

kamu nggak kenapa-napa??"

ujar salsa yang menyaksikan kejadian yang disebabkan oleh dirinya.

"eh nggak dong hhh dikit aja.

dah ah, aku mau ke dapur dulu mo minum,

em... kamu mau minum apa??"

ujar ainul menyembunyikan rasa sakit yang sempat menghinggapi lengan tanganya pada salsa.

"e'emm beneran kamu nggak apa-apa?

ujar salsa khawatir,"

'ia nggak apa-apa percaya deh,.

udah...., mau aku ambilin apa??

klo nggak ada, ya aku minum sendiri deh.."

"kamu hati-hati, nanti kejatuhan barang-barang berat kaya dulu, ok!!."

"ehhhh masih inget aja hhhh, ia nggak, nggak, hal itu nggak bakal terjadi lagih....

aku air putih hanget nul..."

ujar salsa berkata pada ainul yang sudah menuju pintu keluar tempat latihan tersebut.

"ok. tunggu ya.."

salsa yang masih berkutat dengan samsak yang ada di hadapanya masih melayangkan tendangan demi tendangan, bahkan dengan postur yang tak begitu ramping tapi kakinya mampu menyentuh bagian atas dari samsak yang di gantungkan, bahkan hampir-hampir membuat kakinya terbuka lurus.

"aku nggak tau entah ini berhasil ataupun tidak, tapi yang pasti aku nggak mau menjadi beban bagi siapapun lagi, kalau mungkin membuat ayah tak kecewa jika aku tak berjodoh dengan pak lucky aku harus mencobanya. aku nggak boleh mengacaukan niatan orang lain. untuk bersama-sama".

"selain itu.."

kata-kata lucky kala itu..

(eh... bag..bagaimana bisa kamu bicara seperti itu...?!!!!

ini bukan hal sepele satu dua bulan.

aku tak mau jika harus terjebak seumur hidup dengan sebuah kesalah pahaman.

aku jelaskan sama kamuh.. aku bukanlah orang yang

suka membenarkan kenyataan yang sedang terjadi seperti saat ini.)

"mmmm jika menyatakan kebenaran yang terjadi adalah kuncinya, aku pun harusnya bisa melakukan hal tersebut",

gumam salsa yang kini semakin berkecamuk.

tapi...

senyuman itu....

tiba-tiba salsa teringat senyum ayahnya yang sangat antusias membicarakan lucky pada ibu dan dirinya, di kala ia sempat menemui dan berlatih bela diri di rumah ainul.

"xai he kamu tau kakaknya ainul...,

mantap... seorang tni berbadan tegap, pintar beladiri."

"eng?? tau, kenapa ayah?"

ujar salsa yang kini tak memerdulikan panggilan ayahnya padanya.

"uh... dia itu orangya baik, sopan.

ya seperti ayahnya,"

"emmm dia sedang cuti?"

tiba-tiba ibu salsa menanggapi dengan datar saja.

"em... ia sepertinya begitu mah, kayanya kita dulu sempat bertemu dengan dia ya, saat masih se kelasan smp,". ujar ayah salsa semakin antusias.

sembari menyantap hidangan makan malam.

ia, dia jarang di rumah, dari sejak itu, setiap liburan juga sepertinya jarang sekali terlihat, pasti ada acara-acara dengan teman sepondok, apalagi sekarang masuk di tni. ayah saja yang kerja paruh waktu kewalahan mendidik anak, sematha wayang.

"e'ekngh... eh.."

tiba-tiba waluyo terbatuk setelah mendengar kata-kata datar dari istrinya tersebut.

"yah, kalau sudah selesai di tinggal saja nanti mamah beresin,"

dengan masih menyisakan sedikit dari bagian miliknya, maria pun beranjak menuju kamar setelah meminum segelas air.

salsa yang kala itu mengerti ada kekhawatiran yang sama namun di tunjukan dengan cara yang berbeda oleh kedua orang tuanya tersebut. ia hanya berteriak di dalam hati, dan menangis sejadi-jadinya, tapi hanya sedikit yang dari air matanya yang mampu mengalir. bahkan salsa sempat menunjukan senyum pada ayahnya, yang sempat menatapnya dengan kekhawatiran, bahkan setelah keantusiasanya menceritakan sosok seorang lucky pada dirinya dan maria.

"kenapa semua terlihat seperti tak mungkin untuk beranjak mengatakan kebenaran itu, atau bahkan hanya untuk sekedar diam dan menerima keadaan.

kenapa harus ayah...?? lucky?? keluarga ini??

bahkan aku belum sempat membuat senyuman itu tertoreh di wajah mamah, dan akhirnya aku membuat tembok tinggi untuk kasih sayangnya."

buakh....!!! buakh!!!!

"bahkan kenapa aku malah lebih merasa nyaman dengan orang lain.... bahkan dengan sebuah ikatan yang ku miliki dengan mamah,! "

buakh...!!! buakh...!!!

"ya allah pantaskah aku seperti ini??

pantaskah aku berkeluh-kesah? bahkan hanya untuk masalahku sendiri?.

ingatkan aku ya allah bila aku salah mengambil keputusan, peluk aku di jalanmu."

bantu aku memeluk mamah. menggapai papah. di jalanmu."

buakh..!!! buakh...!!!

"aku tak ingin berdiam diri.

bagaimana bisa aku memeluk mamah, atau menggapai papah di jalan allah, jika permasalahan diriku sendiri saja menjadi beban bagi mereka".

ukhaaaaaaah''!!!!!

buakh!!!

tiba-tiba salsa mencapai titik penatnya dan melampiaskan segalanya pada tendangan terakhir yang di iringi teriakan.

"masyaAllah, anak muda... minum dulu anak muda...

ainul yang memasuki ruangan gym yang sudah mendingin, dengan botol air hangat yang di pinta oleh salsa berada di tanganya".

ukhhhh ukh... hhhhe' hhhhh'

entah sejak kapan salsa yang setelah melampiaskan kepenatan yang ia rasakan menjadikan suara miliknya parau, dan tak terasa air matanya mengalir, matanya memerah. bahkan ia tak bisa menutupi suaranya yang tersedu-sedu.

bahkan suaranya khas seseorang yang mengalami tangis yang parah.

hhhhh' hhhhgh'

makasih,

"eh... kamu kenapa nis...??

hey?? kok... hey?? kamu ada apa?? kenapa cerita sama aku... siapa yang bikin kamu kaya gini??

ngomong... biar aku kasih tau sama kakak.

kamu di apain?? kamu di sakitin??

ujar ainul yang dengan cepat memeluk salsa dengan eratnya layaknya seorang kakak.!!!!"

"euhm. enggak.. aku nggak apa-apa hhhh nggak tadi ada debu di samsaknya jadi bikin aku keliliphan.

hhhhh beneran nggak apa-apa,

nggak apa-apa beneran".

"beneran?? kamu nggak di sakitin kan??

emmm kamu nggak di sakitin sama cowok atau gimana kan?? nis.?"

"aduh... debunya kok perih bnget yah??!

ujar salsa yang menyadari bukanlah dirinya yang di sakiti tapi dirinya lah yang bisa di bilang menyakiti hati seseorang, dan bahkan segera menyakiti hati lucky dan zahra".

"mana-mana, aku liat coba?? aduh.. kok bisa kamu kena debu?? ih.. kamu sih nggak hati-hati..."

coba dari tadi hati-hati,kan gini jadinya...." ujar ainul menasehati salsa.

"ughhhhhhh... ia harusnya aku lebih hati-hati dari dulu KAK...., dari dulu..., kakak jadi susah gini kan...!!

bahkan ayah sama mamah... tiba-tiba salsa memeluk erat ainul dan menangis sejadi-jadinya.

ainul yang belum mengetahui persis permasalahan yang di hadapi sahabatnya tersebut kini hanya menitihkan air mata dan bertanya-tanya.

"kk kamu kenapa toh nis...??"

ngomong sama aku... kan ada aku di sini... kamu

nggak sendirian... kamu ada aku... kamu nggak boleh ginih... aku nggak bisa apa apa kalo kamu nggak bilang..." lirih ainul yang kini malah tangisnya ikut menjadi.

"nggak kak... kakak nggak salah apa-apa aku yang salah...

aku harusnya lebih hati-hati, ak...hhhhh akhhu dah ngelibatin se..sssgh....."

"dah dah... kamu kelarin dulu... dah dah... ujar ainul yang kini tak bisa membendung air matanya yang makin menganak sungai".

dalam ketidak tahuan ainul menemani salsa dengan tangisnya yang benar-benar membuat salsa maupun dirinya terduduk begitu lama.

tak satu patah kata pun dapat terlontar dari keduanya, karena ainul sendiri pun kembali membayangkan kesulitan yang di alami sahabat qaribnya tersebut.bahkan saat-saat sahabat qaribnya tersebut menangisinya di kala sakit.

lirih suara tangis ainul mengiri tangisan salsa yang tersedu-sedu pagi itu.