webnovel

MERAWAT DEAN

"Aku...aku tahu dari Max, Max yang memberitahuku kalau kamu suka es krim." ucap Dean sedikit gugup karena hampir saja Marey curiga padanya.

"Max? apa kamu sangat dekat dengan Max?" tanya Marey menatap penuh wajah Dean.

"Ya Rey, aku sudah berteman dengan Max." ucap Dean menyakinkan Marey.

"Aku percaya padamu Luis. Kamu juga sudah berteman dengan anak-anak di sana kan?" ucap Marey dengan tersenyum.

"Kamu tahu darimana?" tanya Dean dengan tatapan penuh.

"Dari Max, Max bilang kalau sering melihatmu bermain sepak bola." ucap Marey seraya mengamati wajah Dean yang saat ini menjadi Luis Fedrick.

"Hem... dulu aku suka berolahraga, tapi sejak aku mudah pingsan aku jarang melakukannya." ucap Dean sambil menegakkan punggungnya.

"Sebenarnya kamu sakit apa Luis? kamu jangan berbohong lagi padaku." tanya Marey menatap dalam wajah Dean berharap Dean akan mengatakan yang sebenarnya.

"Aku tidak sakit apa-apa, hanya kalau terlalu lelah aku bisa pingsan. Itu saja. Percayalah padaku." ucap Dean tidak ingin membuat Marey kuatir dan cemas.

Marey mengalihkan pandangannya agar tidak terlihat kalau matanya sudah berkaca-kaca.

"Kata Dokter kamu harus istirahat beberapa hari, jadi turuti saja apa kata Dokter. Kamu tidak perlu bekerja dulu." ucap Marey tidak bisa lagi membiarkan Dean bekerja yang membuatnya lelah.

"Tidak Marey, aku tidak apa-apa. Aku sudah lebih baik sekarang. Kalau aku tidak bekerja bagaimana aku bisa bertemu denganmu?" tanya Dean dengan sebuah senyuman menyembunyikan rasa sakit di kepalanya.

Marey terdiam, menatap nanar wajah Dean yang masih bisa tersenyum di tengah kesakitannya.

"Kenapa kamu ingin sekali bertemu denganku setiap hari Luis? Aku bukan kekasihmu kan?" ucap Marey dengan suara tertahan.

"Sudah aku bilang, aku menyukaimu sejak pertama kali aku bertemu denganmu. Dan aku ingin kamu menjadi kekasihku, itu kalau kamu mau Marey. Aku tidak akan memaksamu." ucap Dean menatap dalam wajah Marey berharap Marey menerima cintanya. Dean ingin di saat terakhir hidupnya nanti meninggal dalam pelukan Marey walau sebagai Luis bukan sebagai Dean laki-laki yang masih di benci Marey.

"Hem... apa kamu benar-benar mencintaiku Luis? aku wanita yang tidak sempurna. Aku tidak bisa berjalan ke mana-mana, dan yang pasti aku akan menyusahkanmu." ucap Marey dengan perasaan bersalah yang sangat dalam.

"Kamu tidak tahu sedalam apa cintaku padamu Marey, aku akan menjagamu dan membahagiakanmu sampai akhir hidupku." ucap Dean dengan suara hampir tak terdengar.

Setitik air mata Marey menetes di pipinya, dan itu di ketahui Dean.

"Kamu menangis Marey cantik? apa kamu sudah terpesona oleh kata-kataku?" ucap Dean tersenyum sambil mengusap air mata Marey.

"Dean...aku minta maaf padamu, aku tahu sedalam apa cintamu padaku. Aku baru tahu kamu mengalami penderitaan dan kesakitan selama ini. Bukan saja kakiku yang lumpuh, tapi hatiku juga buta karena tidak bisa melihat cintamu yang begitu besar padaku. Maafkan aku Dean... maafkan aku." ucap Marey menangis dalam hati.

"Marey kenapa kamu diam? apa kamu akan menolak cintaku?" tanya Dean dengan cemas.

"Bagaimana aku bisa menolak hati dan cintamu Luis? Kamu seperti malaikat yang punya hati dan cinta tulus padaku." ucap Marey ingin menangis dalam pelukan Dean.

"Jadi benar apa yang ku katakan, kamu benar-benar telah tersihir oleh pesonaku." ucap Dean tersenyum sambil meraih tangan Marey.

"Terima kasih Marey, kamu telah memberikan hadiah kebahagiaan terbesar dalam hidupku. Terima kasih telah menerima cintaku dan menjadi kekasihku." ucap Dean dengan tangis bahagia dalam hatinya.

"Sekarang, karena aku telah menjadi kekasihmu kamu harus menurut padaku. Anggap saja aku adalah kekasih sekaligus Dokter pribadimu. Kamu tidak boleh bekerja dulu, tapi kamu harus beristirahat selama beberapa hari di rumah sakit sesuai saran dari Dokter." ucap Marey seraya membalas genggaman tangan Dean.

"Seperti apa kata kekasihku saja. Aku akan menurut apa katamu asal kamu mau menjagaku dan tidak jauh dariku." ucap Dean dengan tatapan lembut.

"Tok...Tok...Tok"

Terdengar suara pintu terketuk. Dean dan Marey melihat ke arah pintu yang terbuka bersamaan datangnya seorang perawat dan seorang Dokter yang tidak di kenal Marey atau Luis.

"Selamat siang, namaku Dokter Naan. Karena Dokter Chan ada panggilan tugas di luar. Sementara aku di minta untuk menggantikan dan memantau perkembangan sakitnya Tuan Luis." ucap Dokter Naan yang baru pindah dari rumah sakit kota lain.

"Terima kasih Dokter Naan, bagaimana hasil sakitnya Luis? kata Dokter Chan, Luis harus tinggal beberapa hari di rumah sakit." ucap Marey dengan serius. Sedangkan Dean menjadi panik kalau Dokter Naan akan mengatakan yang sebenarnya pada Marey.

"Seperti hasil diagnosa terakhir yang saya lihat, Tuan Luis harusnya menjalani kemoterapi untuk memperpanjang hidupnya. Seperti yang ada di dalam catatan ini, hidup Tuan Luis tinggal beberapa bulan lagi karena penyakit kanker darahnya sudah mencapai stadium akhir. Jadi aku sarankan pada Tuan Luis untuk segera menjalani kemoterapi." ucap Dokter Naan panjang lebar tanpa merasa bersalah.

"Maaf Dokter, aku kira catatan diagnosa yang anda baca bukan Luis aku. tapi Luis yang lain. Aku tidak sakit, aku hanya sakit biasa saja. Tolong anda bicara lagi pada Dokter Chan, mungkin yang di maksud Dokter Chan pasien Luis yang lain." ucap Dean dengan wajah pucat namun tetap berusaha tenang agar Marey tidak terkejut dan cemas karena sakitnya.

Dokter Naan menatap Luis dengan tenang, kemudian memberikan hasil diagnosa tersebut pada Marey.

"Maaf Tuan Luis, tolong bisa di periksa nama yang ada di catatan hasil diagnosa tersebut. Tidak mungkin pihak Rumah sakit mengalami kesalahan pada pasien yang sakit parah." ucap Dokter Naan dengan serius.

Marey melihat catatan hasil diagnosa yang di pegangnya seolah-olah terkejut membaca hasil diagnosa tersebut.

"Dokter, terima kasih atas sarannya. Secepatnya aku akan meminta Luis mau melakukan kemoterapi." Ucap Marey seraya memberikan hasil diagnosa pada Dokter Naan.

"Baiklah, kita tunggu kabar dari Nona. Karena hidup Tuan Luis benar-benar tidak akan bisa lama tanpa melakukan kemoterapi." ucap Dokter Naan kemudian meninggalkan kamar Dean.

Setelah Dokter Naan keluar, Marey mendorong kursi rodanya dan mendekati Dean. Di tatapnya wajah Dean dalam-dalam.

"Jangan menatap ku seperti itu Marey, Dokter itu salah kamar dan salah orang." ucap Dean panik.

"Ssstt!! diam, seperti kata Dokter Naan pihak rumah sakit tidak akan mungkin melakukan kesalahan. Kamu harus menjalani kemoterapi seperti yang di katakan Dokter Naan." ucap Marey dengan tangis tertahan, melihat Dean yang bersikeras menutupi rasa sakit yang di deritanya.

"Tapi Marey, aku benar-benar tidak sakit. Dokter itu pasti salah orang, percayalah padaku. Aku tidak sa..." Dean tidak bisa meneruskan ucapannya saat bibir lembab Marey menutup mulutnya dengan ciuman lembut.

Next chapter