1 Prolog

"A-aku m-me-menyukaimu"

Bellia hanya menatap datar pada laki-laki yang menyatakan perasaan padanya itu. Rasa jengah hinggap dihatinya kala ada puluhan laki-laki yang sama setiap harinya, mencoba untuk mendapat sebuah anggukan atau jawaban iya darinya.

"Kau sadar bagaimana rupamu kan?" menusuk hati pastinya ketika Bellia mengatakannya.

Laki-laki itu menatap Bellia memperlihatkan raut sedihnya lalu mengangguk pelan.

"Lebih baik kau enyah sekarang daripada harus menanggung malu lagi" katanya lirih namun penuh penekanan. Sekali lagi laki-laki itu menatap Bellia namun tak lama langsung pergi.

"Oo jadi yang modelan kayak tadi nggak suka juga toh" Silvia, gadis berlesung pipit yang duduk disampingnya itu mengelus dagunya sambil menatap kepergian laki-laki tadi.

"Kalau kau mau ambil aja" sahut Bellia kembali melanjutkan makannya yang sempat tertunda.

"Ya ampun mana mungkin aku mengambil calon pacarmu Bellia tercinta!" pekik Silvia sambil memeluk leher Bellia erat.

"Lepas Silvia!" teriak Bellia saat napasnya hampir habis. Sungguh rasanya seperti baru saja dicekik. Sementara itu Silvia hanya cengengesan.

"Silvia!"

Dari arah berseberangan sosok laki-laki bertubuh tinggi dengan rambut berjambul datang sambil melambaikan tangannya.

"Cih bikin nggak nafsu makan" decih Bellia saat melihat dua makhluk yang duduk satu meja dengannya itu senyum-senyum sambil menyenggol pelan bahu masing-masing. Begini nih nggak enaknya jika cuma punya satu sahabat tapi diembat sama cowok lain.

Merasa tak digubris Bellia menyikut Silvia hingga gadis itu berbalik ke arahnya. "Apa sih Bel?"

"Pacarannya jangan disini ganggu yang lain tau nggak"

"Lah disini yang ada cuma kita bertiga nona, coba deh matanya dilebarin kita sekarang ada dimana. Yang ada situ tuh yang ganggu momen romantis kita. Ya kan Sil?" balas Geri meminta persetujuan Silvi.

Ya jadi sekarang mereka itu berada di kantin padahal pembelajaran masih berlangsung. Dengan berbekal alasan perut yang mulas, pusing kepala, dan panggilan darurat dari orang tua ketiga anak itu berhasil keluar dari kelas.

Oh iya mengenai laki-laki yang tadi, jadwal kelasnya adalah olahraga. Saat membeli minum kebetulan melihat Bellia yang memasuki kantin. Jadi dia memberanikan diri, walaupun bisa menebak bagaimana akhirnya.

Kembali ke tiga anak ini. Bellia memutar bola matanya malas, mendengar Geri yang menurutnya semakin lebay seiring bertambahnya hari sejak seminggu yang lalu resmi berpacaran dengan Silvi.

"Iri bilang mbak. Lagian kenapa sih pertahanin standar cowok yang jelas-jelas nggak ada di dunia nyata" ejek Geri.

"Siapa bilang nggak ada?" tanya Bellia menyedekapkan kedua tangannya, menatap Geri seakan menantangnya. Dia mana bisa diam saja saat dibilang kalau standar cowoknya tidak ada yang bisa memenuhi satu orang pun.

Dia adalah orang yang harus mendapatkan apa yang diinginkannya. Asal mau, orang tuanya pasti akan mencarikan sampai ujung dunia sekalipun.

"Dengar ya nona besarku, nggak ada orang di dunia ini yang bisa mengubah daun menjadi uang"

"Kalau itu aku juga tahu" kata Silvi yang sedari tadi diam menyimak sahabat dan pacarnya itu beradu mulut.

"Itu perumpamaan sayangku"

Bellia menutup mulutnya, rasanya dia akan muntah jika kedepannya terus mendengar kata yang begitu menjijikkan di telinganya.

"Lebay ba-"

"Shuttt. Orang ganteng mau klarifikasi nih" potong Geri meletakkan telunjuknya di depan bibir Bellia, yang langsung ditampik.

"Sahabatnya Silviaku tersayang, laki-laki di dunia ini nggak ada yang sempurna. Semua pasti punya kelebihan dan kekurangan. Misalnya saja ada yang berwajah tampan, kaya, pintar, tapi nggak setia. Sebaliknya jika orang itu berwajah biasa, kehidupannya biasa, tapi setia." jelas Geri sambil tersenyum lembut.

Untuk sesaat Bellia terpana mendengarnya. Tekejut karena Geri bisa memberikan nasehat seperti guru bk.

"Nah sekarang Silviaku tambah cinta kan sama ak-"

Pletakk.

Bellia menjitak kepala Geri. Melotot tajam pada Silvia yang akan memprotesnya.

"Terserahlah"

avataravatar
Next chapter