webnovel

Cinta Yang Tersesat

Pernah merasa bagaimana sesaknya menyimpan rasa terpendam? Itulah yang dirasakan Erfian Satria atau biasa dipanggil Satria, anak kelas 2 SMA yang memiliki perasaan terpendam pada ketua OSIS, Arin Siskawati yang merupakan primadona di sekolahnya. Ingin mengungkapkan perasaan secara langsung tapi...tidak berani. Alhasil? Erfian memilih mengirim pesan lewat ponselnya. Sayangnya takdir memang nakal. Pesannya terkirim bukan ke pujaan hatinya! Melainkan ke Risa Ayu Widya, teman sekelasnya yang terkenal tomboi dan pemarah. Berawal dari salah kirim, berujung salah paham. Bagaimana bisa kau mengatakan kebenaran yang menyakitkan kepada orang yang menyukaimu? Apakah Erfian dapat jujur pada Risa dan mungkinkah benih" cinta muncul diantara keduanya?

NightDragonfly · History
Not enough ratings
30 Chs

Perubahan situasi

Ardi sedang berada di rumah Ethan saat hari libur, karena Satria sedang disibukkan dengan latihan, dia tidak bisa ikut ke tempat ini.

"Ardi, bagaimana menurutmu rekaman ini?"

Ethan sedang duduk di depan komputer miliknya dengan santai, Ardi berdiri di belakang sambil terus mengawasi perilaku Ethan.

"Menutku cukup bagus, mari beralih ke kualitas suaranya"

"Ahh, ya, sayangnya kualitas suara yang direkam tidak terlalu bagus karena jarak yang terlalu jauh. Tapi tidak masalah, aku akan mengakali masalah itu"

Mereka berdua sedang sibuk untuk mengolah video rekaman yang mereka dapatkan hingga seperti sebuah film yang berkualitas. Lagipula, sebentar lagi akan ada lomba film pendek yang diadakan di sekolah mereka. Ini kesempatan yang bagus untuk belajar dari sekarang.

Ardi menggosok dagunya, "Sepertinya kita memerlukan beberapa rekaman tambahan, tapi kali ini mari kita tambahkan mikrofon untuk mendapatkan suara yang lebih baik"

Ethan menyeringai, "Aku tidak masalah dengan itu, tapi kita juga memerlukan bantuan dari orang lain sebagai aktor, aku telah cukup merepotkan Satria untuk mendapatkan rekaman pengeroyokan ini"

Ardi menatap tajam langsung ke mata Ethan, "Aku pasti sudah memukul wajahmu sekarang kalau bukan karena Satria yang menawarkan dirinya sendiri. Jika setiap rekaman yang kau butuhkan adalah adegan yang sama, aku tidak yakin ada yang mau mengambil peran itu"

Ethan dengan enteng menjawab, "Tidak, tidak, tidak ada lagi adegan yang membutuhkan pengorbanan seperti itu. Sisanya hanya adegan yang mudah. Ngomong-ngomong, sepertinya kita butuh naskah baru"

"Apakah kau tidak puas dengan naskah yang aku tulis?"

"Sejujurnya, Ardi, naskah yang kau tulis terlalu banyak mengandung dugaan dan deduksi. Itu memang menarik, tapi kita butuh naskah yang benar-benar bagus dari penulis yang berbakat"

Ardi berpikir sejenak, dia merasa bahwa yang dikatakan Ethan ada benarnya. Karena Ardi mampu menganalisa perasaan seseorang dari pola tingkah laku, Ardi terbiasa membuat dugaan dan deduksi. Sebagian besar memang telah terbukti benar, tapi yang lainnya belum benar-benar jelas. Karena itu Ethan ingin menghindari resiko kesalahan analisa.

Berbicara tentang kemampuan analisa, Satria memiliki cukup kemampuan di atas mereka berdua, tapi sekarang dia sedang sibuk.

Ardi selesai berpikir, "Tidak, sepertinya aku tidak memiliki seseorang di ingatanku yang memiliki kemampuan sebagai penulis yang bagus. Aku akan mencoba bertanya ke beberapa orang temanku tentang itu, mungkin mereka mengenal seseorang"

Ethan mengangguk pelan, "Bagus, aku serahkan tugas itu padamu. Untuk sementara aku akan sibuk mengolah rekaman ini, tolong jangan ganggu aku jika bukan untuk hal penting"

Ardi pergi menuju pintu dan hendak pulang, tapi dia berhenti di sana sebentar, "Ethan, jika kau butuh bukti lebih lanjut, katakan padaku" lalu dia pergi keluar.

Setelah pintu ditutup, Ethan menyeringai, "Heh, aku bahkan tidak pernah mengatakan sesuatu tentang rencanaku, tapi kau masih bisa membacanya. Ardi, dan juga Satria, kalian berdua menakutkan. Syukurlah aku tidak menjadi lawan kalian"

Ethan kembali menghadap layar komputer miliknya dengan senyuman lebar di wajahnya.

Saat istirahat makan siang, Ardi memperhatikan seluruh kelas lebih dari biasanya. Dia mengamati semua orang dengan teliti.

Orang pertama yang menjadi perhatiannya adalah Satria yang terlihat kelelahan dan bisa terlelap kapan saja. Tampaknya dia sudah sangat kelelahan dengan tugas sekolah yang banyak, pekerjaan di sawah dan latihan Pencak Silat yang berat. Ardi memahami itu, karena itu dia tidak ingin mengganggu Satria untuk sementara waktu.

Arin terlihat bersemangat seperti biasa ketika berbincang dengan teman sepergaulannya. Sementara itu, Risa lebih tenang dari biasanya, tampaknya dia memiliki beberapa pemikiran rumit yang mengganjal di pikirannya.

Via yang dikenal sebagai gadis gendut itu telah pergi keluar kelas sejak bel berbunyi, dia mungkin bergegas menuju kantin untuk membeli makanan seperti biasa. Sementara itu, Vina yang merupakan peringkat tertinggi di kelas bersama terlihat sedang asik menulis sesuatu di buku catatan miliknya.

Ardi memperhatikan itu dengan penuh perhatian, dia penasaran dengan hal yang sedang ditulis oleh Vina.

Pelajaran sebelumnya tidak banyak mencatat, seharusnya Vina tidak mungkin lupa mencatat itu. Dan lagi, seingat Ardi tidak ada tugas yang diberikan sebelumnya, jadi tidak ada alasan untuk menulis sesuatu. Kecuali jika seseorang sedang iseng menggambar sesuatu di buku catatan miliknya sendiri.

Tapi Vina tidak terlihat seperti orang yang akan melakukan hal sia-sia seperti itu.

Inilah yang membuat Ardi menjadi lebih tertarik dan penasaran.

Ketika Vina sedang sibuk menulis, dua orang gadis teman sekelasnya mendatangi bangku miliknya dan langsung mengambil buku miliknya tanpa permisi.

"Apaan nih? Hah, novel ya? Hahahaha, tulisanmu jelek"

"Mana Sin? Coba kulihat"

Buku itu berpindah ke gadis satunya dan mereka mulai tertawa setelah membaca sedikit.

"Jadi ini ya pekerjaanmu kalau gak ngobrol sama yang lain? Lu tuh niat sekolah gak sih? Malah nulis novel, mending cari temen sana biar gak sendirian mulu"

Vina hanya diam dan menunduk tidak berdaya, dia bahkan tidak terlihat mampu melawan keduanya.

Mereka berdua adalah Sinta dan Aruna, keduanya memang dikenal sebagai gadis yang kurang baik, dan kali ini Vina yang menjadi sasaran mereka.

Meskipun perkataan keduanya ada benarnya, mereka mengatakannya dalam cara yang tidak benar. Memang ada bagusnya membatasi diri dari pergaulan, karena tidak semua pergaulan berdampak positif.

Bagaimanapun, ini adalah sistem sosial, kau tidak bisa melawan sekelompok orang sendirian. Tanpa bantuan yang cukup, kau hanya akan menjadi korban.

Seharusnya Risa yang biasanya akan bertindak dan menyelesaikan masalah ini, tapi dia sepertinya sedang tenggelam dalam pikirannya sehingga tidak menyadari perubahan ini.

Tidak banyak orang di kelas yang mau terlibat dalam perselisihan itu, lagipula kebanyakan siswa telah keluar kelas selama jam istirahat.

Ardi membatin, "Aku menemukannya! Aku hanya perlu satu dorongan untuk membuat Vina berhutang budi padaku, dan aku bisa memintanya membuat naskah yang bagus"

Sementara Ardi masih berpikir tindakan apa yang seharusnya dia ambil, Satria telah berdiri dari tempatnya dengan wajah yang mengantuk dan kantung mata yang cukup terlihat.

Satria mendatangi mereka dan segera mencengkeram dengan kuat tangan Aruna yang sedang memegang buku milik Vina.

"Aw aw, sakit! Apaan sih lu, Satria?"

Karena mata yang mengantuk, Satria harus menatap tajam untuk melihat dengan jelas meskipun matanya merah. Untuk Sinta dan Aruna, saat ini Satria terlihat seperti sedang marah besar dan sangat menyeramkan.

Mereka selalu menganggap Satria sebagai orang yang kalem dan penyabar, tapi ketika dia sedang marah, itu cukup untuk menakuti keduanya.

Seisi kelas menjadi hening, semua orang memperhatikan tindakan Satria yang tidak mereka duga.

Satria mengembalikan buku milik Vina. Sinta dan Aruna pergi begitu saja meninggalkan kelas tanpa mengatakan apapun.

Tapi Ardi bisa menilai dengan jelas situasi mereka. Mereka tidak akan pernah melupakan wajah Satria saat sedang marah itu.

Baik atau buruk, itu adalah takdir yang mengikat mereka.

"S-Sin"

Aruna memanggil Sinta dengan gugup, jantungnya berdegup cepat.

"Iya, ada apa?"

"Kayaknya aku baru aja jatuh cinta deh. Tadi Satria kelihatan keren banget, pandangan mata yang sinis gitu jadi kelihatan cool, duh keren bangeeet!"

"Hah?"