webnovel

Cinta Yang Tersesat

Pernah merasa bagaimana sesaknya menyimpan rasa terpendam? Itulah yang dirasakan Erfian Satria atau biasa dipanggil Satria, anak kelas 2 SMA yang memiliki perasaan terpendam pada ketua OSIS, Arin Siskawati yang merupakan primadona di sekolahnya. Ingin mengungkapkan perasaan secara langsung tapi...tidak berani. Alhasil? Erfian memilih mengirim pesan lewat ponselnya. Sayangnya takdir memang nakal. Pesannya terkirim bukan ke pujaan hatinya! Melainkan ke Risa Ayu Widya, teman sekelasnya yang terkenal tomboi dan pemarah. Berawal dari salah kirim, berujung salah paham. Bagaimana bisa kau mengatakan kebenaran yang menyakitkan kepada orang yang menyukaimu? Apakah Erfian dapat jujur pada Risa dan mungkinkah benih" cinta muncul diantara keduanya?

NightDragonfly · History
Not enough ratings
30 Chs

Namanya Ayu

Sepanjang perjalanan, aku hanya diam setelah pertanyaan dari Risa telah usai. Harus aku akui, itu sistem perhitungan poin paling gila yang aku tau.

Tunggu, sepertinya sejak awal Risa memang tidak berniat mempertemukan aku dengan gadis itu.

"Satria ~"

Kumohon, tolong hentikan! Tembok di hatiku yang aku bangun dengan susah payah hanya untuk menyukai Arin, hampir jebol tiga kali hari ini setiap Risa memanggil namaku dengan lembut.

"Kamu kecewa ya?" ucap Risa dengan nada sedikit sedih.

Aku menjadi sedikit merasa bersalah karena hanya terdiam. Tapi bahkan aku tidak memiliki cara untuk menyuarakan ketidakpuasanku terhadapnya. Aku merasa sedang dipermainkan di sini.

"Yaudah deh, kamu nanti main ke rumahku aja, dia ada di sana kok. Nanti aku panggilin"

Aku menjawab dengan kurang bersemangat, "Iya"

Kau tau? Setelah beberapa pertanyaan yang membuatku merasa dipermainkan, aku kehilangan sebagian besar harapan yang aku simpan terhadap Risa.

Yah, mungkin aku hanya akan dipermainkan lagi nanti. Aku hanya akan mampir sebentar sesuai janji lalu pulang dengan cepat.

Setelah sampai di rumah Risa, aku dipersilakan masuk ke ruang tamu, sementara sepedaku diparkirkan di halaman.

Aku disuguhkan secangkir teh hangat dan beberapa makanan ringan seperti biskuit dan keripik yang terlihat pedas.

Aku ditinggalkan sendirian sementara Risa pergi ke lantai dua dan mengganti baju di kamarnya.

Ketika aku sedang menyesap cangkir teh di hadapanku, gadis itu muncul seperti magnet kuat yang menarik seluruh perhatianku.

Rambut panjang yang terurai hingga pinggang, wajahnya sangat cantik hingga aku mungkin menganggapnya bidadari. Baju yang dikenakan olehnya hanya baju santai, tapi entah bagaimana menjadi terlihat mewah ketika dia kenakan.

Dia menyapaku dengan sopan, "Hai, kita ketemu lagi" dan mengulurkan tangan padaku.

Kami berjabat tangan seperti perkenalan yang sopan, "Iya, perkenalkan, Namaku Erfian Satria atau biasa dipanggil Satria"

"Hmm, jadi Satria ya. Kamu bisa panggil aku Ayu"

Ah, nama itu benar-benar cocok untuknya. Aku akan setuju dengan keputusan orang tuanya tanpa keberatan sedikit pun.

(Ayu dalam bahasa Jawa berarti 'Cantik')

Ayu menaruh jari telunjuk di depan bibirnya yang lembut dan kemerahan, "Satria ya, namanya gagah, kamu jago bela diri?"

"Eh, enggak sih. Aku biasanya sibuk kerja di sawah, jadi belum pernah belajar ilmu bela diri"

"Ahahaha, aku kira kamu semacam pendekar gitu, maaf"

Setelah percakapan singkat itu, kami berdua terdiam dalam kesunyian yang canggung sambil duduk di atas sofa dan saling berhadapan.

Aku benar-benar gugup hingga tidak tahu topik apa yang mungkin bisa dibahas. Aku sesekali menyesap secangkir teh hangat sambil curi-curi pandang terhadap Ayu.

Ketika pandangan kami bertemu, aku segera mengalihkan pandangan. Ayu menampilkan senyum menawan ketika pandangan kami bertemu.

Gawat, aku benar-benar gugup, jantungku berdegup cepat seperti hampir meledak. Apakah aku akan selalu seperti ini jika di hadapan gadis cantik?

Karena hampir tidak ada topik yang bisa dibahas tentang kami berdua, aku mencoba mengalihkan topik tentang orang lain.

Dengan dalih menunggu Risa, aku berbicara, "Ngomong-ngomong Risa kok lama ya ganti bajunya"

Ayu sedikit kebingungan, "Eh, itu… mungkin urusan perempuan"

Aku merasa heran, "Urusan perempuan?"

Wajah Ayu memerah karena malu, "J-jangan tanya tentang itu! Kami perempuan memiliki urusan yang sebaiknya tidak diketahui laki-laki"

Baiklah, karena dia berkata seperti itu, aku tidak akan melangkah lebih jauh untuk mencari tahu.

Aku melihat jam yang terpasang di dinding. Ah, gawat, ini sudah waktunya aku pulang dan membantu bapak di sawah orang.

"Bisa kamu panggil Risa? Aku mau pamit"

"Eh, kok buru-buru?"

"Iya, soalnya aku masih ada kerjaan di sawah"

Ayu mengantarku hingga pintu gerbang dan menyuruhku untuk menunggu sebentar.

Beberapa saat kemudian dia kembali dengan membawa bungkusan makanan.

"Nih ada lauk, tadi Risa yang minta suruh ngasih ke kamu," ucapnya sambil menyerahkan beberapa bungkus lauk yang diletakkan dalam kantung plastik.

"Makasih"

Aku menaiki sepeda sambil melambaikan tangan pada Ayu.

Ayu merespon dengan melambaikan tangan juga, "Kamu yang semangat ya kerjanya. Salam buat bapak sama ibu kamu"

Ayu benar-benar gadis yang perhatian, aku bersyukur bisa bertemu dengannya.

(PoV Ayu)

Aku melihat Satria sudah pergi dengan sepedanya, meskipun kami hanya melakukan percakapan singkat, aku bisa tau dia adalah laki-laki yang baik dan juga berbakti kepada orang tua.

Aku berlari masuk ke rumah dan mengunci pintu, lalu berlari masuk ke kamarku yang berada di lantai dua.

Berbaring di atas kasur yang empuk dan memandang langit-langit yang putih, wajahku tanpa sadar membuat senyuman. Aku memegang wajahku sambil berguling-guling di atas tempat tidur karena malu.

Suasana hatiku sedang sangat bagus.

Aku menatap layar ponselku yang menampilkan hal yang paling membuatku bahagia sejauh ini.

Ahh, aku sangat ingin bersorak gembira setiap melihatnya, tapi aku harus menahan perasaan yang menggelora agar dia tidak menyadari perasaanku yang sebenarnya.

(PoV Arin)

Aku masih menunggu di depan gerbang sekolah hingga akhirnya jemputanku datang.

Itu adalah kakak laki-lakiku dengan mengendarai motor balap miliknya.

"Loh, kenapa Rin? Kok kelihatan bad mood gitu? Habis ditolak ya?"

"Apaan sih kakak ini, mana ada aku ditolak. Udahlah, aku mau pulang, jangan dibahas lagi"

"Ok deh, yuk naik"

Aku naik ke jok belakang, ini tidak terlalu lebar, tapi cukup nyaman untuk diduduki.

Ah, aku benar-benar kesal. Apa-apaan wajah ceria Risa yang tadi itu?!

Memangnya apa yang menyenangkan dari naik sepeda ontel yang sudah tua dan usang. Satria hanya anak orang kurang mampu yang hanya bagus di otaknya saja. Orang sepertinya adalah tipe yang paling bodoh ketika berurusan dengan cinta.

Begitulah yang aku pikirkan tentangnya, dan itu sudah terbukti dari tiga permintaan yang pernah aku minta kepadanya. Dia hanya menyetujui permintaan dariku bahkan tanpa bertanya.

Benar-benar tipe idiot yang paling aku sukai.

Konteks 'menyukai' di sini adalah seberapa banyak aku menyukai menggunakan orang bodoh ini untuk seseorang yang sempurna sepertiku.

Jika dia berharap bisa mendapatkan hatiku, itu hanya omong kosong dari sebuah mimpi yang tak akan pernah tercapai.

Sangat konyol jika aku berpacaran dengannya, dia tidak cukup baik untukku. Memangnya apa yang bisa diberikan oleh orang miskin sepertinya untukku? Tidak ada, dia hanya akan menjadi beban untukku.

Sungguh, aku selalu menilai tinggi Risa. Selain memiliki wajah yang cukup cantik, dia juga memiliki seperangkat ketrampilan bertarung untuk melindungi dirinya sendiri.

Tapi penilaian itu sirna ketika aku melihat Risa yang bertingkah lunak di hadapan Satria. Hal itu membuatku sangat kesal, aku harap dia segera tersadar kembali.