webnovel

Cinta Yang Tersesat

Pernah merasa bagaimana sesaknya menyimpan rasa terpendam? Itulah yang dirasakan Erfian Satria atau biasa dipanggil Satria, anak kelas 2 SMA yang memiliki perasaan terpendam pada ketua OSIS, Arin Siskawati yang merupakan primadona di sekolahnya. Ingin mengungkapkan perasaan secara langsung tapi...tidak berani. Alhasil? Erfian memilih mengirim pesan lewat ponselnya. Sayangnya takdir memang nakal. Pesannya terkirim bukan ke pujaan hatinya! Melainkan ke Risa Ayu Widya, teman sekelasnya yang terkenal tomboi dan pemarah. Berawal dari salah kirim, berujung salah paham. Bagaimana bisa kau mengatakan kebenaran yang menyakitkan kepada orang yang menyukaimu? Apakah Erfian dapat jujur pada Risa dan mungkinkah benih" cinta muncul diantara keduanya?

NightDragonfly · History
Not enough ratings
30 Chs

Melancarkan rencana

Esok hari, sekolah merencanakan untuk mengadakan sebuah acara pembekalan dari para alumni yang telah melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.

Acara ini tidak hanya untuk anak kelas 12, tapi juga anak kelas 11 dan 10. Untungnya aula sekolah kami cukup luas untuk menampung semua siswa dari berbagai tingkat. Telah disediakan kursi kursi di bagian dalam.

Karena itulah, jam pelajaran hingga waktu istirahat akan dikorbankan untuk melaksanakan acara ini.

Orang yang menata acara ini tidak lain adalah anggota OSIS dan sukarelawan dari beberapa kelas.

Ah, sebenarnya itu tidak benar-benar sukarela. Bagaimanapun, guru Kesiswaan sekaligus guru galak adalah orang yang memberi perintah, tidak ada yang berani menolak.

Yah, itu nasib buruk.

Semua kursi telah diisi, di ujung aula terdapat sederet meja dan sebuah proyektor yang diletakkan, tentu saja layar proyektor lebar juga tidak ketinggalan, jadi semua orang bisa melihat dengan jelas apa yang akan disampaikan melalui video atau gambar. Selain itu, bagian operator juga bertugas mengontrol sound system sehingga suara yang dihasilkan bisa disesuaikan dengan baik.

Aku bisa melihat beberapa speaker yang digantung di beberapa sudut bagian atas bangunan. Selain itu, kipas angin dan ventilasi udara telah dipasang dengan baik sehingga udara segar dapat masuk.

Mungkin ada beberapa alasan mengapa sekolah tidak memasang AC daripada kipas angin. Yah, aku tidak keberatan dengan itu karena aku sudah terbiasa.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya acara dibuka dengan pidato pendek wakil kepala sekolah. Guru-guru lain yang biasanya mengurusi pendaftaran kuliah juga ikut hadir. Serta orang-orang yang menggunakan jas almamater yang berbeda-beda juga menempati beberapa kursi khusus yang disediakan di depan.

Sepertinya mereka adalah senior kami yang telah melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.

"Sebelum kita mulai ke acara utama, mari kita sedikit bersantai dan menikmati film pendek yang dibuat oleh beberapa siswa sekolah kita"

Itulah yang dikatakan guru kesiswaan sebelum meminta orang yang mengoprasikan laptop di depan sana. Laptop itu telah terhubung dengan proyektor sehingga semua orang bisa melihat itu.

Aku melirik Ardi yang duduk di sampingku, dia memasang ekspresi rumit, tapi itu terlihat seperti dia telah mengharapkan situasi ini.

Aku bisa memahami apa yang dipikirkan Ardi secara kasar, tapi aku tidak mau melangkah lebih jauh. Itu akan menjadi hal yang merepotkan, semoga aku tidak mendapatkan masalah kali ini.

Film diputar, itu memiliki awal yang cukup mulus dengan pengenalan sekolah dan lingkungannya. Aku tidak bisa mengatakan bahwa itu awal yang menarik, tapi itu disusun dengan rapi dan halus sehingga kau tidak akan percaya bahwa bagian itu diambil dengan kamera amatir.

Semua tampak damai, dan aku melihat kebanyakan orang sedang menikmati film itu.

Ah, sudah aku duga. Ethan dan Vina adalah orang yang hebat. Mereka mampu mengubah video amatir biasa menjadi film yang bagus.

Karena sebelumnya Ardi meminta bantuanku untuk menyuruh Vina menulis naskah film pendek, kupikir akan ada masalah karena terlalu mendadak. Tapi hasilnya tidak mengecewakan sama sekali.

Adegan telah berubah, suasana yang tenang berubah menjadi sedikit menegangkan. Musik memiliki ritme cepat, adegan pemalakan, pengeroyokan, bullying, dan tindak kekerasan lainnya ditampilkan. Bahkan aku melihat adegan diriku dikeroyok pada satu adegan.

Itu sedikit memalukan, tapi aku memang tidak bisa berbuat apa-apa saat itu. Bagaimana jika sekarang aku mengalami hal itu lagi, apakah aku bisa melawan balik?

Adegan dilanjutkan dengan foto beberapa korban setelahnya, dan aku yang sedang terbaring di UKS juga ada di dalamnya.

Oh sial, semoga hal ini tidak menjadi masalah yang merepotkan di kemudian hari.

Film berakhir dengan kalimat seperti…

[STOP Bully dan tindak kekerasan lainnya]

Yah, itu memang akhir yang cukup bagus, dan pesan yang disampaikan cukup jelas.

Tapi aku tidak yakin Ethan adalah orang yang mau membuat hal semacam ini hanya untuk menyampaikan pesan itu. Pada penutup, terdapat beberapa nama yang ditampilkan dalam pembuatan film ini, seperti…

[Editor : Ethan Praga Kusuma

Naskah : V A

Kamera : X

…]

Selain Ethan, orang yang terlibat dalam pembuatan film itu ditulis dalam nama samaran atau hanya inisial.

Setelah film berakhir, guru kesiswaan kembali berbicara.

"Saya mendapatkan film ini dari Wakil Ketua OSIS kita, Pandu Praga Winata, tepuk tangan untuk dia dan para pembuat film ini"

Sorakan dan tepuk tangan bergema di seluruh ruangan. Setelah suasana cukup tenang, guru kesiswaan melanjutkan.

"Satu hal lagi, saya telah mengkonfirmasi bahwa seluruh adegan dalam film ini bukan rekayasa"

Semua orang merasa bingung dan heran, beberapa orang mulai ribut dan saling berbincang.

"Eh, apa maksudnya itu?"

"Apakah hal seperti itu benar-benar terjadi?"

"Di sekolah kita?"

Yah, sejauh ini semua adegan kekerasan dan bullying dilakukan oleh sekelompok orang yang sama. Tentunya mereka sudah menyadari hal itu sekarang dan hendak pergi dari tempat ini.

Tapi aku telah memastikan bahwa mereka ditempatkan di tengah ruangan sehingga tidak bisa pergi tanpa terlihat mencolok, selain itu, anggota OSIS telah berjaga di setiap pintu keluar untuk memastikan tidak ada orang yang menyelinap keluar.

Guru kesiswaan mengambil alih situasi dan mulai membacakan nama anak-anak bermasalah itu.

"Ivan Mahendra, Sulton Argeo,…"

Itu terus berlanjut, dan orang-orang yang disebutkan dibawa oleh guru kesiswaan ke ruang BK. Mereka sempat memandang Ethan dan ketua OSIS dengan kebencian sebelum pergi. Aku rasa mereka akan melakukan balas dendam segera.

Sekarang Ardi terlihat sangat puas.

Ah, jangan katakan padaku bahwa kau tidak merencanakan tindakan lanjutan, Ardi. Itu akan menyebalkan setelah kau melangkah sejauh ini.

Meskipun dengan sedikit keributan, acara tetap berlanjut dengan lancar, semua orang mulai memiliki pemahaman yang lebih baik tentang perguruan tinggi.

Untuk berjaga-jaga, setelah acara selesai aku berbincang dengan kakak alumni serta bertukar nomor ponsel jika sewaktu-waktu aku memiliki pertanyaan.

Sekolah hari ini telah usai. Telah ditetapkan pemanggilan orang tua wali murid anak-anak yang bermasalah. Kemungkinan mereka akan diskors beberapa hari atau minggu.

Yah, itu tidak terlalu penting bagiku.

Aku, Ethan, saat ini sedang berniat pulang sekolah, tapi sepertinya kelompok Ivan telah mencegat jalanku.

Aku dialihkan ke sebuah gang sempit yang sepi, mereka berhasil menyudutkanku.

Ivan berteriak dengan marah, "Woi! Bang***, elu kan otak di balik semua ini?! Ngaku lu Anj***!"

Ah, mereka pasti berpikir seperti itu karena melihat namaku di akhir film. Mungkinkah itu sebuah kesalahan menempatkan nama asli di sana?

Aku tidak benar-benar menyukai kekerasan, sebisa mungkin aku ingin menghindari hal semacam itu.

Ah, sekarang bagaimana?

Aku ingin mengalihkan kemarahan mereka.

"B-Bukan, aku. Aku cuma disuruh sama Satria"

"Satria? Siapa itu?"

"Bos, dia si Bocah miskin itu"

"Oh, jadi dia yang kita bikin babak belur dulu. Gak kapok dia rupanya, mau main balas dendam. Ok, mari kita balas nanti"

Ah, syukurlah mereka telah beralih sasaran.

"Jadi, lepasin aku, ok? Aku gak salah apapun"

"Gampang banget lu ngomong"

Ivan melancarkan tinju keras ke perutku, aku berlutut dan meringis kesakitan.

Argh, kenapa aku masih mendapat pukulan?

Ivan dan kelompoknya pergi setelah itu.

Agh, sialan, tunggu pembalasanku!