webnovel

Cinta Yang Tersesat

Pernah merasa bagaimana sesaknya menyimpan rasa terpendam? Itulah yang dirasakan Erfian Satria atau biasa dipanggil Satria, anak kelas 2 SMA yang memiliki perasaan terpendam pada ketua OSIS, Arin Siskawati yang merupakan primadona di sekolahnya. Ingin mengungkapkan perasaan secara langsung tapi...tidak berani. Alhasil? Erfian memilih mengirim pesan lewat ponselnya. Sayangnya takdir memang nakal. Pesannya terkirim bukan ke pujaan hatinya! Melainkan ke Risa Ayu Widya, teman sekelasnya yang terkenal tomboi dan pemarah. Berawal dari salah kirim, berujung salah paham. Bagaimana bisa kau mengatakan kebenaran yang menyakitkan kepada orang yang menyukaimu? Apakah Erfian dapat jujur pada Risa dan mungkinkah benih" cinta muncul diantara keduanya?

NightDragonfly · History
Not enough ratings
30 Chs

Ke rumah Satria

Aku tahu kamu sedang bersedih.

(PoV Ayu)

Dirimu yang biasanya selalu tersenyum di depanku sekarang sedikit murung.

Aku tidak tahu apa yang bisa aku lakukan untukmu bisa ceria lagi.

Kumohon, kembalilah seperti biasanya. Mari kita tertawa bersama seperti biasa, mari kita bercanda seperti biasa.

Aku selalu menyukai dirimu yang senang berbagi kebahagiaan.

Apakah kesedihanmu tentang cinta?

Aku tidak tahu.

Kamu tidak pernah bercerita padaku tentang orang yang kamu cintai. Aku selalu berharap kita menemukan kebahagiaan bersama orang tercinta, namun sepertinya kamu sedang berada dalam masa yang sulit.

"Satria~"

Aku memutuskan untuk memanggil namamu dengan lembut dan menatap wajahmu secara langsung.

Kamu membalas dengan senyum kecil dan tatapan lembut. Aku selalu menyukai bagian itu darimu.

"Yuk makan, aku bawa makanan lebih nih"

Aku mencari cara untuk merubah suasana, berharap perasaanmu akan semakin membaik.

"Enggak usah, aku masih kenyang kok"

Sayang sekali aku ditolak dalam percobaan pertama. Satria tidak berniat memulai pembicaraan.

Huft… ini menjadi semakin menyebalkan. Aku tidak akan bisa bersenang-senang jika seperti ini.

"Yuk, kita pulang"

"Eh?"

Satria tampak kebingungan dengan ajakanku.

"Yah, aku mulai bosan. Lagian kamu gak ada urusan lagi kan di sini?"

Satria terdiam sejenak sambil terlihat mencari jawaban. Aku tahu bahwa yang aku katakan adalah benar dan kamu berusaha menghindar. Artinya kamu memiliki alasan untuk tetap di sini meskipun itu tidak terlalu penting bagimu.

"Tapi aku cuma bawa sepeda ontel loh ke sini"

"Hmm, aku rasa itu tidak terlalu masalah"

Satria memandangku dengan tatapan aneh seolah mengatakan, 'Kamu gila? Rumah kita jauh banget dari sini dan kamu mau pulang bareng? Bisa mampus aku di tengah jalan'

Ahahaha, itu sangat lucu. Aku bisa membayangkan kamu mengatakan itu dengan wajah konyol.

Satria, meskipun kamu berpikir seperti itu, kamu tidak terlihat berniat untuk mengatakannya secara langsung. Aku sangat menghargai itu karena kamu mempertimbangkan perasaanku jika kamu mengatakannya.

"Ayolah, masa gak mau pulang bawa cewek cantik?"

Satria merubah ekspresinya lagi seolah berkata, 'Idih, PD amat…'

Hmm? Sepertinya dia berubah pikiran.

'… Tapi emang cantik sih'

Pffftt… Ahahaha, aduh, tolong, aku sedang tersiksa karena menahan tawa. Kamu terlalu ekpresif dan konyol!

Uh, tapi aku akan dianggap aneh jika tertawa tanpa sebab. Apalagi jika Satria tahu bahwa aku membaca pikirannya, itu akan sangat memalukan untuknya.

Aku menarik tangan Satria, "Udah ah, ayuk pulang. Aku mau main ke rumahmu nih"

"Hah? Enggak enggak enggak, gak bisa gitu. Rumahku itu kecil dan biasa, apalagi ada orangtuaku di rumah, nanti mau bilang apa?"

"Gapapa kok, bilang aja 'Pak, Buk, aku pulang bawa calon menantu'"

Satria terdiam, aku hanya berniat menggoda dan bercanda sambil berharap Satria memberikan ekpresi konyol lagi. Namun kali ini dia hanya diam. Apakah aku salah bicara? Atau dia tidak menerima maksudku?

Hampir setengah jam telah berlalu, Satria sudah terengah-engah sambil terus mengayuh sepeda sementara aku duduk di bangku belakang.

"Se-ma-ngat, Semangat! Semangat! Ayo semangat!"

Aku bersorak seperti pemandu sorak yang sedang mendukung tim.

"S - E - M - A - N - G - A - T, Semangka!"

Aku sengaja membuat plesetan.

"Woi! Bukannya harusnya dibaca 'Semangat'?! Uh, jadi haus kalau ngomongin semangka"

Ahahaha, kamu mengatakan sesuatu yang konyol lagi.

"Satria~"

Aku memanggil dengan mesra.

"Hmm?," jawab Satria sambil menengok ke belakang.

"Eii"

Secara tiba-tiba aku memeluknya dari belakang. Satria terlihat terkejut dan kebingungan, sementara aku tersenyum riang.

Jari-jemariku bisa merasakan tubuhnya yang hangat dan padat. Jariku menari di sekitar perutnya, aku hanya berniat menggelitik, namun secara tidak sengaja aku mulai merasakan bentuk tubuh Satria yang cukup gagah.

Uhm… jadi Inikah tubuh seorang pria?

Aku sedikit malu untuk melakukan ini, namun ini terasa cukup menyenangkan. Uhm, ototnya cukup padat dan kulitnya seputih kulit langsat. Wajahnya sedikit di atas rata-rata, namun pesona yang dimilikinya jauh di atas rata-rata. Caranya berbicara dan bertindak juga selalu membuat siapapun merasa nyaman berada di dekatnya.

Sudah kuduga, meskipun tidak memiliki penampilan yang sangat tampan, tapi Satria memiliki sesuatu yang bisa menaklukkan hati setiap wanita.

Aku harus berhati-hati agar tidak jatuh dalam cintanya. Tapi… uh, mungkin beberapa gadis sudah jatuh cinta padanya tanpa mereka sadari.

Persaingan akan sangat ketat jika tidak cepat.

Aku penasaran, apakah dia juga bisa membuatku jatuh cinta? Aku menantikan hal itu. Tapi jangan harap itu akan mudah.

"Ayu, lepasin! Geli nih"

Yap, biarkan aku bersenang-senang sedikit lagi.

Akhirnya kami sampai di rumah Satria.

Hoam… itu perjalanan yang sangat panjang. Baju Satria sudah basah oleh keringat.

Yah, ini hari yang cukup panas, jadi tidak heran dia berkeringat sebanyak itu. Meskipun dia memboncengku, seharusnya itu tidak terlalu berat, toh aku terbilang cukup langsing. Jika dia sampai protes seberapa beratnya aku, mungkin aku harus mencoba diet.

Rumah Satria bukanlah sebuah rumah yang mewah, itu adalah jenis rumah tradisional yang dindingnya terbuat dari anyaman bambu dan memiliki tiang dari kayu. Rumah yang sangat sederhana, dan lagi rumah ini dikelilingi sawah di kanan dan kiri. Rumah tetangga berjarak hampir dua puluh meter dari sini, di seberang jalan tentunya.

Sedikit tidak aku duga, ternyata bagian dalamnya ditata sangat rapi. Aku dipersilahkan duduk di kursi sementara Satria mengganti pakaiannya.

Uh, aku sedikit gugup. Aku belum pernah pergi ke rumah laki-laki sendirian. Mataku menjelajah seluruh rumah yang dapat terlihat dari ruang tamu, tapi aku tidak melihat orang lain lagi di sini.

Gulp… aku menelan ludah.

Jangan bilang bahwa hanya kami berdua di dalam rumah.

Bagaimana jika Satria melakukan sesuatu padaku dan aku hamil?! Kami akan menikah!

Tunggu, itu tidak terlalu buruk seperti yang aku bayangkan. Satria pasti akan menjadi suami dan ayah yang baik, jadi itu tidak terlalu buruk.

Uh, apa yang baru saja aku pikirkan?! Hilanglah pikiran jahat! Satria bukan tipe orang yang akan melakukan hal itu!

Meskipun aku terus berusaha menolak pikiran itu, kepalaku telah berpikir jauh ke depan di mana kami membangun keluarga yang bahagia.

"Maaf lama"

Aku tersentak dan segera tersadar kembali dari imajinasi liar. Satria merasa aneh, tapi dia segera mengabaikannya.

Tiba-tiba aku mendengar suara ketukan pintu dan suara ibu-ibu yang mengucapkan salam. Satria menuju pintu dan membukanya setelah menjawab salam.

"Satria, nih Ibuk bawa soto buat kamu"

"Makasih buk"

Oh, ternyata ibunya. Fyuh, syukurlah.

"Oh, ada temen kamu rupanya. Kok gak disuguhi minum?"

Satria menjawab dengan enteng, "Bukan buk, ini calon menantu buat Ibuk"

Eh?

… Eeeeeeeeeeh?!! Kamu serius bilang gitu?!