1 Sumatera 1971

Matahari memancarkan sinarnya sangat terik sore ini. Semilir angin berhembus lembut menerbangkan sari sari dandelion di antara ilalang yang bergemerisik di padang rumput yang luas itu. Kupu kupu dan lebah masih beterbangan seolah enggan untuk pulang ke sarangnya menikmati harmoni alam yang begitu damai. Tak ada keriuhan manusia di sana, sehingga penduduk sekitar membangun pemakaman di tempat itu.

Chris menghentikan laju mobil Jeep yang ia kendarai di tepi jalan. Ia turun dan memegang beberapa tangkai bunga lili di tangannya. Chris menarik nafas panjang sebelum melangkah menyusuri jalan setapak diantara batang batang dandelion setinggi dadanya.

"Ayah…aku kembali, ke tempat ini. Tempat dimana aku dilahirkan." ujar Chris dalam hati. 15 tahun yang lalu ia pergi melanjutkan studinya ke Belanda, Negara dimana ibunya berasal. Kenangan waktu itu kembali menari nari dipikirannya. Ayah yang ia kagumi dan ia sayangi sepenuh hati tiba tiba menghianatinya. Belum genap setahun ibunya meninggal, ayah memutuskan menikah kembali dengan sekretarisnya yang berstatus janda beranak satu.

Rasa marah, sedih dan kecewa bercampur menjadi satu. Chris yang saat itu masih berusia 17 tahun tak pernah pulang sekali pun kendati ayah selalu memintanya untuk kembali. Suatu hari ia menerima kabar bahwa ayahnya sakit keras. Chris tak punya alasan untuk mempertahankan pendiriannya. Ia harus pulang. Saat tengah mengemasi baju, mendadak sebuah telegram senin pagi itu meluluh lantakkan perasaannya. Ayahnya telah meninggal.

Orang orang terdekat ayah tak bisa menunggunya untuk menghadiri pemakaman. Deva mengurus semuanya, ia adalah anak tiri ayah dan usianya hanya terpaut setahun lebih muda darinya. Chris sendiri tak pernah berbicara dengannya, namun selama seminggu disini, Chris menilai Deva adalah sosok yang ramah. Ia menceritakan banyak hal tentang ayah, warisan bisnisnya berupa sebuah pabrik dan ratusan hektar perkebunan tembakau serta beberapa cabang anak perusahaan yang tersebar di beberapa kota. Tak ketinggalan juga soal ibunya yang ternyata telah meninggal beberapa tahun yang lalu akibat penyakit komplikasi.

Chris tak menyangka akhir hayat ayahnya dilanda kesepian dan rasa rindu yang mendalam padanya. Ia menyesal, hampir setiap hari Chris menziarahi makam ayahnya mencoba mengobati rasa bersalahnya.

Area pemakaman mulai terlihat, puluhan batu nisan berjejer di bawah pohon pohon kamboja yang harum. Tiba tiba langkah Chris terhenti. Seorang wanita berdiri membelakanginya tepat di hadapan nisan ayahnya, tubuhnya ramping dengan rambut coklat bergelombang yang tergerai, ia baru saja meletakkan satu bucket bunga mawar di sana. Seekor kuda coklat di sampingnya tampak asyik memakan rumput. Rasa penasaran Chris pada sosok itu memaksanya untuk menyapa.

"Apakah aku mengenalmu?"

Wanita itu menoleh, sejenak tatapan mereka bertemu. Wanita itu menundukkan pandangannya, ia tersipu.

"Maaf.." Chris berubah canggung, jujur ia merasa terhipnotis dengan kecantikan wanita itu.

"Ini makam ayahku, apa kau mengenalnya?"

"ya…dia orang yang sangat berarti bagiku..seperti ayah kandungku sendiri" jawab wanita itu, ia beranjak menarik tali kekang kudanya dan naik keatas hewan tungganganya. Kulit putihnya yang mulus bak porselen memantulkan sinar jingga matahari. Jantung chris berdebar, belum pernah ia merasa tertarik pada seorang wanita seperti ini.

"Hei…siapa namamu?" teriak Chris, ia tersentak saat menyadari wanita itu akan pergi meninggalkannya. Namun ia hanya tersenyum dan memacu kudanya.

avataravatar
Next chapter