webnovel

6 Tamparan Keras

" Tidaakk.." jeritku sambil menutup muka dengan kedua tanganku

Restu bangun dari tidurnya dan terperanjat dia langsung memelukku

"Maafkan aku..."bisiknya pelan

"Kita sudah diluar batas.."teriakku disertai isakan

"Aku akan bertanggung jawab..aku janji."

"Bagaimana ini..apa yang telah aku lakukan."keluhku putus asa dan bingung

"Aku akan berbicara pada orang tuaku untuk melamarmu,aku tulus mencintaimu dan ingin menikahimu."

"Aku berharap apa yang kau ucapkan itu benar.Tapi yang selama ini menjadi masalahnya apa mungkin kita dapat restu dari papa.kau tahu sendiri dia tidak menganggap ku sebagai putrinya,aku melakukan kesalahan kecil pun papa marah besar.Apalagi..."keluhku dan masih terisak

"Aku akan berusaha mencari jalan yang terbaik agar papamu merestui hubungan kita."jawabnya kemudian sambil mengusap air mata yang mengalir dipipiku dengan lembut

Akhirnya aku mengangkat badanku dengan niat turun dari ranjang putih itu tapi tiba-tiba rasa ngilu dan perih dibagian tertentuku terasa

"Aawww..."jeritku dan sedikit meringis

"Kau tidak apa-apa?"

"Kau akan membuatku tidak bisa berjalan dengan baik."akuku sambil memukul pelan lengannya

"Perlu aku bantu membopongmu"tawarnya sambil mendelikan matanya menuju pintu kamar mandi

"Tidaakk perlu..."sanggahku

Dia menyeringai seperti meledekku dan membuatku bertambah malu dan serba salah

"Aku harus cepat pulang.Kalo papa tahu aku pulang selarut ini...entah apa yang akan menimpaku."akupun menggidig takut membayangkan kemarahannya

Dengan sedikit kesulitan diantara rasa ngilu dan perih yang menerpa ku coba bangun

"Kau takan melepaskan selimut ini dari genggamanmu??"tanyaku sambil melirik lengan Restu yang menahan sisi selimbut yang kugunakan untuk menutupi tubuhku

Tapi lagi-lagi Restu memeluk erat tubuhku dari belakang punggungku sambil berbisik pelan didaun telingaku

"Aku sangat mencintaimu,berjanjilah padaku kau hanya milikku seorang...selamanya sepanjang hidupku"

"Aku berharap kaupun melakukan hal yang sama."lirihku pelan

Restupun menarik lembut pipiku agar menghadapnya diapun mencium bibirku dengan lembut dan hangat,sekali lagi aku dibuat terbuai sampai tiba-tiba terlintas wajah ayahku yang berparas dingin dipelupuk mata ini dan membangunkan kesadaran ku,dengan cepat ku berlari ke kamar mandi menghentikan peraduan kami.

"Aku harus cepat-cepat pulang.."teriakku

Didalam kamar mandi aku terisak saat air memancur hangat ditubuhku,tubuhku terasa rapuh,aku menyesal atas apa yang telah kulakukan.Saat ini harta berharga yang kumiliki telah sirna aku telah kehilangannya begitu saja.Ingin kuputar kembali namun rasanya tak mungkin

Entah apa yang akan terjadi perjalanan hidupku yang akan datang.Apakah aku akan bahagia ataukah sebaliknya.Namun harapanku Restu adalah kebahagiaan yang Tuhan berikan.

Jelas hidupku rumit.memiliki ayah yang otoriter dan disiplin.Sekedar bersenang-senang dengan bebaspun ada aturannya.Tak ada kelonggaran buat ke-2 putrinya untuk hidup bebas,bergaul dengan orang lain dibatasi.Dalam hal pergaulan kami mendapat tekanan.Sekarang memikirkan sebuah jalan yang mudah untuk dapat izin agar kami bisa berpacaran rasanya sulit.untuk kesekian kali napasku tertarik dengan berat

Diperjalana pulang aku hanya diam membisu dan Restupun tampak merasa bersalah.

"Kau baik-baik saja..."tanyanya sedikit menoleh dan kembali fokus menyetir

"Aku baik-baik saja .."

"Besok aku akan berbicara pada orang tuaku.Dan aku akan memberi tahumu saat mereka memutuskan datang ke rumahmu."jelasnya tampak serius

"Aku menunggu nya.."

Mobil pun berhenti tak jauh dari pagar besi rumahku.Restu menggenggam tanganku dan menatap lembut wajahku.

"Aku berjanji padamu,aku akan bertanggung jawab dan datang bersama kedua orang tuaku untuk menikahimu."

Akupun mengangguk pelan.kamipun terpisah untuk malam ini.aku menatap mobilnya yang mulai menghilang

Langkahku sedikit tertatih menuju gerbang,Pak Somad satpam rumah dengan wajah terkejut membuka pelan gerbang.

"Malam non,tumben baru pulang?"tanyanya ramah dan pelan

"Aku tadi habis dari temen mang,tapi ketiduran."jawab

"Non,Bapa tadi sore sudah pulang.''lapornya seakan memberi peringatan

"Tumben papa pulang sore biasanya malam."akupun sedikit mengerutkan dahi

"Mungkin pekerjaan kantornya udah beres non"jawabnya tetap sopan

"Ya mang makasih informasinya."akupun berjalan pelan menuju daun pintu

Suasana rumah tampak sepi kulirik jendela menggelap sepertinya lampu sudah dimatikan dan dipastikan ayah dan ibu sudah tidur.Perlahan sekali kubuka dan tutup pintu,sengaja aku berjalan telanjang kaki dan ku tenteng sepatuku ditangan kiri dengan harapan tidak terdengar suara langkah dari kakiku.Aku terus melangkah dengan menjinjit dan perlahan,detak jantungku serasa bersuara lebih keras dari langkahku.

"Sedikit lagi ...Ayo sedikit lagi kau sampai Merisa.."ocehku pelan.Daun pintu kamarku begitu jelas semakin mendekat,langkahku semakin cepat untuk meraih gagang pintu.Tiba-tiba lampu menyala sangat terang.Aku terperanjat kaget dan merasa silau hingga sepatuku terjatuh ke lantai

"Ya Tuhan...."jeritku

"Dari mana saja kau...?"tiba-tiba terdengar suara yang ku takutkan

"Maafkan aku pa,aku terlambat pulang karena ketiduran di rumah Lala."Belaku pelan sambil membalikan cepat tubuhku ke arah suara itu

"Sejak kapan aku mendidikmu untuk pintar berbohong ?"Hardiknya dengan posisi terduduk dan kaki kanan tertumpu di kaki kirinya.

Aku serasa berada di ruang persidangan dan sudah jelas siapa tersangkanya...

"Kebetulan sepulang dari kantor aku kira ada baiknya mengajakmu pulang sama-sama mengingat pak Tomo cuti,tapi sesampainya disana ku lihat kau menaikki mobil seorang lelaki.Luar biasa kau diberi kebebasan sedikit saja sudah berani bersama lelaki..Apakah selama ini kau begitu dibelakang ku?"Hardiknya kembali

"papa salah menilai tentangku,asal ayah tau dia teman baikku dari masa SMA sudah kuanggap sebagai kakak dan sahabat.Dia bersedia mengantarku ke rumah Lala untuk menyelesaikan tugas bersama,karena lelah aku ketiduran."belaku berbohong.Rasanya tidak mungkin aku mengatakan Restu pacarku itu akan menambah masalah.Ayah akan semakin marah besar kalau aku jujur dan berterus terang

"Jangan pernah kau berbohong padaku.Tidak akan ada yang bisa membohongiku.Aku tahu kau tidak pergi ke rumah sahabat mu itu Lala.Kau pergi bersama lelaki itu ke sebuah tempat.Dasar anak gak tau diri..."sentaknya sambil melotot

Serasa tersambar petir,aku mendengarnya.apakah ayah mengikutiku? atau menyuruh seseorang untuk memata-matiku.Dua hal itu menari-nari dibenakku.

"Katakan siapa lelaki itu...?"Sentaknya makin keras

"Aku sudah jelaskan dia teman baikku,pa."jawabku pelan

"Teman baikmu (ayahpun mendekat) tapi tampak jelas seperti kekasihmu."

"Bukan dia bukan kekasihku.."elakku tetap mempertahankannya agar tidak terkuak kebenarannya

"T'Rus yang kau pakai ini berasal dari mana..?(ayah tiba-tiba menunjuk kalung berlian pemberian Restu yang lupa aku buka)Sepertinya aku tau benar berapa harga kalung itu."tebaknya

Aku hanya bisa terdiam mulut ini serasa keluh fikiranku mendadak buntu.Jelas ayah akan curiga karena kalung berlian yang Restu berikan berharga mahal dan termasuk perhiasan dengan harga yang fantastik.Ayah adalah suami yang memanjakan istrinya tahu betul tentang macam perhiasan yang dikenakan ibu.Keringatku mulai menetes disela dahulu.Aku hanya bisa meremas kedua jariku

"Dan lihat sepertinya kau memiliki barang mewah lain dijemarimu..apakah kau dapatkan dari lelaki tadi?Katakan padaku siapa lelaki itu...?"Hardiknya kembali lebih keras seakan memecahkan gendang telingaku.

"Aku sudah jelaskan padamu dia teman baikku."aku masih terus berusaha menutupinya

Tiba-tiba melayang tamparan dipipiku sangat keras.Dan spontan tangisanku pecah

"Kau telah mencoreng mukaku dengan kelakuan bejadmu itu...Merisa.Tidak mungkin seorang lelaki memberikan perhiasan mewah tanpa diberi imbalan.Kau aku besarkan dan ku sekolahkan sampai perguruan tinggi di fakultas terbaik di negeri ini agar jadi gadis yang baik...bukan ..."celotehnya tanpa ampun

"cukup...cukup ..cukup..Pa."tiba-tiba ibu datang memotong pembicaraan ayah dan memelukku

"Ya beginilah jadinya bila kau terlalu memanjakannya (Hardiknya kembali masih disertai emosi) Coba kau tanyakan baik-baik apa yang sudah dilakukannya diluar..jangan sampai gara2 dia nama baik keluarga ku tercoreng..."

Ayah pergi melangkah meninggalkan kami dengan emosi yang meluap-luap

"Aku peringatkan ! Selama seminggu kau dilarang keluar rumah..kau mengerti Merisa.."bentaknya kembali dengan tatapan marah

Akupun berlari ke dalam kamar dan mengunci cepat pintu kamar tanpa menghiraukan panggilan dan ketukan pintu ibu yang mencoba memintaku membukakannya.Saat ini aku hanya butuh sendirian dan ketenangan.Sepanjang hidupku baru kali ini ayah menamparku.Rasanya ingin mati saja.Membayangkan kembali sorot matanya yang merah dan bentakkannya yang membuat bulu kundukku merinding.Selama ini aku sering dimarahi,disalahkan dan dibentak olehnya.Tapi kemarahan yang begitu mengerikan baru kali ini aku lihat.

Ku pegang kalung ini tak mungkin aku melepasnya toh sudah terlanjur diketahui.Saat ku geserkan badanku rasa ngilu dan perih mulai terasa ditambah panas dipipiku bekas tamparan tadi.Lengkap sudah hari ulang tahunku yang paling trafis.

jangankan ku dapatkn ucapan ataupun hadiah istimewa darinya yang ada hanya cacian dan makian sungguh aku gadis yang menyedihkan.

Ku benamkan wajahku ke bantal dan suara tangis yang teredam pecah.Tak terbesit sedikitpun akan melalui hal-hal yang menyakitkan ini.Haruskah ku akhiri hidupku?

Sungguh Ayah tidak pernah mengenalku,ucapan atas hinaan yang keluar dari mulutnya merupakan pukulan terbesar yang menusuk dalam hatiku.Seburuk itukah dia menilaiku.

Hanya ruangan ini yang selalu menjadi saksi bisu tiap rintihan dan tangisanku.kupandangj foto-foto yang terpampang,tanpa sengaja ku tatap pisau yang tergeletak bersama beberapa buah dikeranjang coklat rotan.Sepertinya Bi Inah lupa membereskannya.Bi Inah tiap hari mengantar dan menyediakan buah-buahan segar dikamarku sebagai pencuci mulut atau camilan malam karena sehabis makan aku langsung ke kamar untuk belajar .

Terlintas satu dibenakku...

Apakah aku harus sejauh itu...

Bisikan yang entah dari mana menyeru dalam telingaku...

Lenyapkanlah penderitaanmu dan terkubur bersama ragamu...

Mataku tak berkedip...

Memandang benda berkilap itu...

Akupun berdiri ....