2 Monday

Kicauan burung terdengar nyaring di halaman rumah Ardhan. Sang mentari telah menampakan sinarnya. Pagi itu semua keluarga Ardhan tengah sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.

Konon katanya hari senin adalah hari yang super sibuk. Hari yang membuat semua orang panik dengan kehadirannya. Padahal semua hari sama saja tak ada bedanya. Hanya saja mungkin setelah nyaman dari libur akhir pekan, tubuh kita menjadi panik menghadapi hari sibuk seperti biasanya.

Bapak Ardhan tengah pergi ke pasar bersama Ibu Ardhan. Ibu Ardhan berpesan agar Ardhan membantu adiknya bersiap dan mengantarkan nya ke sekolah.

"Dek ... ayoo bangun. ini udah siang. Nanti telat sekolah lho," ucap Ardhan membangunkan adiknya.

Pagi ini Ardhan agak kesiangan bangun. Karena sehabis subuh tadi Ardhan kembali meringkuk di balik selimut hangatnya. Alhasil dia seperti dikejar polisi saat jam dinding di kamarnya menunjukan pukul lima lebih empat puluh tujuh menit.

Belum lagi dia harus mengantar adiknya ke sekolah. Jarak rumah ke sekolah memakan waktu hampir tiga puluh menit. Sedangkan ke sekolah adiknya butuh lima belas menit untuk sampai di sekolah. Jadi paling tidak dalam waktu tiga puluh menit kedepan Ardhan harus sudah sampai ke sekolahnya dan mengantar adiknya juga. Meski harus agak ngebut, karena kalau tidak, pasti akan terlambat sampai di sekolah Ardhan sendiri.

Ardhan frustasi karena adiknya tak kunjung bangun. Setelah menyiapkan alat sekolahnya dia kembali membangunkan adiknya.

" Dek .. kalo kamu gak bangun di hitungan ketiga kakak plorotin celana kamu yah?" Namun adiknya hanya menggeliat dan kembali meringkuk dibalik selimutnya.

" Oke berarti kamu minta dipelorotin ya?" Satu... Dua... Tiga!" Dengan jail Ardhan menarik paksa selimut yang menutupi tubuh mungil adiknya itu. Dengan sekali tarik Ardhan berhasil melorotkan celananya.

"Aaa..... Kak Ardhan jangan!!!" teriak adik Ardhan. Kemudian terdengar tawa mereka karena Ardhan menggelitik perut adiknya.

" Bagaimana Ahsan Aji Pamungkas? Apa masih gak mau bangun?" Kembali Ardhan menggelitik Ahsan. Ahsan tertawa dan berteriak kegelian.

" Hahahaha. Iya ampun kak ampun hahaha, iya nih aku bangun. Hahaha". Setelah drama gelitikan Ardhan, Ahsan segera bangun dan menuju kamar mandi.

Waktu sudah menunjukan pukul enam tepat. Ardhan semakin merasa gelisah karena takut terlambat ke sekolah.

" Dek cepetan kakak telat nih! Emangnya kamu mau berangkat sendiri? Kakak tinggal nih?!" teriak Ardhan di depan kamar mandi. "Iya bentar kak. Masih mules nih!" teriak Ahsan.

"Astaghfirulloh... Mau sampai kapan aku nunggunya dek?! Ya Allah." Ardhan menghembuskan nafas kasar. Kudu ekstra sabar menghadapi Ahsan Adiknya.

Lima menit berlalu. Bapak dan Ibu Ardhan kembali dari Pasar.

" Assalamualaikum..." ucap Bapak Ibu Ardhan. " Walaikumsalam." jawab Ardhan dengan lemah.

" Loh Dhan. Kok lemes gitu. Mana Ahsan? Udah bangun kan?" tanya Ibu Sakinah.

" Haaahh itu tuh Bu, Ahsan baru bangun. s

Susah banget disuruh bangun. Mana di kamar mandi lama pulak. Haduuhh," rengek Ardhan menghela nafas.

" Ahsan kamu jangan lama-lama mandinya. Ditinggal kakak loh?!" panggil Sakinah.

" Iya, Bu. Ini Ahsan udah selesai kok, Bu, Ahsan keluar serta langsung berlari ke kamarnya.

Ahsan anak yang pintar seperti Ardhan. Di umurnya yang sebelas tahun ini sudah mandiri bisa berpakaian sendiri. Sepuluh menit Ahsan selesai bersiap.

" Ayok, Kak. Cepet entar telat," Tiba-tiba Ahsan menarik Ardhan agar segera berangkat.

" Dasar kamu, Dek! Dari tadi tuh kakak nungguin kamu ampe jamuran tahu gak!" kesal Ardhan.

" Mana jamurnya kak?" tanya Ahsan.

" Tuh di pasar jamurnya!" jawab Ardhan kesal seraya mengacak Rambut adiknya yang sudah rapih.

"Ibuuu...!!!" Teriak Ahsan mengadu pada ibunya. Ardhan hanya nyengir dilirik Ibunya. Kemudian segera mencium tangan Bapak dan Ibunya seraya mengacak rambut Ahsan kembali sebelum beranjak naik ke sepeda motornya.

"Ibu, benerin rambut ku lagi, Bu. Kak Ardhan nakal, Bu," adu Ahsan Pada Ibunya.

" Lagian kamu, San. Kok sampek telat gini sih bangunnya?!" tegur Sabrina pada putra bungsunya

"Kak Ardhan yang telat Bangun, Bu. Aku jadi telat juga dibanguninnya," jawab Ahsan.

" Yeee.. kok jadi nyalahin kakak si?! Kamu tuh udah gede dek. Bangun sendiri lah. Masa harus nunggu Kakak terus?" sanggah Ardhan. "Kamu tuh, San. Jangan bergantung sama kakakmu. Mulai sekarang belajar mandiri." Nasihat Ibunya.

"Dhan, besok kalo adikmu gak bisa bangun sendiri tinggal aja. Biar dia berangkat sendiri besok," ledek Sakinah pada Ardhan sambil tersenyum mengedipkan mata padanya.

" Siap Komandan!!!" jawab Ardhan girang.

" Iiih Ibu!! kok kerja sama sama kak Ardhan si?!" gerutu Ahsan.

" Sudah, sudah! Kok malah ribut terus? Gak berangkat-berangkat nanti yang sekolah," ujar Barata.

" Sudah cepat berangkat! Sudah siang!" perintah Ibunya.

"Iya, Bu," jawab Ardhan dan Ahsan bersamaan.

Suara motor Ardhan lama-lama menghilang di ujung jalan. Bapak dan Ibu itu menghela napas setelah keberangkatan kedua anaknya. "Hemm tiap hari kalo sekolah ribut mulu ya, Bu?" ucap Barata sambil geleng-geleng kepala.

" Iya Pak. Tapi suatu saat kita pasti akan rindu masa-masa seperti ini. Gak kerasa anak-anak sudah besar ya, Pak?" ucap Sakinah menghela napas. Pun demikian Pak Barata tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

avataravatar
Next chapter