webnovel

Hancur berkeping-keping

Syafa terdiam, tubuhnya seperti mati rasa, tatapanya kosong, air matanya perlahan mengalir di wajah cantiknya itu. Ternyata mempunyai istri yang cantik, baik, setia, tidak cukup membuat seorang Aldebaran menetap. Pikiran-pikiran yang selama ini ia tepis ternyata benar adanya. Pantas saja Al tidak pernah bisa mencintainya selama satu tahun ini, ternyata ada wanita lain yang ia cintai. Selama ini Syafa juga sudah melakukan semua cara untuk meluluhkan hati suaminya itu, tapi tetap saja Al tidak menoleh sedikit pun kepada Syafa.

Sekarang hati gadis malang itu benar-benar sakit, lebih sakit dari apa yang selama ini ia alami. Namun, kali ini hatinya hancur berkeping-keping. Dipikirannya ia membayangkan akan segera bercerai dengan laki-laki yang sangat ia cintai itu.

"Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf. Aku sudah berusaha mencintai kamu, tapi sampai sekarang aku belum juga bisa," ujar Al. Melihat Syafa menangis sebenarnya ia tidak tega, rasanya ingin sekali Al memeluk Syafa saat itu, tapi ia tidak bisa melakukannya, bayang-bayang Mona selalu ada dalam ingatannya. "Mona juga menderita selama ini sejak kehadiran dia," batin Al.

Syafa memberanikan diri menatap suaminya itu. "Janji Mas Al dulu bagaimana? Ini bukan ke aku aja, tapi Ayah sama Bunda juga," ujar Syafa dengan air mata yang tak mau berhenti mengalir.

Batin Al semakin tersiksa melihat wajah Syafa penuh dengan air mata seperti itu, tapi ia juga bingung harus melakukan apa. "Maafkan aku, Syaf. Kita bicarakan lagi masalah ini besok, sekalian lsngsung di depan semuanya. Ada dia juga," ucap Aldebaran sebelum meninggalkan Syafa.

Syafa menundukkan kepalanya sambil menangis. Gadis itu keluar dari rumah mewah itu seorang diri dan berjalan sendiri di malam hari. Ia tidak peduli lagi dengan rasa takut akan ada orang yang akan berbuat macam-macam kepadanya. Pikirannya sekarang ini seperti kaset rusak.

Sepertinya, langit juga tidak ingin melihat gadis cantik itu menangis, makanya ia menurunkan hujan untuk menemani Syafa, agar wajahnya tidak kelihatan sedang menangis. Hujan itu menutupi genangan air matanya.

"Terima kasih, Ya Allah. Aku percaya setiap apa yang terjadi adalah skenario terindah-Mu. Aku hanya minta kekuatan dan kesabaran ya Allah, mengihklaskan laki-laki yang hamba cintai menjadi milik orang lain."

Aldebaran berjalan seperti kura-kura, sejak tadi ia belum sampai juga ke kamarnya. Karina dan Hafis yang sedari tadi menunggu kedatangannya merasa kesal sendiri melihat tingkah laku adik mereka. Rasanya ingin memukul pundaknya dengan kencang.

"Syafanya enggak ada, sayang?" tanya Hafis kepada istrinya itu.

"Di dalam sayang, kan mau kasih surprise ke Al."

Hafis tersenyum manis kepada Kirana. "Kamu kayak Syafa dong, romantis banget."

"Biasanya kan kita juga rayain aniversary, sayang."

"Kamu mah, enggak romantis. Masa langsung dikasih tahu mau ngerayin aniversary." Hafis mengacak gemas rambut Karina.

"Ya udah, enam bulan kedepan aku bakal persiapin aniversary kita yang ke lima tahun dengan mewah," ujar Kirana.

Al berhenti tepat di pintu kamar mereka, hatinya terasa berat jika masuk ke dalam kamar itu, pasalnya ada foto pernikahan yang Syafa pajang di dinding kamar mereka dan ukurannya lumayan besar. Jadi, kalau masuk ke kamar otomatis Al akan melihat foto itu. Setelah memikirkannya cukup lama, akhirnya laki-laki itu membuka pintu kamar dan masuk ke dalam, tidak lupa menekan saklar menghidupkan lampu.

"Apa ini?"

Tempat tidur yang biasa digunakan Syafa penuh dengan taburan bunga, disusun membentuk tulisan I LOVE YOU, di dinding kamar juga tersusun balon helium dengan tulisan HAPPY ANIVERSARY SAYANG. Tidak hanya itu, diluar kamar mereka sudah ada meja dengan dua kursi, sudah ada makanan dan minuman yang tersedia diatasnya.

Al meremas bajunya, tubuhnya terduduk diatas tempat tidur, sebenarnya ia sangat ingin menghampiri Syafa di bawah, tapi ia tidak berani melakukannya setelah kejadian yang menimpa keduanya beberapa saat lalu. Namun, tiba-tiba ada notif pesan dari Syafa.

[Semoga Mas Al suka sama semuanya ya. Maaf kalau Syafa selama ini kayak anak-anak, maaf kalau Syafa sering membuat Mas Al kesal, Maaf kalau Syafa belum bisa menjadi istri yang baik buat Mas Al. Syafa hanya ingin Mas Al tahu, kalau Syafa benar-benar mencintai Mas Al. Semoga Mas Al menikmati makan malamnya. Syafa enggak boleh egois, Mas Al juga harus bahagia dengan pilihan Mas Al, semoga acara Mas Al nanti berjalan dengan lancar ya.]

[Mas Al tidak usah khawatirin Syafa. Aku baik-baik aja kok. Malam ini aku enggak tidur dirumah, biar Mas Al bisa menikmati malam dengan tenang.]

[Happy Aniversary, Mas Al.]

Al langsung keluar dari kamar dan berlari menuju teras rumah untuk mencari keberadaan Syafa, tapi tidak ada siapaun di sana. Hanya hujan yang turun dari langit. Hati Al benar-benar berkecambuk sekarang, kepalanya seperti mau pecah, tapi saat teringat dengan Mona, hatinya perlahan kembali membaik. Al hanya bingung dengan dirinya sendiri.

Tidak lama dari itu, Karina dan Hafis menyusul Al ke teras rumah setelah melihat Al buru-buru turun dari lantai atas. Pasangan suami istri itu tentunya penasaran apa yang terjadi sebenarnya. Seharusnya ada Syafa di dekat Al, tapi sejak tadi mereka tidak melihat Syafa sama sekali.

Karina dan Hafis melihat Al duduk di kursi sembari menatap kosong ke arah depan. "Kamu kenapa, Al. Syafanya mana? Bukannya kalian sedang merayakan ulang tahun pernikahan kalian?" tanya Karina beruntun.

Al tidak menjawab apapun. Ia hanya melamun sedari tadi, sampai akhirnya hafis menepuk pundaknya. "Kenapa kalian berdua disini?"

"Seharusnya Kakak yang tanya sama kamu, Syafa mana?"

"Syafa tiba-tiba pulang ke rumahnya karena ada urusan mendadak," bohong Al.

Karina mengerutkan alisnya. Ia tidak percaya dengan Al begitu saja. Akhirnya, Karina berinisiatif untuk menelpon Syafa sendiri. "Halo, Fa. Kamu dimana sekarang? Enggak jadi kasih kejutan sama Al?"

Terdengar dengan jelas suara hujan turun dari seberang telepon. Hal itu membuat Karina khawatir. "Kamu dimana sekarang? Kamu enggak lagi kehujanan kan?"

"Enggak kok, Kak. Syafa ada dirumah sekarang. Bunda tiba-tiba telepon, katanya enggak enak badan, minta Syafa temenin. Jadi, mau gimana lagi. Mas Al pasti lagi sedih ya karena Syafa enggak jadi kasih supprisenya. Bilang ke Mas Al Syafa minta maaf ya."

Panggilan itu terputus secara sepihak.

"Syafa bilang minta maaf karena enggak bisa temenin kamu malam ini. Padahal, Syafa udah kerja keras banget buat nyiapin malam ini, dari pagi dia buat kue, dekorasi, nyiapin makan malam, bahkan katanya kado spesial buat kamu. Kakak kira kalian lagi marahan," jelas Karina panjang lebar.

Tanpa merespon lagi, Al segera meninggalkan teras dan menuju kamar lagi. Ia memang mengakui kalau kamar mereka terlihat begitu berbeda malam itu. Al menghembuskan nafasnya secara kasar. Ia kemudian menuju meja makan yang sudah disiapkan Syafa.

Di temani dengan hujan, Al melahap makanan buatan Syafa perlahan, hingga tak menyisakan sedikit pun, bahkan makanan yang seharusnya untuk Syafa juga Al habisi. Kue yang disiapkan pun Al memakannya. Malam itu ia sangat kenyang.

"Maafin aku, Fa."

Al mengeluarkan ponselnya dan mencoba mengubungi Syafa, tapi ponselnya tidak aktif sama sekali. Dengan keberanian yang masih tersisa, Al mencoba menghubungi bunda Syafa.

"Assalamu'alaikum, Bun. Maaf kalau ganggu waktunya malam-malam."

"Wa'alaikumussalam, Nak Al. Bunda enggak lagi ganggu kalian berdua kan malam ini? Soalnya pagi tadi Syafa bilang enggak mau di ganggu, katanya dia menyiapkan kejutan untuk kamu. Gimana kejutannya? Bunda boleh bicara sama Syafa nggak?"

Al sempat diam beberapa detik. "Syafanya lagi keluar, Bun. Nanti Al telepon lagi kalau Syafanya udah balik."

Al menutup panggilannya.

"Kamu kemana, Syafa."