3 Tiba-Tiba di Tembak

Manik hazel Adel menatap sekilas mata elang yang sejak tadi menunggunya untuk keluar dari toilet, namun gadis itu acuh dan berjalan melewati laki-laki itu seolah tak mengenalnya.

"Tunggu!"

Langkah gadis itu terhenti saat sebuah tangan menahannya. Gadis itu segera menarik tangannya yang sempat digenggam oleh Revan.

"Okey, aku minta maaf!"

Gadis itu menaikkan sebelah alisnya tidak paham dengan ucapan laki-laki itu.

"Untuk?" tanya Adel.

"Untuk semua kesalahanku yang pernah aku lakukan kepadamu."

"Seperti?"

Revan terdiam, ia tidak harus menjawab apa, bahkan ia tidak tahu betul apa kesalahan yang ia perbuat hingga membuat Adel selama ini selalu menghindar darinya. Gadis itu menunggu Revan untuk menjawab, namun lama laki-laki itu tak kunjung terucap.

Gadis itu lebih memilih melenggang pergi dari hadapan Revan, selama ini ia selalu membenci Revan. Sudah bertahun-tahun membuat Adel sendiri lupa dengan kesalahan apa yang telah laki-laki itu perbuat. Namun entah mengapa hati Adel selalu terasa sakit saat melihat Revan berada di dekatnya.

Yang ia ingat hanyalah kedua orang tua Revan yang dulu sangat baik padanya namun semenjak kematian ayah Adel dan juga ayah Revan, membuat Ibu Revan yang dulu baik menjadi jahat padanya, bahkan sering kali ia diusir dari rumah Revan dulu. Mungkin itu yang membuat Adel merasa sakit hati kepada Revan.

"Tunggu, Adel. Aku belum jelasin."

Laki-laki itu kembali menahan sebelah tangan Adel yang langsung dikibaskan oleh gadis itu.

"Nyatanya kamu cuma diam saja, Revan."

"Iya, a-aku─"

"Sudahlah, kita lupakan masa lalu dan berhenti di sini! Jangan dekati aku lagi!"

Adel segera melenggang pergi meninggalkan Revan yang masih mematung di tempat, kali ini gadis itu langsung mengajak kakaknya untuk pulang. Arka yang menyadari perubahan sikap adiknya hanya bisa menuruti kemauan Adel.

"Ada apa sih, Dek?" tanya Arka saat mereka telah berada di dalam mobil yang melaju membelah kepadatan lalu lintas.

"Nggak papa."

"Bilang sama Kakak! Kamu masih kesel sama Revan?" tebak Arka.

Gadis itu hanya diam menatap keramaian jalan melalui jendela kaca mobil, tanpa niatan untuk menjawab pertanyaan dari kakaknya.

"Jangan terlalu benci sama dia, nanti kamu malah jadi suka lagi." Ucapan Arka berhasil membuat Adel menoleh dan meninju lengan kakaknya itu.

"Ehh, Dek. Jangan asal tonjok, kita bisa nabrak kalo gini!" ucap Arka panik saat ia tiba-tiba menerima tinju dari Adel.

"Makanya jangan asal ngomong!"

"Yaelah, kamu aja yang nggak mau ngaku, kamu suka, 'kan sama Revan?"

"Kak, mau aku tinju lagi, hah?"

"Silahkan kalau kamu mau kita nabrak." Adel berdecak kesal dengan sifat kakaknya yang menyebalkan.

***

Mentari pagi menelusup melalui celah dedaunan yang rimbun, burung-burung bernyanyi mengiringi kesibukkan para panitia yang sejak tadi subuh telah mempersiapkan pentas seni di lapangan tengah sekolah. Acara perayaan ulang tahun sekolah ini akan dimulai sekitar jam delapan. Saat ini banyak para siswa telah berkumpul dan memadati lapangan.

Adel sibuk menyusun absensi atau urutan tampil dari para siswa yang ingin ikut memeriahkan acara, selain unjuk bakat, hari ini akan ada lomba kekompakkan kelas, entah itu bernyanyi, menari dan lain sebagainya. Sedangkan di akhir acara akan ada pengumuman pemenang dan pembagian doorprize.

Gadis itu mendapat tugas untuk mengatur urutan tampil, ia harus memberi tahu kepada para peserta jika sudah saatnya mereka tampil. Gadis itu duduk di sisi kanan panggung tepat di depan tangga untuk naik ke panggung.

"Hallo, para ladies and gentleman!" Suara Lina yang mendapat bagian tugas menjadi pembawa acara.

Lina dan seorang temannya yang menjadi pembawa acara menyapa para murid yang saat ini telah menjadi penonton. Pembawa acara membacakan urutan acara hari ini secara singkat, sebelum menuju acara pentas, kepala sekolah memberi sambutan. Dilanjutkan dengan acara potong tumpeng, para siswa bersorak saat kepala sekolah telah resmi membuka acara pentas hari ini.

Adel memanggil ketua kelas IPA 1 yang mendapat urutan tampil pertama kali, agar kelas mereka bersiap untuk menampilkan kolaborasi kelasnya.

Penampilan pertama adalah sebuah tari adat yang dibawakan oleh kelas IPA 1, para penonton bersorak saat melihat gerakan ulet dari sang penari. Bahkan Adel sendiri terpana melihatnya, gadis-gadis yang memakai pakaian adat itu bergerak sesuai irama musik yang mengalun lembut.

Bergerak maju mundur, meliuk, berputar dengan indah. Tepuk tangan terdengar riuh saat mereka selesai menampilkan tarian mereka.

Adel segera memanggil siswa yang mendapat giliran kedua, setelah melihat gerakan yang lembut sekarang para penonton bersorak, bahkan ada yang ikut bernyanyi saat kelas selanjutnya menampilkan lagu k-pop dengan gerakan yang lincah namun enak di lihat. Suara merdu mereka membuat para siswa lain yang menonton ikut bernyanyi saat mereka mendengar lagu idola mereka dinyanyikan.

"Mereka keren!" ucap Adel yang diangguki Lina, saat ini gadis yang bertugas menjadi pembawa acara itu berdiri di samping Adel.

"Iya keren, karena kamu suka k-pop 'kan?" ucap Lina yang dibalas cengiran oleh Adel, karena memang benar jika Adel suka menonton idol k-pop.

Lina naik ke atas panggung saat iringan musik telah berhenti, gadis itu bersorak dan diikuti oleh para penonton yang berada di depan panggung. Untuk mengobarkan kembali semangat para penonton yang hendak menyaksikan pertunjukkan selanjutnya.

"Dia memang sangat cocok jadi Pembawa Acara," ucap Adel saat semua murid bahkan guru yang juga menonton ikut bersorak mengikuti Lina.

Kelas selanjutnya naik ke atas panggung dan menampilkan sebuah paduan suara yang membuat bulu kuduk merinding karena mendengar suara indah mereka. Penampilan dari kelas selanjutnya pun tidak kalah spektakuler, kelas itu menampilkan sebuah tarian yang dikombinasi dengan gerakan silat. Dari gerakan lincah mereka Adel dapat melihat para siswa itu bisa memecahkan batu bata dengan kepala mereka, membuat penonton seketika merasa terkejut sekaligus takjub.

Adel masih sibuk mengatur jadwal para murid yang ingin menunjukkan bakatnya. Setelah semua kelas telah tampil, kini saatnya hiburan. Walaupun mereka sejak tadi telah terhibur, namun kali ini bukan penampilan perwakilan kelas. Akan tetapi siapa pun mereka yang ingin menunjukkan bakat diperbolehkan naik ke atas panggung.

Gadis itu kewalahan karena banyak siswa yang mendaftar untuk menunjukkan keterampilan mereka.

"Butuh bantuan?" tanya Revan yang telah mendekati Adel.

Namun gadis itu dengan cepat menggeleng, walaupun dirinya sangat membutuhkan bantuan, namun Adel tidak ingin mendapat bantuan itu dari Revan. Laki-laki itu hanya bisa pasrah, saat ini ia tidak ingin bertengkar dengan Adel yang mungkin bisa mengganggu konsentrasi gadis itu dan membuat acara tidak berjalan dengan lancar.

"Daf, sebentar lagi giliran kamu, siap-siap!" ucap Adel pada seorang laki-laki yang bernama Daffa itu.

Dengan senyum mengembang laki-laki itu berjalan ke atas panggung saat Lina, sang pembawa acara memanggilnya.

"Di sini saya ingin menyanyikan sebuah lagu untuk seseorang yang telah lama mengambil hati saya," ucap Daffa sebelum mulai bernyanyi.

Matanya melirik Adel sejenak yang masih sibuk di sisi panggung untuk mengatur siapa lagi yang akan tampil setelahnya.

Perlahan suara alunan musik terdengar, semua penonton dibuat terpana oleh suara laki-laki itu yang lembut. Beberapa dari penonton ikut bernyanyi karena hanyut dengan nyanyian yang mengalun memenuhi sekolah.

"Terimalah lagu ini, dari orang biasa. Tapi cintaku padamu luar biasa," suara merdu Daffa membuat para penonton terhipnotis.

Adel mengangkat kepalanya menatap Daffa saat ia mengenal lagu yang dinyanyikan oleh Daffa. Gadis itu tersenyum karena lagu itu termasuk dalam lagu favoritnya.

Perlahan laki-laki itu berjalan dengan membawa mic-nya turun ke atas panggung, membuat seluruh pasang mata mengikuti gerak-gerik Daffa yang perlahan menuruni panggung. Betapa terkejutnya Adel saat laki-laki itu berhenti di hadapannya.

Gadis itu mengerutkan alisnya tidak tahu mengapa Daffa berdiri tepat di hadapannya.

"Adel, maukah kamu menerima cinta dari orang biasa ini?"

Adel melongo, otaknya masih mencerna maksud dari perkataan laki-laki di hadapannya. Sedangkan para penonton bersiul menyoraki mereka berdua.

"Adel, maukah kamu menjadi pacarku? Dan menyimpan cinta luar biasa ini?" sorakan para penonton semakin riuh membuat iringan musik yang masih mengalun tenggelam oleh suara para penonton.

Gadis itu bingung, ia tidak tahu harus menjawab apa.

Laki-laki itu mengulurkan sebelah tangannya pada Adel, manik hazel gadis itu menatap tangan Daffa. Ia sedikit ragu untuk menerimanya. Namun sorakan dari para penonton membuat Adel semakin bingung.

"TERIMA!"

"TERIMA!"

"TERIMA!"

Adel bingung akan pilihannya, entah apa yang akan gadis itu lakukan sekarang.

avataravatar
Next chapter