webnovel

Perempuan Lain

"Itu bukannya Ratu ya, Nur?" bisik Rully.

"Iya bener, Ratu yang anak kelas IPS 2 itu, setahuku," jawab Nurma.

"Mereka ada hubungan?"

"Nah, aku juga penasaran, Rul. Dipa nggak ada cerita soal Ratu, tuh!"

Ratu, sesuai namanya dia memang cantik dan terlihat elegan. Ada gosip yang bilang kalau Ratu itu playgirl. Mantannya sampai tidak bisa dihitung lagi. Tapi tetap saja banyak cowok yang mendambakannya. Yah, kalau dipandang memang Dipa lebih cocok disandingkan dengan Ratu sih daripada Nurma.

"Dipa istirahat, yuk?" tanya Ratu sambil menggelantung di lengan Dipa. Nggak ada malu-malunya sama sekali. Sementara ekspresi Dipa tidak bisa ditebak apa yang ada di dalam hatinya.

Akhir-akhir ini Dipa memang jarang istirahat bareng dengan Nurma karena Nurma memilih untuk ke perpustakaan. Tapi siapa sangka ada cewek yang mengajak Dipa istirahat bareng sekarang.

Dipa melirik ke arah Nurma. Ratu mengikuti arah pandangan Dipa lalu tersenyum sambil melonggarkan tangannya dari tangan Dipa.

"Nurma mau ke perpustakaan, kan? Enggak ke kantin, kan? Dipa biar sama aku aja, ya?" tanya Ratu setengah berteriak dengan senyum yang tersungging di bibirnya.

"E-eh, iya," jawab Nurma kikuk.

Kok Ratu bisa tahu Nurma mau ke perpustakaan?

"Ayook, Dipa." Ratu kembali bergelayut pada tangan Dipa, manja.

"Dia stalker, ya?" tanya Rully berbisik lagi.

"Tauk, ah. Yuk ke perpus, kamu ikut, nggak?"

"Ikut, deh."

Nurma dan Rully keluar dari kelas meninggalkan Ratu yang sedang membuat drama. Sepanjang jalan menuju perpustakaan, Nurma jadi kepikiran hal macam-macam. Kok bisa Dipa nggak cerita sama Nurma kalau lagi dekat sama Ratu. Padahal mereka chating tiap hari. Mau jengkel tapi kok kalau dilihat juga Ratunya yang ganjen.

Nurma jadi tidak fokus, dia lupa mau meminjam buku yang mana. Jadinya dia asal saja mengambil buku materi yang belum dia baca. Setelah itu Nurma mengajak Rully untuk kembali ke kelas. Rully tersenyum nakal, dia berpikir kalau Nurma sedang cemburu.

"Nah kan, giliran Dipa ada yang deketin, cemburu," goda Rully.

"Idih, enggak tuh," elak Nurma.

"Yang bener? Masak sih?" Rully terus menggoda Nurma sambil menyenggol-nyenggol lengan Nurma dengan sikunya.

"Terserah, deh," kata Nurma pasrah. Dia tahu kalau dia terus mengelak, Rully akan semakin menjadi menggodainya.

"Toilet dulu, yuk?" ajak Rully.

"Oke."

Mereka masuk toilet bersama. Di dalam toilet wanita ada 3 kubik. Masing-masing dari mereka masuk ke dalam kubik masing-masing.

Nurma keluar duluan dan terkejut karena melihat Ratu sedang berdiri di wastafel toilet. Padahal Nurma juga ingin mencuci tangannya. Perasaan Nurma kok tiba-tiba nggak enak.

"Eh, Nurma," sapa Ratu yang kelihatan pura-pura terkejut.

"Hai," jawab Nurma singkat tapi berusaha ramah.

"Oh, iya Nur, maaf nih sebelumnya kalau aku deketin Dipa. Tapi kalian nggak ada hubungan apa-apa kan, ya? Cuma temen, kan? Soalnya aku tertarik banget sama Dipa," kata Ratu membuat Nurma speechless. Tuh kan bener firasat Nurma tadi.

"Terus nih, Nur, spill dong makanan kesukaannya Dipa. Aku besok mau bawain buat dia," lanjut Ratu.

"Oh, apa aja mau kok, dia," jawab Nurma.

Kebetulan setelah itu Rully keluar dari biliknya, mencuci tangan dengan tidak ramah. Lalu mengajak Nurma balik ke kelas.

"Duluan, ya Ratu!" kata Nurma.

"Ih, nyebelin banget nggak, sih Ratu? Kamu juga, ngapain diramahin gitu, sih Nur?" Rully tampak sewot sepanjang lorong dari toilet ke kelasnya.

"Ya, aku juga nggak nyaman sebenernya. Tp masa aku harus pasang tampang jutek sih, Rul?"

"Ya harus, dong! Dia kan mau merebut suami kamu!"

"Bukan suami, Rul. Sahabat doang!"

"Gini deh, Nur. Kalau Dipa jadi pacar itu orang, yakin deh nggak bakal ada waktu lagi buat chating atau jalan sama kamu!" jelas Rully.

"Ya iya, sih bener. Tapi kan itu haknya si Dipa juga buat pacaran, Rul. Masa gara-gara punya sahabat cewek terus dia jadi nggak boleh pacaran? Kan kasihan Dipa," kata Nurma.

"Terus kalau Dipa boleh pacaran, kamu sendiri kapan mau punya pacar sementara waktu kamu cuma kelas, kantin, perpus. Keluar juga ketemunya Dipa lagi Dipa lagi."

"Udah kelas tiga kali Rul, bentar lagi juga lulus."

"Kamu nggak pengin punya kenangan cinta-cintaan di masa SMA gitu Nur? Kata orang masa putih abu-abu itu yang paling berkesan, lho!"

"Lha kamu sendiri?"

"Ya aku tu pengin banget, Nur! Kamu kan juga tahu dari kelas XI aku selalu kecengin anak-anak keren SMA ini, kan? Semua aku tonton! Latihan sepak bola, latihan basket, latihan taekwondo, latihan bisbol, aku pantengin semua. Nggak ada satupun yang nyangkut sama aku Nur! Sedih banget tauk!" curhat Rully membuat Nurma menyunggingkan senyum kikuk. Kayaknya salah tanya deh dia.

"Eh, Nur, gimana kalau kamu temenin aku aja kalau aku ngecengin atlet-atlet sekolah kita? Aku jadi punya teman, kamu juga jadi punya kesempatan!"

"Kan kamu punya teman sesama penggemar?"

"Ah, tapi aku maunya kamu!"

Tuh kan bener, Nurma salah tanya tadi tu, jadi berujung diajakin nontonin latihan.

Mereka sampai di kelas. Nurma melirik bangku Dipa. Orangnya ada, sedang bercanda sama siswa yang lain. Nurma jadi penasaran Dipa jadi ke kantin bareng Ratu nggak ya?

"Iya deh, iya. Tapi sekali aja, ya?" kata Nurma begitu duduk di bangku.

"Ya kamu coba dulu sekali. Nanti kalau ternyata kamu senang, berkali-kali juga boleh," kata Rully sambil mengedip-ngedipkan matanya.

"Nyobain apa?"

Dipa tiba-tiba sudah berdiri di samping Nurma, membuat Nurma dan Rully terkejut. Berasa hantu aja cepet banget, nggak kedengaran lagi.

"Ini, aku diajakin nonton basket nanti sore," jawab Nurma.

"Ngapain nonton basket? Mendingan juga nonton di bioskop sama aku," kata Dipa yang sekarang duduk di kursi depan Nurma.

"Lhah, kursiku Dip. Aku mau makan nih," kata Rani, si pemilik kursi yang baru saja balik dari jajan cilok.

"Pssttt! Duduk situ tu, ini penting tauk!" kata Dipa sambil menunjuk bangku kosong lain seasalnya. Rani hanya mencebik lalu melengos.

"Sorry, ya, Ran?" kata Nurma.

"Udah biasa kali, Nur," jawab Rani lalu menggigit ciloknya. Dia memutuskan untuk bergabung dengan Vero dan teman-temannya di pojok belakang.

"Kamu beneran mau nonton basket? Kamu kan nggak suka panasan?"

"Nanti indoor, kok," jawab Rully.

"Gerah lho di dalem lapangan indoor, tu!"

"Nanti kita duduk depan blower!" Rully lagi yang jawab.

"Berisik lho anak-anak cheerleader."

"Mereka nanti lagi mau lomba, jadi nggak ada!" Ini Rully lagi dong.

"Kok kamu sih dari tadi yang jawab omongan aku? Aku ngomongnya sama Nurma, lho!"

"Yeee, biarin! Habisnya jadi suami yang baru aja selingkuh aja posesif!"

"Selingkuh apanya?"

"Itu tadi si Ratu."

"Iya, Pa. Kamu tadi jadi istirahat bareng Ratu? Kok kamu deket sama Ratu? Kok kamu nggak pernah cerita ke aku?" Giliran Nurma juga buka suara.

"Aku nggak ngrasa deket, kok sama dia!"

"Lha tadi dia gelendotan di tangan kamu, kamunya diem aja!" ketus Nurma. Rully mengangguk setuju.

"Ya mana kutahu. Lagian emang banyak yang bilang Ratu tu ganjen, kan?"

"Tapi kamu menikmati, kok!"

"Lha ini kenapa jadi aku sih? Aku tu kesini mau ngajakin kamu nonton nanti pulang sekolah."

"Nggak mau! Aku mau nonton basket aja sama Rully. Kamu pergi aja sana sama Ratu!"

"Sukurin!" kata Rully tanpa bersuara. Meski begitu Dipa tetap tahu kalau Rully mengatakan itu dan sedang mengatainya.

"Ya udah kalau itu mau kamu, Ma! Sekalian aja aku pacaran sama Ratu!"

"Sana! Bodo amat!"

"Ugh!"

Dipa beranjak lalu balik ke kursinya sendiri. Sampai di sana dia disoraki teman-temannya. Tapi Rully jadi merasa nggak enak sama Nurma karena sekarang wajah Nurma terlihat jengkel tapi sedih.

"Nur, beneran nggak papa?" tanya Rully lembut, dia takut Nurma malah jadi menangis nanti.

"Iya, nggak papa, Rul. Kayaknya kamu bener, harusnya aku juga punya kenangan di SMA. Nggak cuma sama anak nyebelin itu!"

"Hahaha, oke deh, bosku."

Nurma tersenyum pada Rully. Tapi dia juga ragu, apakah keputusannya ini benar? Apakah dia akan nyaman? Tapi Nurma segera menepisnya, pokoknya dicoba dulu.