webnovel

Retak

Aryo dan Aime beserta tim sedang berada di lapangan, guna mengecek pasar untuk merencanakan strategi tahun ini. Yah, layaknya sahabat lama yang sudah saling mengenal Aryo dan Aime tak terlihat sungkan satu sama lain. Kadang kadang dengan usilnya Aryo merangkul Aime tanpa berpikir dia adalah atasan Aime. Para karyawan Cahaya Terang tak memperdulikan hal itu. Aryo begitulah adanya.Ponsel Aime berdering dan Aime segera mengangkat panggilan itu."Me, nanti malam kita kerumah Mbah Ranti. Jam 5 Mas jemput kamu dirumah ya." ternyata Dandi yang menelepon Aime.

"iya mas, tapi jangan jam...." belum sempat Aime menjelaskan panggilan telah ditutup oleh Dandi. Aime bingung, tidak mungkin jam 5 dia sudah dirumah. Karena hari ini Aime dan tim sedang di lapangan, belum tentu sampai di kantor sebelum jam 5. Aime gelisah.

" Yo, aku pulang duluan boleh?" pinta Aime pada Aryo.

" Emang kenapa?" tanya Aryo heran, apakah sahabatnya ini dalam masalah besar.

"Mas Dandi mau ajak aku pergi, Jam 5 dia jemput aku dirumah." jelas Aime.

" Maaf, Ai kali ini aku gak bisa kasih kamu izin. Ini start awal kita Ai, tolong profesional ya." ungkap Aryo tegas. Aime hanya terdiam, habislah dia. Entah bagaimana murkanya Dandi kalau dia tak ada dirumah jam 5.

Aime segera mengirim pesan WhatsApp ke Dandi. "Mas,jangan jam 5 ya jemput Ime. Jam 7 aja, Ime lagi di lapangan Mas. Jadi,pulangnya agak terlambat." hufhh.. sialnya pesan itu hanya cheklist satu. Dia tidak berani menelpon Dandi kembali, karena dia tidak mau mendengar amarah Dandi yang meledak ledak. Aime menarik nafas panjang, ya sudahlah apapun yang terjadi terjadilah." gumam Aime dalam hati.

Aryo melirik ke arah Aime yang gelisah dan mulai tidak fokus dengan pekerjaan. Tapi, dia tak mau memperdulikannya karena Aime pasti akan menjadi wanita yang tak biasa kalau sudah urusan Dandi. Aime melirik ke Arlojinya. Sudah Pukul 16.30 mereka baru menaiki mobil untuk kembali ke kantor. Kemudian ia melirik ponselnya, belum terkirim juga pesannya tadi. Akhirnya Aime memberanikan diri menelpon Dandi. Sialnya, nomornya nggak aktif. Aime semakin cemas. " Ai, itu muka apa pakaian belum disetrika? Kusut amat " ledek Aryo pada Aime.

"Jangan ledek aku sekarang." jawab Aime singkat.

" Udahlah, jangan cemas. Nanti, aku yang bilang ke Masmu kalau emang kita kerja ke lapangan. Dan.."

" Kamu nggak ngerti rasanya jadi aku Yo, mana bisa Mas Dandi percaya ama kamu gitu aja. Pasti aku dikiranya macam macam." suara Aime nyaris serak seperti mau menangis.

Aryo mengelus kepala Aime " Ai, kenapa kamu mau menghabiskan waktu kamu dengan cowok seperti itu. Apa kamu nggak capek Ai? Nayla aja, kalo aku tanya pergi dengan siapa? suka galakan dia..."

" Nayla bukan aku, Kamu bukan aku, dan Mas Dandi bukan kamu. Jadi, kita berbeda. Aku nggak mau Mas Dandi marah. Dia sayang sama aku, aku sayang sama dia. Dia begitu karena dia sangat sayang dengan aku. Dia takut kehilangan aku." Aryo menggeleng-gelengkan kepala. Ini alumnus Master Manajemen dengan predikat cumlaude. Tapi, urusan laki-laki dia jadi seperti gadis bodoh.

Ponsel Aime berdering kembali ,nama Dandi tertulis di sana. Dengan ragu Aime mengangkat telepon Dandi.

" Ime, kamu dimana? Mas, Uda didepan rumah kamu dan kosong."

"i..iya mas, Ime masih dijalan Mas."

"Kenapa kamu gak bilang, gak bisa jam 5."

" Tadi Ime Uda mau ngomong, tapi mas matikan telpon. Terus Ime WA cuma check list." Aime berusaha menjelaskan.

" Kamu tuh emang kebiasaan ya, kamu nggak pernah menghargai aku. Seenak kamu aja, kalau nggak bisa ya bilang nggak bisa. Udahlah, coba lah perimbangkan lagi pertunangan kita ini dilanjutkan atau tidak. Kalau kamu egois terus dan tidak.bisa menghargai Aku..."

" Tapi, mas. Dengerin Ime dulu, Ime Uda berusaha hubungin mas dari tadi, hp mas gak aktif. Ime kerja Mas, ke lapangan jadi pulangnya agak.....Tut..Tut.." Kembali telepon ditutup Dandi. Aime tidak tahan menitikkan air matanya.

Aryo yang sedari tadi memperhatikan dibalik kemudi, iba terhadap sahabatnya itu.

" Ai, are you ok?" tanya Aryo sambil memberhentikan mobilnya. Aime tak menjawab. Aryo mengangkat ponselnya dan menelpon tim yang berada di mobil lain untuk lebih dulu kembali ke kantor.

" Maafin aku ya, nggak izinkan kamu pulang lebih dulu tadi"lanjut Aryo.

"Nggak apa apa Yo, emang seharusnya begitu. Aku nggak apa apa kok, Mas Dandi lagi emosi aja." Aime berusaha menutupi kegalauannya.

"Ai, berpikir lah lagi untuk menikah dengan dia. Kamu terlalu berharga untuk selalu bersedih seperti ini. Sudah setahun terakhir semenjak kamu bersama Masmu itu. Kamu tidak secemerlang dulu. Kamu tahu kenapa Pak Anton memindahkan kamu ke divisi Pemasaran? Karena Pak Roby sudah tidak respect dengan pekerjaan kamu di divisi logistik. Tapi, pak Anton tau kamu punya potensi, maka itu dia meminta aku untuk membina kamu di divisi pemasaran." Aryo akhirnya menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Aime terperangah,benarkah yang ia dengar ini. " Lihat aku Ai, ini bukan kamu Ai. Aime yang aku kenal selalu lincah dan smart. Bukan cengeng dan selalu galau seperti ini." Aime hanya terdiam.Ia tak mampu lagi membendung air matanya. Ia menangis sejadi-jadinya. " Aku harus gimana Yo, aku gak bisa apa apa lagi. Aku takut kehilangan Mas Dandi. Aku gak tau dengan perasaan ini, aku nggak bisa lepas dari dia." curhat Aime sambil terisak.

"Ai, cinta itu gak akan menyakiti Ai. Dia sering kasar kan ke kamu? Kamu bisa dapat yang lebih baik dari dia Ai." Aryo memegang dagu Aime dengan lembut.

"Aku gak cantik Yo, aku nggak kaya Yo. Siapa yang mau sama aku Yo, cuma dia."

"Ai, kamu nggak cantik sejak kamu bersama dia. Aura kamu hilang, tertutup mata sembabmu itu." ungkap Aryo. Aryo menarik kepala Aime kedalam dekapannya." Sudahlah, jangan menangis lagi," Aime merasakan kehangatan dalam dekapan Aryo. Tanpa ia sadari ia tertidur dalam dekapan Aryo. Aryo yang sadar Aime telah tertidur karena telah lama menangis meletakkan kepala Aime di sandaran bangku sebelahnya. Ia menatap wajah bawahan sekaligus sahabatnya itu. Aime yang ceria dan pintar, yang selalu punya solusi setiap masalah kini menjadi gadis tak berdaya.