webnovel

Pagi Yang Manis!

Afraz ganti baju dengan pakaian santai. Kaus lengan pendek itu membungkus tubuh proporsionalnya. Lengan kekar menonjol memperlihatkan otot lengan. Apa lagi urat lengan terlihat sangat keren. Afraz melihat penampilannya sederhana tidak berlebih.

Dengan telaten Afraz masak untuk mereka berdua. Iya, kemarin malam Afraz dan Cyra tidak makan nasi. Sekarang jam 6 dan gadis pendek panggilan kesayangan belum muncul.

Semua selesai, Afraz mengambil kertas. Dia menulis sekiranya penting lalu memasang pada semua nama jenis bumbu seperti : merica, ketumbar, kemiri dan lain-lain. Sungguh Afraz merasa bersalah atas tindakannya tadi malam.

Setelah semua selesai, Afraz berlalu menuju kamar pribadi. Dia mandi setelah itu makan. Dia teringat tadi malam tidak tidur satu kamar dengan Cyra. Akiba pertengkaran pertama di malam pertama membuat keduanya tidur terpisah.

Cyra keluar dengan penampilan seperti biasa. Dia memakai busana muslim warna biru muda. Wajah manis tampak anggun, tetapi lihat matanya sembap.

"Di mana, Gus es itu," lirih Cyra.

"Mencariku?" todong Afraz dari arah belakang.

Cyra tersenyum semanis mungkin walau hatinya sangat sakit. Dengan enteng dia mengulurkan tangan berniat salaman.

Afraz diam saja tanpa mau menjabat tangan Cyra. Dengan teliti ia menatap penampilan Istrinya yang sudah rapi. Mau ke mana gadis pendek ini?

Cyra mendengus sebal karena Afraz tidak mau membalas jabat tangannya. Dia mendekat dan langsung mendongak. Tatapan itu begitu tajam tanpa peduli di depannya adalah Afraz.

"Saya mau izin kursus!" tegas Cyra.

Afraz menyengit mendengar perkataan Cyra. Gadis pendek ini mau kursus apa? Ia putuskan untuk bertanya, "Kursus apa?"

"Tata boga, bukannya Gus bilang saya tidak bisa apa-apa karena saya manja dan sebagainya. Maka dari itu saya mau kursus masak!"

"...."

Afraz diam tanpa menjawab perkataan Cyra. Apa sebegitu menyakitkan perkataannya sehingga membuat Cyra terluka? Baiklah dia mengaku salah pada gadis pendek.

"Selama satu bulan saya akan kursus. Hanya 3 jam tidak lebih."

"Tidak bisa."

"Kenapa? Bukanya Gus sendiri yang bilang saya gadis manja mana tahu dapur. Maka dari itu biar saya tahu harus kursus."

Cyra tidak habis pikir dengan jalan pikiran Afraz. Bisa tua mendadak Cyra jika terus bersama Afraz.

"Tidak ya tidak."

"Gus ... sejatinya mau Gus apa?"

"Tidak ada."

"Astaghfirullah, Cyra kamu sabar menghadapi orang macam begini. Saya tetap mau kursus!"

"Apa kamu tidak pernah mengaji? Apa perlu saya beri tahu tentang tata kerama seorang, Istri?"

Afraz menatap dingin Cyra berusaha menakuti Istrinya. Iya walau tanpa intimidasi matanya tajam jadi takut mereka. Dia memilih tetap menatap Istrinya penuh dominasi.

Cyra membisu mendengar perkataan Afraz yang datar tanpa makna. Wajah tampan Suaminya masih saja lempeng tanpa ekspresi. Datar sekali, dasar papan tripleks.

"Saya tahu, maaf. Tetapi, saya hanya ingin kursus supaya bisa masak," lirih Cyra.

"Abaikan itu, sekarang makan nanti bahas kursusmu!"

"Tetapi, Gus ... baiklah."

Cyra mengikuti Afraz ke ruang makan. Dia menyengit ada makanan sudah terhidang. Oo, Cyra pikir makanan di meja pesanan Afraz. Bagus Suaminya selama ini bisanya pesan go food. Dasar gurun es itu tidak sehat di konsumsi setiap hari.

Afraz sudah duduk anteng sembari menatap Cyra. Istrinya berdiri sembari menatap makanan. Apa masakan dia aneh? Afraz gemas sendiri pada Cyra tidak kunjung bersuara.

"Saya masak sendiri saja," ujar Cyra.

Afraz menyengit mendengar perkataan Cyra. Apa Istrinya tidak suka dengan masakan yang terhidang? Kalau begini ia merasa tertohok di tolak Istrinya.

Cyra mengupas bawang merah dan putih. Dia mencuci bawang lalu siap mengiris bawang. Dia akan buktikan bahwa ia bisa masak walau ala kadarnya.

Afraz diam belum menyentuh makanan. Dia ingin lihat makanan apa yang di buat Cyra. Dia menatap intens tubuh mungil Istrinya penuh arti.

Mungil, pendek dan imut itulah Cyra. Afraz baru kali ini memperhatikan Cyra intens. Dalam benaknya Istrinya itu sangat pendek dan rata.

Kamu belum tahu, Afraz betapa indah lekuk tubuh Cyra di balik pakaian kebesaran yang selalu dipakai.

Mata besar Cyra berembun karena kepedasan. Dia tidak bisa mengiris bawang merah dengan benar alhasil jari telunjuk teriris dalam.

"Arghh," pekik Cyra kesakitan.

Afraz langsung berdiri dan menghampiri Cyra. Setelah di dekat Cyra dia menarik jari telunjuk Istrinya dan memasukkan di mulutnya. Afraz hisap luka itu supaya tidak terlalu mengelurkan darah.

Cyra menegang tatkala tangan kirinya terangkat dan jari telunjuk di hisap Afraz. Wajah putih Cyra merona merah mendapat perlakuan romantis Suaminya. Detak jantung terasa berlari maraton akibat Afraz.

Afraz meludah di wastafel lalu menghidupkannya keran. Ia mencuci tangan Cyra dan menuntun Istrinya untuk duduk ke kursi. Dia tidak suka Istrinya berdarah akibat kecerobohan itu.

"Tunggu, aku obati lukamu!" walau ekspresi datar tetapi nada suara Afraz sedikit panik.

Cyra terdiam dengan wajah bersemu. Apa yang harus dia lakukan jika jantung tidak mau berhenti berdegup keras? Benar-benar menyebalkan Afraz ini, saat dingin ngeselin dan saat baik ingin melayang.

Afraz membalut luka Cyra dengan rapi, lalu matanya menajam untuk mengatakan sesuatu, "apa kamu mau cari perhatian? Sebenarnya mau mengiris bawang atau mengiris jari? Jika tidak bisa mengiris bawang tidak usah sok mengiris."

Afraz merutuki diri karena mulutnya tidak pernah bisa berkata manis. Sejatinya bukan itu yang ingin diucapkan. Tetapi, apa daya Afraz terlalu dingin untuk berkata manis.

Cyra langsung menarik tangannya yang di genggam Afraz. Dia sudah terbang dan jatuh ke jurang. Dasar Afraz tidak punya perasaan. Andai saja di depannya orang baisa sudah Cyra cakar wajah sok datarnya itu.

"Apa salahnya usaha? Maka dari itu biar saya bisa izinkan kursus. Saya tidak mau cari perhatian dengan, Anda. Minggir saya mau kursus!"

Cyra menahan tangis dan berusaha kuat. Memang dia tidak bisa apa-apa soal memasak. Tetapi, tadi kecelakaan karena tidak sengaja. Mana mau mencari perhatian dengan kutub utara. Sudah dia lelah lagian perutnya sedikit sakit, pasalnya ini hari pertama Cyra menstruasi.

Afraz berdiri tegak sembari menatap tajam Cyra. Gadis di depannya mudah sekali emosi. Iya, Afraz akui kesalahan lisan sangat fatal. Dia sadar Istrinya masih kecil makanya kurang bisa mengendalikan emosi. Afraz langsung mencekal lengan Cyra saat sang Istri hendak berlalu.

Cyra berdiri hendak pergi namun tangannya di cekal Afraz. Dia terpaku namun berusaha mengendalikan diri. Ia tepis pelan tangan Suaminya menghindar. Cyra berusaha menatap mata jelaga Afraz.

"Maaf."

Satu kata banyak makna sukses meluncur di lisan Afraz. Dia mengatakan itu dengan tulus. Walau satu kata tetapi mewakili semuanya. Sudah di bilang Afraz pemuda es tidak suka banyak kata.

Cyra membisu mendengar kata maaf Afraz. Apa dia salah dengar kalau Suaminya mengatakan maaf dengan tulus? Cyra berbalik menghadap Afraz berusaha meminta kejelasan.

"Saya tidak dengar," ujar Cyra.

Afraz menarik napas pelan dan menghembus secara teratur. Mungkin mulai hari ini dia akan memulai awal baru. Perlahan mata tajam itu menyorot serius. Afraz tatap dalam Cyra agar tahu apa yang dikatakan itu serius.

Di tatap Afraz begitu dalam membuat Cyra berpaling. Dia sembunyikan wajah meronanya akibat Suaminya. Dasar gurun es tidak mutu berani sekali membuatnya berdegup saat situasi genting. Cyra ingin mendengar satu kata tanpa terasa nyangkut dalam telinga.

"Maaf."

Cyra mengerjap beberapa kali, lalu tertawa aneh. Apa kutub sudah cair? Entahlah lucu sekali melihat Afraz begini. Tawa itu langsung hilang ketika Suaminya menatap tajam.

Afraz paling tidak suka di tertawakan. Ia sudah baik minta maaf walau satu kata maaf. Itu saja penuh usaha mengatakan maaf pada Cyra. Tetapi, cukup bersyukur saat mendengar tawa garing Istrinya. Afraz berharap maafnya di terima Cyra sepenuh hati.

"Ah, maafkan saya. Memang Gus salah apa? Kenapa meminta maaf?"

"Apa perlu aku berkata panjang menjabarkan maaf?"

Afraz paling anti atau lebih tepatnya tidak suka berbicara panjang lebar hanya sebuah maaf. Kalau balah kitab nahwu baru ia akan jabarkan sampai tuntas. Afraz melihat datar gadis ini malah tersenyum.

Cyra tersenyum saja mendengar perkataan Afraz. Dasar pria ini benar-benar kulkas berjalan. Sabar Cyra karena Suamimu itu es gurun yang perlu di tebus biar meleleh.

"Perlu, biar saya paham Gus minta maaf karena apa."

"Maaf untuk tadi malam dan maaf untuk barusan," ucap Afraz tanpa merubah ekspresi bahkan suaranya tetap datar.

Cyra tidak habis pikir kenapa ada orang macam Afraz. Dia pikir Suaminya akan berkata manis menjelaskan maaf. Ternyata cuma begitu dan harus Cyra ingat dalam hidup Afraz tidak bisa menjadi manis karena pria itu pahit.

Afraz tetap datar melihat ekspresi Cyra yang melongo. Siapa peduli yang terpenting sudah minta maaf. Ia sudah mengawali hari baru jadi biarkan jadi natural pada waktu berjalan. Afraz terdiam saja tidak peduli Cyra masih betah jadi patung. Dia memilih duduk di bangku untuk makan.