webnovel

Negosiasi dengan Seorang Ibu

Mata Ratu Zenita melebar dengan teriakan histeris "Anakku..Anakku.." Pangeran Nizam hanya terdiam mendengarkan Ratu Zenita histeris dan mengoceh tak tentu arah. Ia mendengarkan dengan sabar tanpa memotong sedikitpun. Hingga akhirnya terdengar suara Ratu Zenita yang terengah-engah.

"Ampuni hamba Yang Mulia Pangeran, Hamba terlalu emosi" Katanya dengan penuh penyesalan. Ia baru menyadari bahwa Ia mengoceh ditelinga Yang Mulia Putra Mahkota Kerajaan Azura. Sungguh tidak sopan.

"Tidak apa Bunda Ratu Zenita. Aku yang bersalah karena tidak bisa menjagai adik Pangeran Thalal dengan baik"

"Tidak.. tidak mungkin seperti itu. Anak bodoh itu pasti ceroboh hingga tertabrak motor. Bagaimana dengan pengawalnya. Bukankah ada pengawalnya?" Ratu Zenita seakan mempertanyakan kemampuan dua orang pengawal Pangeran Thalal.

"Aku sudah menghukumnya atas kelalaian mereka. Bunda Ratu Zenita tidak usah khawatir"

"Hamba bersyukur Yang Mulia cepat tanggap" Ratu Zenita terdengar puas dan lega atas tindakan cepat anak tirinya.

"Bagaimana keadaannya?"

"Alhamdulillah Pangeran Thalal baik-baik saja. Bunda bisa lihat di fotonya. Nanti setelah telepon dari Aku, Ibunda bisa Vcall " Nizam lalu terdiam mengatur nafas dan strategi.

"Ibunda Zenita yang baik hati..." Nizam mulai mencoba mengetuk hati ibu tirinya.

Disebut baik hati oleh Pangeran yang begitu mulia membuat Ratu Zenita langsung kelepek-kelepek. Tapi Ia juga merasa bahwa Nizam akan membicarakan hal yang penting.

"Ibunda Ratu, Tentunya Ibunda kenal dengan temannya Istriku Cynthia."

"Pelayan itu??"

"Sebenarnya dia bukan Pelayan Putri Alena, Dia adalah teman Kami..."

"Terus, Apa maksud Yang Mulia?"

"Pangeran Thalal jatuh cinta padanya"

"APAA????" Suara Ratu Zenita bagaikan petir di telinga Nizam. Emosi Ratu Zenita langsung membuncah, meluap. Dan agaknya Ia mulai lupa lagi kalau Ia sedang berbicara dengan Nizam.

"Berani benar anak itu jatuh cinta, disaat dia akan menikah bulan depan. Aaargh... andai dia ada disini Aku akan kuliti dia" suara Ratu Zenita terdengar sangat kesal dan geram. Nizam sampai-sampai senyum. "Matilah kau Thalal..."

Setelah puas mengomeli anaknya sendiri lalu Ratu Zenita berkata pedas. "Bilang sama adikmu itu, Langkahi dulu mayatku. Barulah Dia boleh menikah dengan wanita bule itu." Nafas Ratu Zenita sampai terengah-engah saking emosinya.

Nizam terdiam sambil terus senyam-senyum. Ia jadi teringat ketika Ia meminta izin menikahi Alena bagaimana Ia harus berjuang sendiri. Di seluruh kerajaan tidak ada yang berani melawan ibunya bahkan ayahnya sendiri bertekuk lutut dikaki Ibunya. Pangeran Thalal sih enak banget. Ia dijadikan tameng untuk meminta izin ke Ibunya.

"Hati-hati Ibunda, coba tarik nafas yang panjang. Aku sangat mengkhawatirkan kondisi Ibunda. Apa perlu kita menunda pembicaraan ini sampai emosi Ibunda stabil?" Nizam menawarkan suatu solusi.

"Tidak!!! Selesaikan sekarang juga. Kalau dilama-lama akan membuat hamba semakin mati berdiri."

"Jadi bagaimana Ibunda?"

"Bilang sama anak kurang ajar itu, kalau jawabannya tidak"

"Mmmm... begitu ya, Hanya saja sayang sekali Ibunda..." Nizam terdiam sejenak lalu tersenyum licik.

"Sayang ... bagaimana Yang Mulia?" Ratu Zenita terdengar jadi penasaran.

"Aku tidak memiliki kekuatan untuk menghadapi hal itu. Karena akan membuka konfrontasi dengan Pangeran Thalal."

"Kenapa Yang Mulia tidak berani berkonfrontasi dengan adik sendiri? Sejak Kapan Yang Mulia tidak memiliki keberanian?"

Ratu Zenita seakan mengejek Nizam dengan kata-kata itu. Ia tidak percaya Nizam yang begitu kejam tiba-tiba jadi pengecut seperti itu.

Nizam mengusap-usap hidungnya dengan telunjuknya. Tersenyum penuh arti. "Sejak Aku merencanakan akan menjadikannya perdana menteri Aku. Bagaimana bisa Aku berkonfrontasi dengannya sementara Aku akan meminta bantuannya"

Suara Nizam yang didengar Ratu Zenita bagaikan timbunan salju yang menimpa bara api yang sedang menyala-nyala. Salju itu memadamkan nyala api seketika.

Perdana menteri adalah kedudukan tertinggi kedua setelah raja. Siapa yang tidak menginginkan jabatan itu. Dan nampaknya Nizam sedang menegosiasikan kedudukan itu dengan pernikahan antara Pangeran Thalal dan Cynthia.

"Maksud Yang Mulia bagaimana? Mohon diperjelas?" Ratu Zenita seakan masih tidak mempercayai kata-kata Nizam.

"Pangeran Thalal berkata Ia tidak akan pernah pulang ke Azura seandainya tidak diizinkan menikahi Cynthia di Bali besok"

"Besok??? Bagaimana bisa? Kalaupun Aku izinkan Ia harus lah menikah di Azura bukannya di Bali. Bagaimana dengan perayaan kesucian? Mengapa Pangeran Thalal begitu bodoh" Ratu Zenita seakan menghadapi kebingungan yang bertubi-tubi. Terlalu banyak kejutan yang Ia terima.

Dan Nizam bukannya tidak menyadari pikiran Ibu Tirinya. Makanya Ia berbicara secara tenang, perlahan-lahan dan tidak tergesa-gesa.

"Begitulah Ibunda yang sudah Aku sampaikan kepada Pangeran Thalal. Tetapi mau bagaimana lagi kalau cinta sudah berkata. Aku sendiri karena sudah merasakan maka tidak berani mempertanyakan kebodohan yang Ibunda sebutkan kepada Pangeran Thalal." Sampai disini Nizam berhenti berbicara.

Ia memberikan kesempatan kepada Ibu Tirinya untuk menata ulang pikirannya. Ia seakan menekankan kepada Ibu tirinya kalau Ia menganggap Pangeran Thalal bodoh berarti sama saja dengan menudingnya bodoh juga.

"Hamba tidak berani Yang Mulia" Ratu Zenita seakan menyadari kesalahannya. Mukanya merah padam.

"Aku sangat membutuhkan Pangeran Thalal untuk berada disampingku. Dia hanya minta diberi kesempatan untuk bersama wanita yang Ia cintai. Ia tidak ingin Cynthia diperlukan seperti wanita Azura. Ibunda Ratu tahukan kalau Cynthia berasal dari Amerika. Ia tidak menyukai adat istiadat Azura." Nizam lalu terdiam menunggu reaksi Ratu Zenita.

"Tapi mengapa Putri Alena bisa menerima adat Azura?" Ratu Zenita seakan mempertanyakan kenapa kalau Alena bisa menikah dengan Nizam menggunakan adat Azura.

Nizam terdiam sejenak. Tidak mungkin Ia mengatakan alasannya yang sebenarnya kalau Alena memang masih suci ketika menikah dengan nya sehingga Ia bisa menjalani pernikahan dengan adat Azura. Sementara Cynthia sudah tidak suci lagi. Tapi tentu saja Ia tidak konyol untuk mengatakan yang sebenarnya. Sehingga akhirnya Nizam berkata.

"Alena berasal dari Indonesia. Adat dan keyakinannya hampir sama dengan kita, sedangkan Cynthia dia dari Amerika yang secara adat dan budaya sangat berbeda. Ibunda Ratu Zenita semoga Ibunda adalah termasuk seorang wanita Azura yang cerdas. Bukan saatnya lagi memandang orang berdasarkan latar belakang adat dan budaya lagi. Ibunda kebahagiaan Pangeran Thalal di atas segalanya. Kemajuan Azura juga lebih penting dari sekedar perasaan tidak puas Ibunda karena memiliki menantu dari Amerika. Selain itu bukankah Ibunda masih bisa menikahkan Pangeran Thalal dengan yang lain."

Ratu Zenita menjadi bimbang dan akhirnya berkata dengan lemah.

"Lakukanlah yang terbaik untuk adik yang Mulia. Hamba menggantungkan seluruh hidupnya ditangan yang Mulia"

Pangeran Nizam tersenyum penuh kemenangan yang pastinya tidak akan terlihat oleh Ibu Tirinya.

"Aku berjanji akan menjaganya sebaik-baiknya. Ibunda tidak usah khawatir, Berkahilah mereka"

"Bagaimana dengan izin Ratu Sabrina dan Yang Mulia Baginda?"

"Ibunda tidak usah khawatir, Biar Aku yang mengurus izinnya."

Pembicaraan ditutup Nizam dengan salam. Ia lalu masuk kembali ke dalam kamar diiringi tatapan penuh harap dari Pangeran Thalal.

"Kau tahu apa yang Kau tawarkan sebagai ganti izin dari ibumu?" Kata Nizam sambil menatap tajam.

"Apa?" Pangeran Thalal jadi tegang.

"Jabatan perdana menteri"

Pangeran Thalal terkejut luar biasa.

"Kakak bagaimana bisa gantinya seperti itu?"

"Apa kau pikir mudah bagi Ibumu untuk mengijinkan Kau menikahi Cynthia?"

"Apakah Ibuku begitu gila jabatan." Pangeran Thalal menjadi sedih.

"Jangan Bodoh adikku, Ibumu tidak serendah itu. Ia hanya termakan kata-kata ku bahwa Aku begitu membutuhkan mu untuk memajukan Azura sehingga jiwa nasionalismenya tersentuh akhirnya Dia memberikan ijin.

"Kakak..mengapa otakmu begitu luar biasa" Pangeran Thalal begitu kagum. Tetapi kemudian Ia menyadari bahwa Ia tidak mampu menjadi Perdana menteri.

"Tapi kakak.. Aku tidak bisa ilmu kepemerintahan?"

"Itu sudah kupikirkan. Ikutlah Kau ke Amerika untuk kuliah ilmu kepemerintahan."

"Kakak.." Pangeran Thalal mencoba berkata.

"Aku tidak membuka perdebatan, Kau kuliah atau tidak jadi menikah?"

Pangeran Thalal akhirnya menyerah. "Apapun Kakak.. asalkan Aku bisa menikahi Cynthia"

"It's so sweet..." Kata Alena sambil bertepuk tangan.

Nizam malah mencolek pipi Alena. "Kamu yang so sweet.. bukannya Pangeran Thalal" Alena langsung menghapus pipinya dengan telapak tangan sambil ngomel-ngomel. Pangeran Thalal melengos, Kakaknya benar-benar semakin konyol seperti Istrinya.