webnovel

Dendam dan Cinta

Karena Alena tidak bersedia menemani Edward berlatih dengan teman-temannya maka Edward mengantar Alena menuju mobilnya. Untung tadi Mr. Thomas tidak pergi jauh-jauh sehingga pukul 11.30 Sudah ada di parkiran Kampusnya. Berdua berjalan berdampingan menyusuri lorong-lorong kampus.

"Sudahlah Edward, Kamu tidak usah mengantarku. "

"Tidak apa-apa Alena."

"Tapi Kamukan ditunggu oleh teman-temanmu."

"Biarlah mereka menungguku"

Alena mendesah perlahan Ia tidak bisa menolak keinginan Edward. Tiba-tiba Ada seseorang yang menghadang mereka. Alena dan Edward berhenti seketika.

"Hmm.. Akhir-akhir ini Aku sering melihat Kalian selalu berdua. Bicaralah!! Apa Kalian sekarang saling berhubungan?" Suara itu terdengar keras dan pedas. Mata birunya melotot pada Alena dan Edward.

"Ah.. Justin.. Kamu inginnya hubungan Kami seperti apa? " Tanya Edward berdiplomasi.

Tapi Alena segera berkata memberi penjelasan.

"Kami hanya berteman saja.. dan Kamu Justin apa hak Kamu bertanya-tanya? "

Edward mengeluh dalam hati mendengar perkataan Alena. Ia inginnya Alena menjawab kalau mereka memiliki hubungan spesial ataupun kalau tidak Alena cukup terdiam dan tersipu-sipu malu. Kata-kata Alena sangat jelas kalau Ia memang tidak mencintai dirinya.

Justin mengangkat bahunya. "Aku berhak bertanya karena Kamukan tau kalau Aku mencintaimu. Oh ya Aku senang Kamu tidak ada hubungan apapun dengan Edward. Kamu sebaiknya pergi ke pesta dansa denganku Alena. Hanya Aku pria yang cocok denganmu. Aku tampan, keren, kaya dan berkelas. Ayolah Alena.. jadilah teman dansaku. Aku berjanji akan memberikan kenangan yang tak terlupakan." Justin berkata sambil menggeser Edward dari sampingku sehingga kini yang berada disampingku adalah Justin bukannya Edward. Edward menggeser tubuhnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Bocah tengil itu benar-benar tidak punya rasa malu. Memang dia kayanya sekali-sekali perlu dihajar.

"Iih.. Kamu ngapain sih.. sana ah" Aluna mendorong Justin untuk menjauh. Tapi Justin malah semakin mendekatinya hingga akhirnya Edward mengambil alih dan Ia langsung mendorong Justin menjauh dari Alena.

"Pergi Kamu Justin, apa Kamu tidak mendengar kalau Alena tidak ingin Kamu dekati. " Suara Edward terdengar keras.

Kali ini Justin tidak pergi, Ia malah balik mendorong Edward sambil berkata tidak kalah kerasnya.

"Lantas Kamu siapanya dia? Dia bukan siapa-siapanya Kamu. Kamu tidak berhak memonopoli Dia.. Sepanjang Alena belum punya kekasih, Siapapun berhak untuk mendekatinya.. "

Edward menjadi panas mendengar kata-kata Justin, emosinya terpancing bagai jerami yang tersulut api. Edward melayangkan pukulannya dan Buk.. Ia memukul wajah Justin. Justin yang tidak mengira akan dipukul Edward, Ia langsung terjerembab jatuh. Murka karena rasa sakit, kaget dan malu Justin langsung bangkit dan melompat ke arah Edward sambil mengayunkan pukulannya. Akhirnya perkelahian pun tak terelakkan. Alena menyaksikan sambil menjerit-jerit berusaha memisahkan mereka, tapi ia juga tidak berani terlalu dekat karena takut kena pukul.

Edward dan Justin berkelahi sambil diiringi teriakan Alena membuat orang-orang disekitar langsung merubunginya untuk menonton pertunjukan seru. Tapi tidak ada satu orangpun yang berani melerai. Siapa yang berani melerai dua orang yang tinggi besar saling berkelahi kecuali ingin kena pukulan nyasar. Tapi kemudian tontonan mereka berakhir ketika ada orang yang langsung melompat ke arah mereka dan memisahkan perkelahian itu.

"Stop it Guys.. "Katanya sambil merentangkan kedua tangannya. Tatapannya tajam menatap Edward dan Justin silih berganti. Tenaga orang itu lebih besar dari mereka sehingga tubuh mereka berdua terhenti. Edward menghapus Bibirnya yang berdarah sedangkan Justin hanya menatap Edward dengan nafas memburu. Bibirnya sama berdarah bahkan lebih parah pelipisnya juga biru terkena pukulan Edward. Ia benar-benar kesal dan marah pada Edward yang selalu menghalang-halanginya mengejar Alena.

Alena berhenti menjerit-jerit karena perkelahiannya sudah berhenti tapi kini air matanya mulai mengalir deras. Ia sangat ketakutan melihat Justin dan Edward berkelahi. Kini ketakutannya berubah jadi galau ketika Ia tahu bahwa yang memisahkannya adalah Nizam, pria yang telah menghancurkan hatinya.

"Apa yang terjadi pada kalian?? Kalian bagai orang bodoh saja. Siapa yang Kalian ributkan?? Dia kah?? " Nizam memalingkan wajahnya kepada Alena. Alena langsung pucat pasi melihat tatapan tajam Nizam yang bagai pisau belati menghujam hatinya.

"A.. aku tidak tahu apa-apa. Aku juga tidak mengerti mengapa mereka berkelahi? Aku tidak bersalah" Alena berkata sementara air matanya makin deras mengalir.

" Kamu harusnya malu Alena, Kamu selalu menimbulkan keributan. Apakah Kamu sekarang senang melihat dua laki-laki berkelahi karena dirimu. " Nizam menggelengkan kepalanya Ia tampak kesal sekali pada Alena.

Mendengar kata-kata Nizam, Alena menangis tambah keras Ia benar-benar tidak terima dituduh oleh pria yang selalu menyakitinya.

Melihat Alena menangis Edward menepiskan tangan Nizam yang tertahan di dadanya lalu Ia berjalan menghampiri Alena. " Hentikan Nizam..!! Ini bukan salah Alena." Teriak Edward menghentikan kata-kata Nizam yang menyalahkan wanita pujaannya.

"Ini bukan salahmu Alena, Jangan menangis, Aku tidak tahan melihat air matamu, ayo kita pergi." Edward memeluk bahu Alena dan membimbingnya pergi meninggalkan Justin dan Nizam yang menatap mereka dengan sejuta arti.

Alena masih terisak ketika Edward menuntunnya. "Maafkan Aku Edward, mungkin kata-kata Nizam benar. Aku yang salah. " Kata Alena putus asa. Pikirannya tambah kalut mengingat kata-kata Nizam tadi.

"No.. ini bukan salahmu. Justin yang memancing keributan dan Aku juga salah malah terpancing. Seharusnya tadi kita pergi dan jangan memperdulikan Dia. "

Alena memandang Edward kemudian ia menyadari bahwa bibir Edward berdarah. Alena memekik. " Edward!! Bibirmu berdarah. Apakah itu sakit?? Ayo Kita ke dokter. " Alena khawatir. Ia mengeluarkan tisu dari tasnya dan mulai menghapus darah itu. Edward memegang tangan Alena yang sedang menghapus darahnya. Alena terkejut sesaat matanya melotot dan Ia semakin melotot ketika Edward mencium tangan itu. Alena menarik tangannya dari bibir Edward dengan muka merah padam. Dadanya berdebar keras tapi bukan oleh perasaan suka, Ia berdebar hanya karena seumur hidupnya Ia belum pernah menerima perlakuan ini. Baru Edward pria pertama yang berhasil mendekatinya sedekat ini. Selama ini pria-pria hanya bisa mengaguminya dari jauh.

Melihat Alena tertunduk malu-malu dengan wajah memerah. Edward menjadi tambah gemas lalu Ia memegang dagu Alena dan mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Alena mau menciumnya.

"Eheum.. " Tiba-tiba terdengar suara dehem yang cukup keras dibelakang Alena sehingga refleks Alena memalingkan wajah untuk mengetahui siapa yang berdehem. Karena Alena memalingkan wajahnya maka ciuman Edward hanya mendarat dipipinya.

"Kau?? Nizam?? " Alena terpekik kaget. Edward menahan nafas kesal sekali momen yang Ia impikan siang dan malam gagal bagai air genangan yang menguap terkena sinar matahari.

"Maaf guys.. apa sebaiknya Kalian tidak mencari tempat yang lebih tertutup untuk bermesraan dan bukannya berada di tengah jalan menghalangi orang lewat. " Kata Nizam melirik Alena sambil tetap melangkah melewati mereka dan berjalan lurus ke depan.

"Sialan.. " Edward mendesis pelan. Walau Ia menyadari kesalahannya karena memang sebenarnya mereka memang sedang di tengah jalan. Tetapi Nizam benar-benar datang disaat yang tidak tepat. Kalau saja Nizam tidak datang mungkin bibir mungil tebal sudah ada dalam mulutnya. Uh.. perut Edward mengejang oleh perasaan nafsu yang tak tersampaikan.

Sedangkan Alena benar-benar merasa hidupnya penuh kesialan. Sial pria yang dicintainya selalu melihat kesalahannya. Ia juga kesal dengan pria-pria yang mencintainya yang terkadang tingkahnya malah membuat kesulitan dalam hidupnya.

"Edward..Aku rasa Kamu cukup mengantarku sampai di sini. Aku benar-benar minta maaf sudah menyebabkan Kamu berkelahi dengan Justin. Aku permisi pergi dulu" Alena lalu pergi setengah berlari meninggalkan Edward yang termangu menatapnya tanpa bisa mencegahnya.

Edward pun kemudian berlalu sambil membawa beban perasaan. Belum jauh berjalan langkahnya tertahan oleh seorang gadis cantik yang menatapnya bagai hewan buas menatap mangsanya.

"Apa yang sudah Kamu lakukan? " Apa Kamu ingin merusak reputasi mu sebagai mahasiswa teladan hanya karena seorang gadis dari negara yang entah dimana keberadaannya??? " Suara gadis itu terdengar keras dan menyakitkan di telinga dan hatinya.

"Apa maksudmu Elsa?? " Tanya Edward pura-pura tidak paham.

"Kamu pikir Kamu bisa menyembunyikan tingkahmu yang berkelahi dengan Justin?? " Lanjut Elsa lagi.

Edward kaget mendengar kata-kata Elsa dan merasa heran darimana Elsa tahu perkelahiannya tadinya Ia pikir Elsa marah karena akhir-akhir ini Ia dekat dengan Alena.

"Darimana Kamu tahu? " Tanya Edward.

" Hallo.. Tuan Besar Kamu anggap ini zaman apa? zaman flintstone?? zaman batu. Video perkelahianmu sudah tersebar di grup-grup wa... " Elsa berkata hampir berteriak karena sangat kesal. Pria pujaannya yang selama ini begitu sempurna bagai malaikat kini melakukan tindakan bodoh karena gadis tak tahu adat itu.

"Benar-benar sialan.. " Edward langsung bersungut-sungut. Oh tidak terbayangkan kalau ayahnya yang pejabat tinggi negara itu mengetahuinya. Edward mengusap mukanya tapi kemudian Ia meringis ketika tangannya terkena luka dibibirnya.

"Bibir Kamu terluka Edward.." Tangan Elsa terhulur mau memegang luka tersebut tapi belum juga sampai tangan kanan Edward menahannya sementara tangan kirinya mencari HP di saku celananya Ia ingin mengecek video tentang dirinya.

Tangan Elsa yang tergantung di udara dekat ke bibir Edward, tetapi kemudian tangan itu perlahan ditepiskan oleh Edward sehingga tangan Elsa turun ke posisi semula. Jelas sudah Edward tidak mau Elsa menyentuhnya.

"It's Ok Elsa. I am fine. Don't worry.. Jangan khawatir." Edward berkata sambil matanya menatap ke layar HP. Lagi-lagi ia terkejut dilayar HP nya jelas terlihat misscall dari teman bandnya sebanyak 11 kali. Ia men-silent-kan HP nya tadi. "Sialan.. benar-benar sial." Pasti teman-temannya sudah menunggunya sedari tadi.

"Elsa Aku minta maaf Aku harus pergi, teman-temanku sudah menungguku sedari tadi. " Sekarang Edward yang pergi dengan tergesa-gesa menuju ruang seni untuk berlatih.

Elsa terdiam mematung. Perasaan kesal, benci, amarah meluap menjadi satu. Perasaan itu membucah dalam dadanya bagai magma dalam gunung berapi yang siap meledak.

Giginya gemeretak bagai suara kayu bakar yang terbakar api. Otak jahatnya langsung berputar-putar mencari cara agar ia bisa membalas rasa sakit yang ia rasakan.

"Alena.. Kamu tunggu saja apa yang akan Aku lakukan padamu.. " Elsa berguman dalam hatinya.