webnovel

Amarah itu Sangat Menakutkan

Suasana di dalam mobil begitu mengerikan. Pangeran Thalal menyetir mobil dengan wajah tegang. Nizam duduk bersender di jok mobil. Wajahnya begitu kelam, amarahnya tampak terlihat meluap-luap dimatanya. Bagaimana bisa, Edward sampai bisa ada di Bali saat Ia berbulan madu dengan Alena. Dunia ini begitu luas. Dia bisa saja konser dimanapun tapi berada di Bali saat Ia dan Alena ada di Bali sungguh bukan suatu kebetulan.

"Si keparat itu mengikutimu sampai ke Bali" Nizam mengguman dengan gigi gemeretak.

Dia berbicara pada Alena tetapi sorot mata yang penuh kebencian itu malah menatap nanar ke depan. Cynthia menelan ludahnya. Dia sudah berulang kali melihat Nizam marah tapi amarahnya kali ini tetap saja membuat hatinya ketar-ketir. Pangeran Thalal menyeka keringatnya yang tiba-tiba mengalir di pelipis. Selama ini Ia belum pernah melihat kemarahan kakaknya secara langsung.

Kakaknya sebenarnya bukanlah tipe orang yang memiliki jiwa yang labil. Kalaupun Ia marah Ia hanya akan berbuat sesuatu yang menunjukkan kemarahannya semisal dengan memukul atau menendang. Tapi ekspresi wajah yang dimunculkan tetap datar dan tenang. Baru kali ini Ia melihat wajah Nizam yang begitu memerah bahkan kini tampak sedikit menghijau saking marahnya.

Matanya bagaikan kilat yang akan menyambar siapapun yang ada didepannya. Pangeran Thalal memegang lehernya sendiri lalu mengusap tekuknya yang mulai merasakan bulu kuduknya tegak berdiri.

"Aku ingin dia mati..mati..mati ditanganku sendiri" Nizam masih mengguman.

Wajah Alena yang pucat semakin pucat. Emosinya begitu membuncah dalam dada. Edward.. Edwardnya akan mati. Bagaimana bisa. Walaupun Ia tidak pernah mencintai pria itu tapi Pria itu sudah mengisi hidupnya selama 3 tahun. Waktu yang cukup lama dibandingkan dengan kedekatan Alena dan Nizam.

Pria itu yang sering bersusah payah menemaninya begadang dengan Cynthia kalau harus mengerjakan tugas kuliah yang dalam kejaran waktu.

Pria itu juga sering membantunya menemui dosen untuk minta perbaikan Nilai Alena yang kerap dibawah standar. Ayahnya yang pejabat penting di Amerika dan penyumbang dana terbesar dikampus membuat Edward bisa mengubah keputusan apapun dikampusnya tanpa harus ada penekanan. Itulah sebabnya mengapa Alena bisa melaju sampai ke taraf akhir.

Pria itu yang berulang kali Ia tolak cintanya tapi tidak pernah sedikitpun menunjukkan rasa marah dan putus asa. Ia selalu datang dan datang lagi menawarkan kasih sayangnya yang tidak terbatas.

Pria itu bahkan pernah sakit keras gara-gara diam semalaman diluar apartemennya hanya untuk memberikan kejutan ulang tahun tengah malam tapi Alenanya yang jagoan tidur tidak terbangun sedikitpun. Dan Alena baru tahu ketika pada pagi hari Ia melihat Edward menggigil kedinginan dengan bunga mawar putih ditangannya.

Sekarang sangat jelas ditelinganya kalau Nizam menginginkannya mati setelah Nizam menghajarnya sedemikian rupa didepannya. Terakhir bertemu Nizam menyiksa Edward secara mental dengan menciumnya tepat di depan hidung Edward. Sekarang Nizam menghajarnya secara fisik sampai Edward berlumuran darah.

Pukulan Nizam adalah pukulan orang yang ahli bela diri yang sekali pukul bisa membuat orang langsung berdarah-darah tetapi Edward tidak membalas sedikitpun. Walaupun Edward tidak tahu ilmu beladiri masa sebegitu pasrahnya Ia dipukuli orang.

Otak Alena langsung berputar keras. Dalam keadaan terdesak dan genting biasanya otak yang selama ini membeku seakan mencair. Ibarat gerakan dibawah alam sadar ketika orang melakukan sesuatu karena keadaan yang mendesak.

Alena menyadari kalau Edward diam dipukuli oleh Nizam karena Edward ingin menunjukkan pada dirinya bahwa pukulan yang dilayangkan oleh Nizam adalah bukti cinta Edward pada dirinya. Edward ingin menunjukkan bahwa Edward siap menunjukkan seluruh konsekuensi yang harus Edward terima karena mencintainya. Edward memang siap mati untuknya. Dan sekarang Nizam malah benar-benar menginginkan kematiannya. Bagaimana bisa Alena membiarkan hal ini terjadi.

Lalu dengan perlahan Alena memalingkan wajahnya ke arah suaminya dan berkata dengan tajam. Seakan suara yang keluar bukan berasal dari mulut Alena yang bisanya cuma menangis dan merengek manja.

"Kau....jangan harap bisa menyentuh lagi sehelai rambutpun dari Edward.!!"

Chiiiit.....Suara rem yang ditarik tiba-tiba terdengar begitu memilukan ditelinga. Mobil yang direm secara tiba-tiba membuat para penumpangnya hampir terlontar ke depan. Pangeran Thalal begitu shock mendengar kata-kata Alena sehingga tanpa sadar Ia menarik remnya.

Menyadari bahwa Aura yang berada disekitarnya semakin mengerikan Pangeran Thalal memutuskan untuk menepikan mobilnya di pinggir jalan raya. Daripada Ia kehilangan kendali atas kendaraannya.

Pangeran Thalal terdiam dengan tangan masih memegang stir. Buku-buku jarinya memutih karena emosi yang melingkupi seluruh jiwanya. Kata-kata Kakak iparnya jelas bagaikan bensin yang disiram ke dalam kobaran api yang sedang menyala-nyala dengan beringas.

Cynthia memegang paha suaminya seakan meminta kekuatan untuk bersiap menghadapi amukan badai yang sebentar lagi akan mulai muncul dan memporak-porandakan seluruh alam semesta. Udara malam hari disekitar pantai memang terasa panas tapi bukan itu yang menyebabkan hati semua orang terasa terbakar.

Nizam memalingkan wajahnya ke wajah Alena dengan penuh amarah. Wajahnya yang sudah menghijau kini menghitam menunjukkan tingkat kemarahan tertinggi. Cynthia menatap tegang dari kaca spion mobil. Cynthia tidak berani memalingkan wajahnya untuk melihat secara langsung. Tapi Alena ternyata tidak gentar sedikitpun. Daripada melihat Edward mati lebih baik Ia menghadapi kemarahan suaminya sendiri.

"Apa??? Kenapa?? Kau mau membunuhku juga??" Alena berteriak. Nizam terdiam sebelum kemudian Ia bersuara keras bagaikan suara Guntur yang akan membelah gunung-gunung yang berdiri tegak.

"Selain Alena, Keluar semuanya!!!!" Karena melihat Cynthia dan Alena hanya diam terkesima Nizam berteriak kembali.

"KELUAR!!!!!"

Cynthia dan Pangeran Thalal terkejut bukan main. Cynthia malah mau protes tapi Pangeran Thalal mencekal tangannya dan Ia menggelengkan kepalanya pada Cynthia lalu menyuruhnya keluar. Cynthia menatap Alena. Tapi Wajah Alena juga membeku. Cynthia sangat mengharapkan Alena akan merengek dan meminta Cynthia untuk tinggal tapi ternyata Alena hanya terdiam dengan tatapan yang sukar dikatakan.

Cynthia perlahan membuka pintu mobil dan keluar diikuti Pangeran Thalal. Tidak dapat ditahan lagi Cynthia langsung menghambur kepelukan suaminya dan menangis terisak-isak. Pangeran Thalal hanya memeluk Cyntia erat. "Lakukan sesuatu Yang Mulia...Aku takut Nizam melampaui batas" Kata Cynthia.

Pangeran Thalal menggelengkan kepalanya "Ada batasan yang tidak bisa kulampaui Cynthia." Kata Pangeran Thalal sambil mengusap-ngusap punggung Cynthia. Chyntia terisak lirih.

***

Nizam mencengkram bahu Alena dengan kuat hingga Alena yakin bahwa bahunya akan membiru. Melihat mata Alena yang begitu menentangnya membuat Nizam menjadi gelap mata. Ia membuka paksa gaun malam Alena dan menelanjanginya sekali renggut. Kemudian Ia sendiri melepaskan penghalang tubuhnya. Tanpa bicara apapun Ia merenggut Alena ke dalam pelukannya, menciumnya kasar dan sangat menyakitkan.

Tangan Nizam mencengkram seluruh tubuhnya bagaikan ingin menghancurkan tubuh lemah Alena hanya dalam sekali cengkram. Alena menahan teriakannya walaupun dadanya seperti hendak meledak menahan rasa sakit yang kemudian menderanya tanpa belas kasihan.

Nizam menghujamkan tubuhnya dengan kasar dan gusar. Mulutnya melukai Alena di atas kulit yang sehalus sutra itu menyisakan warna memerah kehitaman yang membekas disekujur tubuhnya.

Nizam mengharapkan Alena berteriak dan menjerit meminta ampun lalu berkata bahwa Ia salah berbicara tadi. Tapi tidak sedikitpun ada suara yang terdengar dari mulut Alena. Bahkan ketika Ia menghujamkan tubuhnya sekuat tenaga hingga tubuh Alena meleksak ke atas kursi mobil Alena malah memalingkan wajahnya ke sandaran kursi.

Hal ini membuat Nizam semakin kalap Ia akhirnya meluapkan emosinya dengan semena-mena. Tubuh Alena bagaikan mainan yang ingin Ia hancurkan dengan sekali hujam. Dan ketika luapan amarah menyemburkan api yang membakar jiwanya Nizam memegang wajah Alena dengan kedua tangannya. dan berkata mendesis,

"Kau adalah.. milikku.. selamanya. Tidak akan Aku ijinkan ada pria siapapun ada dalam benakmu..." dan Nizampun terhempas dia atas tubuh Alena.

Alena merasakan kesakitan yang terasa seakan merenggut nyawanya. Kakinya mengejang dan Ia bergetar ketika merasakan ada yang mengalir dari ke dua pahanya.

"Nizam...Kau melukai anakmu..."

*****