21 ORANG ASING

AMaybe there is a beast… maybe it's only us.

-William Golding, Lord of the Flies-

***

Dia berdiri tepat di depan mata Raine, tubuhnya menjulang tinggi di depannya.

Kulit cokelat pria itu berkilau di bawah cahaya matahari, rambutnya yang ikal dan panjang jatuh di bahunya dengan gaya yang berantakan dan matanya yang berwarna keemasan melihat langsung ke mata Raine yang berwarna hitam.

Mata keemasannya bersinar dengan kesenangan dan kegilaan sementara kaos longgar dan celana jeans sobek- sobek yang dia kenakan menutupi tubuhnya yang sedikit kurus.

Pria ini hampir setinggi Torak, tapi lebih kurus darinya.

Rasa terkejut dan takut segera menjalar ke seluruh tubuh Raine. Dia berjalan mundur ketika pria itu bergerak mendekatinya sampai punggungnya menabrak pintu geser yang terbuat dari kaca yang menuju ke balkon.

Pria itu berhenti juga, menjaga jarak di antara mereka hanya beberapa sentimeter.

Raine mengalihkan perhatiannya ke arah bathroom, dia masih bisa mendengar suara gemericik air yang jatuh ke lantai. Torak masih tidak menyadari mengenai apa yang terjadi sementara Raine merintih dengan pelan.

"Apa ini?" Pria itu menelengkan kepalanya dengan penasaran. "Kamu tidak bisa bicara?" suaranya terdengar seperti sebuah bisikan sementara dia menilai Raine.

Tidak ada suara yang keluar dari bibir Raine, tidak peduli betapa ketakutannya dirinya dan air mata mulai membasahi matanya.

"Apakah ini mungkin? Makhluk paling murni bisa sepenakut ini?" pria itu bergumam pada dirinya sendiri.

Raine merasa sesak hanya dengan cara pria itu melihat dirinya, seolah dia adalah buruan. Dia melihat ke arah bathroom sekali lagi ketika Raine mendengar suara air dari shower berhenti.

Pria itu juga melihat ke arah yang sama dengan Raine dan mendecakkan lidahnya dengan kesal. "Sepertinya dia akan datang sekarang." Lagi, pria itu berbicara pada dirinya sendiri dengan nada yang malas dan mengembalikan perhatiannya kembali ke gadis yang tengah ketakutan ini.

���Baiklah, ini cara tercepat untuk mencobanya." Pria itu merenung sesaat. Selanjutnya, dia mengarahkan jari telunjuknya dan menyentuh kulit pipi Raine.

Raine menatap jarinya yang kurus dengan ujung kuku yang tajam, mendekat ke arah wajahnya.

Raine terlalu takut untuk melihat apa yang pria ini akan lakukan, maka dari itu dia menutup matanya dan bersiap merasakan rasa sakit atau hal yang lebih buruk dari itu.

Setelah itu, kukunya menusuk pipi Raine dan gadis itu merasakan rasa sakit yang menyengat dari luka yang terbentuk.

Namun, pria itu menarik tangannya dengan cepat dan membuat Raine membuka matanya untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi ketika dai mendengar pria itu bergumam dengan nada melamun.

"Ini benar dirimu…" Pria itu melihat jari telunjuknya. Ujung jarinya, yang tadi menyentuh Rain telah meninggalkan luka terbakar yang cukup parah.

Melihat luka bakar di jarinya, Raine mengingat sesuatu dari kenangan masa lalunya yang buruk, tapi dia tahu apa yang harus dia lakukan sekarang.

Mengangkat tangannya, Raine menyapu pipinya dengan belakang tangannya dan melihat darah yang membercak disana.

Seperti yang telah Raine pikirkan, makhluk- makhluk itu, yang telah memburunya, tidak bisa menyentuh darahnya.

Sesuatu yang buruk akan terjadi pada mereka kalau mereka menyentuh darahnya secara langsung.

Setelah bertahun- tahun ini, Raine mulai menyadari akan hal tersebut.

Maka dari itu, dengan sisa darah yang ada di belakang tangannya, Raine maju ke depan dan mendorong pria itu menjauh.

Secara naluri, pria itu bergerak ke samping sebelum Riane bisa menyentuhnya. Dia pikir gadis yang ketakutan ini akhirnya akan melawan, tapi yang membuatnya terkejut adalah; Raine berlari menuju bathroom.

"Menarik…" sebuah senyum jahat terukir di bibirnya.

Raine tidak melihat ke belakang untuk mengecek pria itu ketika dia berlari dengan cepat dan masuk dengan paksa ke dalam bathroom.

Beruntungnya, Torak tidak menutup pintu, jadi saat Raine masuk ke dalam, dia dapat dengan cepat melihat sosok Torak di balik kaca pembatas.

Tubuh Raine bergerak lebih cepat daripada pikirannya. Dalam hitungan detik, dia dapat mencium aroma kayu segar dari tubuh Torak dan Raine tidak berpikir panjang ketika dirinya menubruk Torak.

Beberapa detik sebelum tubuh Raine menabrak Torak, Torak membalik badannya dengan suara geraman yang rendah, siap untuk melawan sang penyusup.

Torak telah setengah beralih dengan cakar yang memanjang. Namun, dia membeku di tempat ketika dai melihat itu adalah Rained an pada saat gadis itu memeluk pinggangnya, aroma tubuhnya yang khas menyapu indera penciuman Torak.

Torak sangat terkejut untuk sesaat sebelum kesadaran akhirnya mengambil alih pikirannya. Secara naluri, di melingkarkan lengannya di sekitar tubuh Raine yang sedang gemetar.

"Apa yang terjadi?" suara Torak terdengar panik saat dia bertanya.

Sesuatu yang salah telah terjadi. Torak mencoba membaui udara dan mempertajam pendengarannya, tapi dia tidak mendengar apapun.

Torak meninggalkan Raine tidak berapa lama dan semua penjaga dan petarungnya telah mengamankan seluruh lantai ini. Apalagi yang mungkin untuk mengancamnya?

Torak menarik wajah Raine dan membuatnya untuk melihatnya. Baru setelah itu Torak dapat melihat luka kecil di pipinya. Luka itu masih sedikit mengeluarkan darah.

"Seseorang ada di dalam kamar?" Torak mencoba untuk menjaga suaranya agar setenang mungkin sehingga dia tidak membuat Raine takut, tapi ketika Raine mengangguk. Mata biru Torak menggelap.

"Tetap disini." Torak berkata dengan suara yang dalam, tapi Raine menggelengkan kepalanya dengan keras, dia terlalu takut untuk sendirian lagi.

Tanpa ada pilihan lain, Torak membuat Raine untuk melepaskan pelukannya di pinggangnya dan menyembunyikannya di belakang punggungnya saat dia berjalan keluar dari bathroom.

Darah Torak serasa mendidih dan ini sama sekali tidak membantu ketika monster di dalam dirinya juga merasa tidak tenang.

Seorang penyusup masuk ke dalam kamar mereka dan menyakiti Raine!

Torak mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan dan tubuhnya menjadi waspada.

Tidak ada.

Tidak ada apapun di dalam kamar.

Kamar tersebut kosong.

Torak berjalan menuju jendela, mengeceknya, tapi jendela tersebut masih terkunci.

[Calleb!] Torak mind link sang Gamma.

[Ya, Alpha.]

[Apakah kamu melihat sesuatu yang mencurigakan?]

[Tidak, segalanya baik.]

[Datang kemari sekarang juga! Dan minta para petarung untuk memeriksa lantai ini.]

[Okay.]

Torak berbalik dan memeluk Raine yang masih gemetar. Dia membenamkan wajahnya ke dada telanjang Torak.

Torak kemudian mengusap punggung Raine dengan lembut. "Tidak apa- apa, aku minta maaf." Dia terus berbisik kata- kata yang menenangkan. Ini adalah kedua kalinya dalam dua hari ini Raine ketakutan.

Untuk suatu alasan, ini membuat Torak kesal pada dirinya sendiri.

Raine terkejut di dalam dekapan Torak ketika dia mendengar suara pintu yang tiba- tiba terbuka. "Itu Calleb." Torak menginformasikan Raine.

"Alpha! Segalanya baik- baik saja!" suara Calleb bisa di dengar sebelum sosoknya yang terlihat selalu tanpa beban muncul, tapi langkah ringannya terhenti dan matanya membelalak terbuka. "Alpha, kenapa kamu telanjang?"

avataravatar
Next chapter