webnovel

Cinta Sabrina

20+ Sabrina Anastasya Bramantio, gadis cantik berusia 23 tahun itu terpaksa harus menelan pil pahit secara bersamaan dalam hidupnya. Dia tidak pernah menyangka hidupnya akan hancur bagaikan pecahan kaca. Kehancurannya berawal dari kekasihnyanya Reyno Prasetiyo yang selama 3 tahun bersama, akhirnya malah menikahi adik tirinya, Cantika Zaipahusna. Hingga suatu hari, Reyno mengalami kecelakaan yang nyaris merenggut nyawa. Sialnya, Cantika menuduh Sabrina yang mencelakai Reyno, karena semua bukti-bukti mengarah padanya. Peristiwa itu terjadi begitu saja dan berhasil membawa Sabrina ke penjara atas dakwaan kelalaian. Siapa sangka, saat ia memulai kehidupan baru dengan menjadi asisten rumah tangga, di tempatnya bekerja dia menemukan sosok Azka Purnama Assegaf, putra dari majikannya. Wajah tampan dan sikap bijaksana yang dimiliki Azka, nyatanya berhasil menarik perhatian Sabrina. Pun sebaliknya. Azka juga perlahan mulai terkesan dengan sikap lugu Sabrina. Seiring berjalannya waktu, akhirnya mereka saling dekat dan mempunyai perasaan yang sama. Akan tetapi, hati Sabrina kembali dipatahkan, saat mengetahui bahwa Azka hendak dijodohkan dengan wanita pilihan orang tuanya. Sakit. Hatinya bak hancur berkeping-keping. Untuk yang kesekian kalinya Sabrina terjerembap ke dalam lubang lara. Bagaimana kelanjutan kisah Sabrina dan Azka? Akankah pada akhirnya perjodohan itu berjalan dengan mulus, hingga mereka bisa bersatu? Mampukah Sabrina membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah?

Miss_Pupu · Urban
Not enough ratings
292 Chs

Bab 18-Azka Mulai Penasaran

"Nazwa! Bilang sama Sabrina suruh segera siap-siap. Hari ini Azka akan membawanya ke dokter," titah Bu Yeni yang sengaja menghampiri Nazwa.

"Oh iya baik, Bu." Gegas Nazwa berjalan cepat menuju kamar tempat Sabrina beristirahat.

"Rin, Rin! Bangun cepet!" Nazwa mencoba menepuk pelan pundak Sabrina yang tengah tertidur lelap karena tidak enak badan.

"Iya, Naz. Ada apa?" Seketika Sabrina terbangun dan menoleh ke arah Nazwa yang duduk di belakangnya.

"Cuci muka dulu sana, cepetan siap-siap. Kata Ibu Bos kamu mau di bawa ke dokter sekarang." ujar Nazwa begitu tergesa-gesa.

"Lho kenapa harus ke dokter segala, tadi kan udah minum obat masuk angin. Bentar lagi juga sembuh," sahut Sabrina mulai merasa aneh.

"Ya mana aku tahu, Rin! Cepetan deh siap-siap takut di marahin kalo membantah," titah Nazwa pada Sabrina.

"Bu Bos itu selain baik hati ya, perhatian juga sama kita. Makanya kita harus bersyukur enggak boleh membantah," sambungnya.

Dengan tubuh yang sedikit lemas, Sabrina bergegas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya terlebih dahulu kemudian mengganti pakaian tidurnya dengan pakaian yang lebih sopan.

Sabrina berjalan dengan perlahan keluar rumah menghadap Bu Yeni yang tengah siap-siap hendak pergi ke bandara menjemput suaminya, Yuzril Assegaf.

"Permisi, Bu." Dengan hormat Sabrina menyapa Ibu bosnya seraya menundukan kepala.

"Oh ia, Rin. Kamu di antar sama anak saya ya, soalnya supirnya mau mengantar saya ke bandara." tutur Bu Yeni yang kemudian bergegas masuk ke dalam mobil yang sudah sedari tadi manunggunya.

"Tunggu, Bu. Saya naik angkot saja ya bu!" lirih Sabrina pada bosnya. Ia mulai merasakan ada yang tidak beres ketika mengetahui jika Azka yang akan membawanya ke dokter.

"Tidak, Rin. Kamu lagi sakit mana bisa naik angkot sendirian! Sudah, tidak apa-apa biarkan Azka yang mengantar kamu. Saya harus buru-buru pergi. Sudah ya!" sahut Bu Yeni dari dalam mobil. Seketika pula supir yang sudah menyalakan deru mobil langsung tancap gas dan berlaju membelah jalan raya yang sudah ramai oleh lalu lalang kendaraan.

Sabrina mulai merasa gelisah. Ia seperti mulai takut pada tuan muda yang semakin hari semakin menyeramkan.

"Hey ngapain bengong! Cepetan masuk!" teriak Azka dari dalam mobilnya yang menyuruh Sabrina agar segera masuk ke dalam kendaraan beroda empat itu.

Seperti tidak ada pilihan lain buat Sabrina menolak. Gegas ia memasuki mobil Azka yang tak jauh dari tempat ia berdiri.

'Kena kan lho! pura-pura sakit segala. Gue kerjain tahu rasa lho!' gumam Azka seraya menebarkan senyuman menakutkan di bibirnya membuat Sabrina serasa masuk ke dalam kandang singa.

Sabrina mulai menarik nafas panjang. Menenangkan isi dada nya yang mulai merasa resah. Ia memasang safety belt dan sesekali melirik wajah Azka yang sangat mencurigakan.

"Kamu pikir saya supir apa! Pindah ke depan!" gerutu Azka pada Sabrina yang duduk di kursi belakang.

"Ta-tapi, Tuan!" Sabrina mulai semakin gelisah.

"Saya bilang pindah ya pindah!" ketus Azka.

"I-iya Tuan," Sabrina kembali keluar mobil dan pindah ke kursi depan berdampingan dengan Azka.

Azka mulai menginjak pedal gas mobilnya, melaju dengan perlahan.

Di tengah perjalanan sesekali ia melirik ke arah Sabrina yang berada di sampingnya. Kemudian melihat spion mobil depannya mencuri kesempatan untuk melihat wajah Sabrina. Akan tetapi, dengan spontan ia menginjak pedal rem sekaligus karena menyadari hendak menabrak pejalan kaki yang akan lewat.

"Allahuakbar!" Sabrina yang kaget seketika teriak karena keningnya menyundul bagian dashboard mobil Azka.

Beruntungnya Azka tepat waktu menginjam pedal rem sehingga tak sempat menabrak pejalan kaki yang tengah lewat di depannya.

"Kamu enggak apa-apa kan?" Dengan rasa bersalah Azka memeriksa kening Sabrina yang memerah.

"Sorry! Saya enggak sengaja," ujar Azka dengan gugup. Ia sama sekali tidak ada niat untuk mencelakai Sabrina. Rencananya yang hendak mengerjai Sabrina seketika buyar dan gegas membawa Sabrina ke Rumah Sakit.

"Kamu enggak apa-apa kan?" tanya Azka seraya mengemudikan mobilnya dengan fokus, ia tidak mau kecerobohannya barusan terulang kembali.

"Enggak apa-apa cuma pusing aja," sahut Sabrina sambil memijat keningnya yang terlihat memerah.

Kali ini Azka benar-benar merasa bersalah. Ia yang awalnya mengira Sabrina pura-pura sakit tiba-tiba mulai terenyuh dengan melihat kondisi Sabrina yang mulai menggigil kedinginan terlebih baru saja ia membuat kening Sabrina memerah akibat ulahnya.

Sesampainya di rumah sakit, Sabrina terlihat tak kuasa untuk berjalan. Dengan sigap Azka segera menghampiri pintu mobil dimana arah Sabrina hendak keluar. Azka mencoba membantu Sabrina dengan memapahnya menuju ruang pemeriksaan. Ia mulai merasakan suhu badan Sabrina yang lumayan panas dari pergelangan tangannya.

'Perasaan tadi enggak sampe panas gini deh, cuma 35°C. Kenapa jadi lumayan panas gini ini orang,' Batin Azka sambil tetap berjalan memegang tangan Sabrina untuk membantunya agar tidak terjatuh.

Dokter pun memeriksa Sabrina dan memberikan resep obat.

"Kamu tunggu di sini, Saya mau nebus obat dulu," ucap Azka pada Sabrina.

Sabrina menganggukan kepala kemudian ia duduk sendirian di ruang tunggu.

Akan tetapi matanya kembali terperanjat ketika melihat seorang lelaki yang duduk di kursi roda di temani wanita bertubuh tinggi semampai di belakangnya.

Sabrina memalingkan wajahnya, ia seperti ketakutan. Dalam keadaan lemas ia mencoba melangkahkan kakinya berjalan ke luar ruangan Rumah Sakit menghindari sepasang suami istri yeng berada tak jauh dari posisinya. Beruntungnya pasangan suami istri itu sama sekali tak menyadari keberadaan Sabrina.

'Kenapa harus melihat mereka berdua di sini,' batin Sabrina yang mulai sedu melihat memori kelamnya seolah di buka kembali dengan kehadiran pasangan suami istri tadi.

"Hey ngapain di sini! Tadi kan saya suruh tunggu di kursi," gerutu Azka yang baru saja menemukan Sabrina di tempat parkir dekat mobilnya.

Sabrina tak menjawab pertanyaan Azka. Dengan wajah sedu, matanya sesekali menoleh ke arah pintu masuk Rumah Sakit sehingga membuat Azka terheran.

"Kamu kenapa sih? Di tanya diem aja!" ketus Azka.

"Enggak apa-apa, Tuan. Maafkan saya," ucap Sabrina seraya masuk ke dalam mobil Azka dan duduk di kursi belakang.

Sikap Sabrina membuat Azka semakin penasaran mengenai tujuannya masuk ke kediaman Assegaf sebagai Asisten Rumah Tangga.

'Aku benar-benar harus menyelidiki orang ini.' Batin Azka yang penuh dengan pertanyaan. Gegas ia masuk kedalam mobil dan melajukan kendaraan roda empatnya dengan perlahan.

Sesekali ia melihat wajah Sabrina dari spion depannya. Terlihat wajah Sabrina yang penuh dengan kesedihan, bahkan Azka melihat dengan jelas sesekali Sabrina menyeka tetesan air bening di pipinya dengan halus.

Rupanya Sabrina sengaja duduk di kursi belakang agar Azka tak bisa melihat jika ia sedang bersedih.

Kali ini Sabrina membuat Azka semakin penasaran.