webnovel

Ungkapan Rasa

Hasta hanya bisa menatap lekat-lekat wanita yang menghancurkan hatinya. Bukankah seorang laki-laki itu kuat? Dia tidak mau menangisi hal seperti ini. Tapi, merasakan ditolak rasanya sangat menyayat hatinya.

"Baik, aku ngerti Ra, dan kamu harus ngerti kalau aku menganggap kamu bukan sahabatku. Melainkan cinta yang harus aku perjuangkan, dan aku harap kamu bisa mengubah prinsip kamu. Jangan pernah suruh aku buat ilangin apa yang menjadi kehendak aku atas cintaku sama kamu, karna aku ingin kamu. Aku akan tunggu kamu." Penuturan tegas Hasta membuat Farah lagi lagi menghela nafasnya lemah dan menundukkan kepalanya yang merasa berat.

"Aku pulang Ra, salam sama ayah dan ibu kamu," Senyum hangat berpamitan melepaskan tangan Farah dan berlalu meninggalkan wanita itu yang masih tertunduk lemas.

"Aku harap kamu selalu sama Ta." Lirih Farah membuat langkah kaki Hasta terhenti tanpa menoleh dan berlalu setelahnya.

"Aku cinta kamu Ta." Batin Farah terusik.

Farah tidak bisa mengungkapkan apapun selain kata-kata maaf terhadap Hasta. Perih dan nelangsa itulah keadaannya sekarang.

Disisi lain seorang Hasta sedang melawan hatinya yang sedang berkecamuk membuatnya ingin menangis. Dia sangat mencintai wanita itu, sangat.

Ditempat lain, Helaan nafas lagi-lagi membuat wanita gila ini meradang kedinginan. Usapan kasar ia paparkan pada tubuhnya yang mulai diterpa oleh kedinginan malam. Pakaian yang dipakai hanya kemeja dan rok panjang menutupi bawah lutunya.

"Vierra, kenapa masih diluar? Ayo masuk!" Seru ayah Hasta mengagetkannya ditengah pintu.

"Disini aja Om" Elahnya tidak menurut.

"Ini malam yang dingin nak Ara, kamu tunggu Hastanya didalam saja" Perintah itu masih tidak membuat Vierra bergeming dari tempatnya sekarang.

"Sini aja Om, tapi kalau dinginnya membuat Ara flu. Nanti Ara masuk Om." Alasan recehnya membuat ayah Hasta terkekeh seketika membuat Vierra tersenyum nyengir.

"Kamu keras kepala juga ya, sama seperti Hasta. Ingat, jangan paksakan tubuh kamu, ya. Ya. sudah, Om masuk dulu" Pamitnya berlalu kedalam.

Vierra kembali menunduk dan mengusap kasar lengannya sampai paksaan bersin yang keluar dari hidungnya. Sepertinya, dia sudah terkena flu sekarang. Apakah dia harus pulang? Atau menunggu Hasta sebentar lagi? Fikirnya bingung. Dia pun mengambil opsi kedua, supaya tidak merugikan tujuannya ingin bertemu. Menunggu tidak akan membuat seorang Vierra merugi.

"Ha..cci...!!" Bersin yang terdengar keras ia keluarkan dari hidung dan mulutnya.

Kepalanya terasa berat dan sedikit bergoyang membuatnya pusing. Kepastian tidak memberikannya apa-apa. Membuat kepastian untuk diri sendiri membuatnya percaya diri sementara. Betulkah?.

"gue gak boleh pingsan disini. Oh god, help!" Dia meraih tas kecilnya dan berdiri untuk pulang.

Sakit pada kepalanya seketika nyeri membuatnya tidak bisa menunggu lagi. Takut ia akan pingsan disini. Tetapi, langkahnya terhenti ketika suara drap langkah seorang laki-laki yang sudah ia tunggui selama beberap jam, sudah ada didepan matanya.

"Hasta? Akhirnya!" Ungkapnya senang.

Sapaan Vierra membuat pemuda itu memicingkan mata ditengah lampu taman temaram. Seketika dia sadar dengan apa yang terlihat didepannya membuatnya mengusap wajah gusar.

"Lo kenpa disini, he?!" Tanyanya sedikit menaikkan oktav suaranya.

"Kan aku sudah bilang kalau aku akan kesini, kamu lupa, ya?" Ucapnya santai.

"Ha...cci!!" Bersin yang sekali lagi terdengar membuatnya mengusap kasar hidungnya yang tidak tertahankan. Hasta berdelik menautkan keningnya bingung menatapi gadis itu.

"Pulang sana! Kayak pelacur saja nunggu laki-laki didepan rumah." Lirihnya membuang muka dan berkata membuat Vierra tidak percaya dengan perkataan yang dilontarkan kepadanya. Tetapi, Vierra menanggapi dengan senyum mirisnya.

"Wahhh... kamu kalau ngomong sekali, langsung menusuk hati tau gak. seperti belati. hahaha" Ungkapnya dengan tertawa miris membuat nya menahan matanya yang berkaca.

"Aku cuma mau bilang, kalau aku mau nebeng besok pagi sama kamu. Kamu mau kan?" Pinta nya pada Hasta yang masih membuang mukanya, tidak mau menatapnya.

"Terserah!" Ucapan datar terdengar dari mulutnya membuat senyum Vierra terlihat memaklumi.

"Ya udah, aku pulang dulu. Kamu jangan repot-repot anterin aku, aku bawa sepeda kok. Bye Ta" Pamitnya berlalu, tetapi laki-laki itu masih tidak bergeming dari tatapan jauhnya.

"Oh, ya. Salam buat papa kamu." Ingatnya dan kembali melanjutkan langkahnya mengambil sepeda hitam yang sudah terparkir sedari tadi. Dia mulai menaiki sepedanya dan mulai mengayuhnya melewati Hasta yang tidak sekalipun meliriknya.

Setelah kepergian gadis itu, helaan nafas berat terdengar dengan dari Hasta. Dia berlalu kedalam dengan wajah tegas nan datar, ingin rasanya ia menumpahkan masalahnya dengan tiduran dikamarnya. Melewati ayahnya yang sedang menonton tv diruang tamu, dan seketika panggilan dari sang ayah membuatnya tersadar.

"Hasta, Vierra dimana?" Tanya ayahnya.

"Sudah pulang yah" Jawaban seadanya.

Dia mulai kembali melanjutkan langkahnya masuk kedalam kamar tidurnya. Rebahan tubuh langsung membuatnya menutup mata tanpa menghilangkan masalah dirumah Farah. Tetapi, terlintas seorang Vierra yang berada pada fikirannya. Mengingat kata-kata pedas yang ia lontarkan membuatnya merasa bersalah sekarang.

Disisi lain, gadis gila bernama Vierra, melajukan sepedanya sedang, dia masih teringat lekat difikirannya kata-kata pedas Hasta kepadanya. Apakah dia seperti pelacur bagi dirinya? Apakah dia murahan? Apakah wanita mempunyai harga? Bukankah wanita itu sangat berharga sampai ia tidak memiliki harga?!. Dia melajukan sepedanya menyusuri kegelapan malam dengan mata yang berair.

Setelah ia mulai masuk dalam perkarangan rumahnya, ia berlalu meninggalkan sepedanya dan berlalu menuju kamarnya.

Dia mengehela nafasnya lemah dan berlanjut menidurkan kepalanya. Sakit dikepalanya ia rasakan tiba-tiba membuatnya harus merogoh tas sekolahnya mengambil obat pereda sakit. Dia mulai melahap obat itu dengan kasarnya dan minum setelahnya. Setelah dirasakan nyeri pada kepalanya berkurang, kembali ia menenggelamkan diri menuju mimpi yang diharapkan indah.

***

Gadis cantik itu berlalu keruang makan menemui ayah dan ibu serta abangnya untuk sarapan pagi. Menimbang rasa yang ia rasakan tadi malam, ia lupakan. Fikirnya mencoba berhenti tapi hatinya menolak, jadi berusaha dengan tantangan membuat harinya terasa lebih bergairah. Vierra mengambil tempat makan disebelah abangnya Sena.

"Ra, kamu ketemu Hasta sampai larut malam, kamu ngapain?" Tanya abangnya memulai pembicaran membuat Vierra yang mendengar hanya merengut.

"Kepo lo ah. Jangan ganggu gue makan. Nanti gue keselek!" Jawabnya sarkas.

"Ye... ditanya juga! Atau jangan-jangan kamu...!?" Ucapnya yang masih bergantung membuat wajah adiknya mendelik tajam.

"Jangan berfikiran macem-macem deh." Sergah Vierra tajam membuat Sena tertawa melihat raut wajah adiknya itu.

"Yaudah, aku berangkat dulu Ma, Pa." Pamitnya berlalu.

"Habisin makanan kamu dulu Ra!" Ujar ibunya mengingatkan.

"Udah kenyang Ma. Males juga makan ma bang Sena! Takut keselek!" Seru Vierra berlalu. Sena hanya menyembulkan tawa nyengir melihat adik satu-satunya yang mudah terbawa emosi.

Satu helaan dari ibu Nona ia berikan pada anak sulungnya itu, membuatnya sedikit jengkel dengan tingkah Sena pada Vierra. Tetapi ia abaikan dengan helaan nafas dalam yang terorganisir. Mereka kembali menyantap makanan mereka dengan lahap.