webnovel

Termenung

Gelap pun datang karna tugas sang mentari telah usai. Nuansa malam sangat peduli dengan hati buramnya. Situasi menerka dengan keadaan Vierra yang dirudung kegelisahan hati. Cukup indah rematan jantung menikamnya. Malam menyinsing, pohon-pohon kecil mengikuti alunan angin malam dengan gemercik air mancur kecil didepannya.

Vierra termenung sendu.

Vierra sedang mengulas sendu pada wajahnya di balkon rumah. Merasakan kepedulian malam membuatnya lebih mendalami peran perasaannya. Sentuhan lembut pada ujung kepalanya membuatnya tersadar. Ia menoleh kebelakan sambil menengadahkan kepalanya. Ternyata Sena abangnya yang menghampiri. Sena tersenyum simpul dan mengambil sisi tempat duduk disebelah Vierra.

"Kalau punya masalah itu, ceritakan Ra," ucap Sena sambil mengaitkan kedua tangannya pada tekukan lutut. Ia berbicara sambil memandang pemandangan sunyi dedepannya.

Vierra menanggapi datar tanpa ingin berbicara, tatapannya tetap dikelabui oleh air mancur didepannya. Sena yang sadar dengan keterdiaman adiknya mulai melirik adiknya sejenak dan mengambil pandangan semula.

"Kamu lagi rindu sama Gio?" terka Sena. "Atau kamu lagi patah hati ?" Vierra berdelik mendengar terkaan akhir Sena. Tatapannya saling bertaut, Sena mulai terkekeh seketika mengerti.

"Bener, Ra, kamu lagi patah hati?" Terka Sena dibarengi dengan kekehan. Vierra kesal dengan penuturan sok tahu abangnya. Cebikan bibir dan tatapan sinis Vierra berikan pada abangnya. Sena menghentikan kekehannya sedikit ngeri melihat gadis didepannya.

"Kamu patah hati sama siapa sampai galau gini?, gak biasanya tau," Ucap sena mulai dengan nada serius. Ia menilik adiknya lekat. Tatapan Vierra mulai kembali menghadapa air mancur, helaan nafas lirih terdengar darinya.

"Gue gak tau juga, perasaan gue gk karuan," kata nya dengan nada tidak bersemangat.

"Udah lah, abang tau orang yang pertama kali jatuh cinta itu pasti kalau udah suka liatnya pasti bilang cinta. Padahal sama sekali mereka nggk ngerti tuh hatinya bermakna apa. Jadi, jalani apa yang buat hati kamu nyaman aja dulu. Kalau kamu udah yakin itu dia orangnya, baru kamu yakin dengan perasaan kamu. Kamu juga harus ngerti juga perasaan dia, kalau emangnya dia nggak ada perasaan sama sekali sama kamu dan punya dambaannya sendiri berarti kamu harus bisa lupain perasaan kamu sama dia," penuturan lembut dari Sena. Vierra mendengarkan dengan sekasama dengan tatapan masih saja menatap kosong didepannya.

"Tapi, bukannya cinta harus diperjuangin bang?" ia melirik Sena sendu.

"Itu harus, tapi cinta butuh timbal balik, Ra. kamu nggk bisa mencintai seorang diri, itu hanya akan membuat kamu semakin jatuh dengan rasa sakit. Mencoba melupakan lebih tenang rasanya Ra daripada menghindar atau membencinya," Sena ikut menikmati kegalauan adiknya Vierra.

Sekilas ia teringat dengan masa jatuh cintanya dahulu dengan wanita yang penuh rasa cinta tetapi dengan tega menikamnya dari belakang.

Tiba-tba, suara panggilan datang dari sang Ibu dari belakang membuat mereka tersadar akan dunia. Berlarut dalam kesedihan sangat membuat lara hati.

"Vierra!" panggilan Ibu Nona membuat Sena dan Vierra melirik kebelakang melihat si pemanggil.

"Iya Ma, kenapa?" tanya Vierra. Sena hanya memandang mamanya.

"Itu, Hasta kesini nyariin kamu," beritahu Ibunya membuat Vierra teronjak kaget tetapi sedikit guratan keheranan ada disana.

Ia lalu berdiri dan mulai berlalu keruang tamu. Sena melihat Vierra ikut menautkan kebingungan sambil melirik ibunya dengan kode meminta penjelasan dengan lirikan mata. Sena dana Ibunya mengikuti dari belakang.

"Ra, katanya Hasta mau ngajakin kamu makan malam diluar," ungkap papanya memeberitahu.

Terlihat Hasta sedang duduk dihadapan Papanya. Vierra lagi-lagi terheran dengan situasi seperti ini, tiba-tiba saja seorang Hasta mengajaknya makan malam bersama. Ini baru magrib, masih menunjukkan pukul 7. Hasta hanya melihat Vierra datar tanpa makna apapun diwajah pemuda itu. dia hanya melongo sampai penuturan Pak Husein membangunkannya.

"Vierra, kamu mau atau gk?" ujar papanya membangunkan. Vierra tersadar dari lamunanan. Ia menatap ayahnya lau mengangguk ragu dan berujar "Iya pah, aku ganti baju dulu,"

Vierra berlalu kearah tangga dan menaikinya. Ia masih menautkan kebingungan tapi ia tepis dengan senyuman dengan mesem diwajahnya. Sebenarnya, jauh diperasaannya ia sangat bahagia sampai ia bingung harus terheran atau menujukkan sikap lainnya.

Tidak lama kemudian, ia turun dengan celana bag pants dengan warna biru serta t-shirt biasa tetapi masih terlihat cantik padanya. Rambutnya ia biarkan terurai lepas. Terlihat sangat cantik.

"Ayo Ta," ajaknya langsung melirik pada Hasta. Hasta hanya melihat dan mengangguk.

"Ma, Pa Ara pergi dulu ya," Pamitnya dengan senyuman. Matanya memancarkan kebahagiaan membuat papanya tersenyum hangat melihat putrinya. Tidak salah ia melakukan kerjasama dengan ayah Hasta.

"Saya pergi dulu Om." pamit Hasta.

Mereka mulai berlalu keluar dan terlihat sebuah mobil sedan hitam didepan perkarangan. Vierra menilik bingung, heran. Ia melihat arah sekeliling perkarangannya mencari kendaraan vespa Hasta.

"Ta, motor kamu mana?" tanya Vierra dengan lirikan menghadap Hasta yang ada dibelakangnya.

"Gue bawa mobil bukan motor," jawabnya santai. Vierra melongo.

"Kamu bisa bawa mobil, Ta?" ucapnya tidak percaya dengan lirikan lekat dimata Hasta.

"Masuk aja," sergah Hasta menyuruh gadis itu memasuki mobilnya. Tanpa basa basi lagi Vierra masuk karna pertanyaanya tentu saja tidak ditanggapi oleh pemuda itu.

Mereka sudah mengambil tempat didalam mobil, Hasta mulai melajukan mobil hitam itu dan berlalu dari perkarangan rumah Vierra. keheningan melanda sedari tadi, suasana hiruk pikuk pun menyelimuti. Terdengar hanya suara deru mobil. Vierra melirik kearah Hasta dan mulai memecah keheningan.

"Kita akan makan dimana, Ta?" Tanya Vierra sambil melihat sekitaran jalan.

"Elo sukanya dimana?" jawab Hasta dengan pertanyaan. Vierra sejenak berfikir, menimbang tawaran dari Hasta bahwa ia harus memilih.

"Ck! Kan aku nggak tau daerah sini Ta. aduh..." Decaknya karna baru ia sadari bahwa ia tidak tahu menahu tempat makan bagus dikota ini.

"Lo suka makan apa?"

"Nah kalo pertanyaan itu aku bisa jawab," katanya senang, "Aku paling suka seefood Ta."

"Yaudah, kita ke pantai." Vierra berdelik, melongo mendengar ucapan hasta.

"Kenapa ke pantai?" ujarnya heran.

"Kan lo maunya seefood, ya kita ke pantai. Karna banyak hewan laut yang bisa lo tangkap sepuas lo," kata Hasta lugas. Vierra semakin melongo.

"Ya sih, tapi masa gk ada restoran seefood gitu didaerah sii kecuali harus kepantai?" Ucapnya semakin merendahkan nada bicaranya. Masih heran dengan penuturan Hasta. apakah ia bercanda?

"Ya udah, kita makan spagheti aja kalo ke restoran?" tercetak jelas kerutan didahi Vierra dengan mata yang membulat.

"Kok spagheti sih, Ta?" ujarnya tidak terima. "Kan aku maunya seefood",

Vierra bingung dengan Hasta yang sekarang, kenapa begitu menyebalkan. Namun sama sekali Vierra tak peduli dan lebih memilih menurut saja.

"Lebih baik, kita disini aja," Kata Hasta. terlihat dipinggir jalan banyak pedagang kaki lima dengan jualan yang beraneka ragam.

Tetapi, mobil Hasta berhenti tepat pada penjual bakso yang ramai pengujung. Terlihat jelas, tempat ini dipinggir taman besar yang indah. Bagitu banyak lampu kelap-kelip menghiasi serta bermacam-macam bunga menambah cantiknya tempat ini.

"Kita disini, Ta?" ucapnya bingung menilik wajah samping Hasta.

"Yah, kita makan bakso," jawab Hasta final. Hasta langsung keluar dari mobil setelah membuka seatbelt. Vierra mengikuti pemuda itu dengan ragu. Tidak biasanya ia makan ditempat seperti ini. Vierra memandang sekelilingnya, banyak orang dan telihat menikmati dengan pasangan atau hanya teman atau sendiri.