webnovel

Cukup Senang

"Aku.. aku tadi sembuyi didapur dan ngeliat Farah dateng, jadi karna aku gk mau Farah mikir yang macem-macem sama kamu jadinya aku diem aja disana." Ungkapnya menjelaskan. Hasta mengangguk ragu namun mengerti dengan penuturan Vierra.

Seketika mata Vierra memutar matanya kesana kemari dan menautkan tangannnya gelisah ingin rasanya dia mengatakan sesuatu tetapi dia tidak yakin dengan Hasta yang akan menerimanya.

Sampai akhirnya satu helaan nafas kasar ia keluarkan dan lansung tanpa ba-bi-bu berucap "Ta, mmm... aku boleh ngomong sesuatu nggak?" izinya ragu.

"ngomong aja," jawab Hasta yang masih tertuu pada layar tv.

Vierra kembali mencoba untuk mengendalikan dirinya yang sedikit ragu untuk berkata.

"Aku rasa aku bisa bantu kamu, dengan menjadi titik tengah antara hubungan kalian. Titik tengah yang menyatukan kedua ujung tanpa patah. Setelah menyatu, titik tengah itu tidak ada lagi. Bagaimana?" kata Vierra mantap.

Mata Hasta seketika menajam dan masih mencerna setiap kata yang dilontarkan gadis itu padanya.

"Apa," ucapnya yang masih belum mengerti.

"Iya, aku ingin bantu kamu buat dapetin Farah. Itu kan yang kamu mau? Tapi... tapi... bisakah kamu mencoba membuka hati kamu sedikit, sedikit saja untuk aku?" Ujarnya mantap dengan tatapan dalamnya." ujar yang semakin memantapkan penawarannya.

"Pulang." Ucapan datar itu membuat wajah Vierra sedikit tercengang, ia ingin mendapat jawaban atas saran dan permintaannya tapi yang dia terima hanyalah sentakan pergi.

"Ta, Aku bisa bantu kamu ngeyakinin Farah, tapi disela itu aku hanya minta buat kamu mencoba membuka hati untuk aku, sekena kamu," Ucapnya lagi-lagi ingin meyakinkan Hasta dengan sarannya.

"Kita gk deket, jadi jangan buat diri lo seenaknya dengan mengajukan saran dan permintaan picik itu. Dan lo gk ngerti dengan urusan kami!" raut wajah Hasta yang telah menggerat kini hanya menatap waita itu tak suka. "lebih baik lo pulang." Imbuh Hasta.

"Ha? Apa yang aku nggak ngerti? Karna persahabatan kalian? Prinsip Farah yang bodoh itu? Denger aku Ta!, aku tau selama ini kamu suka sama Farah. Dan aku tau, dia itu juga sebaliknya cinta sama kamu. Alasannya cuma satu Ta, Dia hanya ingin kamu dan dia bisa setara. Karna dia ngerasa kalau derajatnya belum mengimbangi kamu!" Serunya dengan nada yang tidak ia tahan lagi.

Hasta menilik langsung kearah mata tajam Vierra yang sudah menyemburkan kata-kata yang telah membuat dia tercengang. Dia merasakan sangat tidak mengenali situasi saat ini, dia berfikir tentang bagaimana gadis itu bisa mengetahui tentang kebenaran dibalik prinsip bodoh itu.

"Lo,..? dari mana lo tahu?" Tanyanya menilik wajah gadis itu mencari jawaban.

"Aku tau, aku tau dari buku diarynya" Hasta mendesah lega dengan jawaban gadis itu, akhirnya dia mengetahui tentang perasaan Farah yang sebanarnya. Hasta menutup matanya dan mengusap kasar surai rambut hitamnya.

"Jadi? Apa kamu bersedia dengan tawaran aku untuk meyakinkan Farah?" Tanyanya ragu dengan nada yang telah stabil.

Hasta memicingkan matanya sontak dan langsung menetralkannya dengan wajah datar. Ia memalingkan wajahnya kearah depan tanpa menoleh lagi kearah mata Vierra.

"Baik, gue setuju. Tapi... untuk permintaan lo, gue... gue," Jelas sekali terlihat wajah Hasta sangat bingung sekaligus bimbang dengan permintaan gadis itu.

"Tenang, jalani aja dulu. Dan cobalah perlahan hargai aku dengan aku yang menyayangi kamu Ta," Sergahnya diakhiri senyuman tenangnya. "Yaudah, aku pamit pulang. Salam sama Om Putra." Lambaian tangan ia berikan pada Hasta tanpa balasan.

Hasta masih tidak percaya dengan penuturan akhir gadis itu. Sulit sekali mencerna kejadian dengan pengungkapan fakta membuatnya berfikir sebelum merasa senang atau gelisah. Dia hanya memandang bawah yang ia yakini akan membebani fikirannya.

Tiba-tiba Vierra menyembulkan kepalanya dibalik pintu besar rumah Hasta untuk bertanya dengan pemuda itu tentang pergi sekolah bersama esok.

"Ta! Kamu besok pagi jemput Farah?" Pertanyaannya membuat Hasta terperangah menilik kearah pintu.

"Dia berangkat sama Faldo. Besok gue jemput lo dirumah" Ujarnya biasa tetapi membuat seorang Vierra merasa melayang dadakan. "ok!" Senyuman kala siang itu tidak bisa ia lunturkan, karna perasaannya sekarang sedang menari ria. Akhirnya, penawaran sekaligus permintaanya tidak sia-sia walaupun masih mengambang dan belum pasti.

***

"Kamu baru pulang?" Tanya Sena yang bersamaan datang dengan adiknya didepan pintu rumah.

"Ya dooong," jawabnya ngotot.

"Kamu kenapa?" selidik Sena yang melihat tingkah adiknya yang senyum-senyum sendiri tidak biasa terlihat.

Ia terheran dengan sikap sang adik hari ini, apakah dia habis memenangkan undian belanja?. Oh tidak... biarkanlah!. "kamu kenapa dari tadi cengar cengir gk jelas?" Imbuh Sena yang masih menilik gadis itu.

"Kepo lo ah. Ini artinya gue lagi seneng! Gk peka banget!" Jawabnya ketus menunjuk wajahnya untuk menjelaskan maksud dari perasaannya hari ini.

"Emang kamu seneng kenapa?"

"Ck! Gue masuk duluan, ganggu aja." Cetusnya masih ia berikan pada Sena yang banyak bertanya dengan raut wajah cerianya. Ia membuka pintu dengan satu dorongan lalu berlalu meninggalkan abangnya yang masih meniliknya heran.

"Yeee... ditanya malah pergi! Dosa kamu ama abang sendiri! Seru Sena dengan sedikit menaikkan oktav suara agar Vierra bisa mendengar ucapannya.

Tetapi rasanya dia diabaikan oleh adik sendiri sudah biasa dirasakan. Ia lalu berlalu masuk tanpa menunggu jawaban dari adiknya yang sangat gila itu, ia sesekali berfikir kenapa dia bisa mempunyai adik seperti itu. Ingin rasanya dia menyalahkan ayah dan ibunya karna melahirkan Vierra tanpa persetujuannya.

"Adik kamu kenapa? senyum senyum gitu?" Tanya Ibu Nona pada Sena yang baru masuk.

"Aku juga gak tau Mah, katanya dia lagi seneng. Tapi ditanya seneng karna apa, dia malah ketus" Jawab Sena seadanya.

"Baguslah, Mama juga turut bahagia kalau adik kamu bahagia. Dia gak biasanya seperti itu" tukas Ibu Nona.

"Yah, tapi takut juga sih kalau dia senyum-senyum keterusan, takut dia gila Ma," Ujar Sena tanpa saringan dan langsung mendapat toyoran dikepala oleh mamanya.

"Ck! Kenapa mama pukul?" Ucapnya yang sedikit merintih merasakan nyeri kepalanya akibat jitakan Ibunya.

"Kamu duluan yang ngatain adik kamu gila"

"Yahh... siapa yang ngatain dia gila sih Ma. Aku Cuma takut dia senyum-senyum gak jelas, nanti dia dikirain gila!" Ujarnya menjelaskan yang membuat mamanya mendesah kasar.

"Yaudah, maafin Mama. Pasti kamu lelah baru pulang kerja, Kamu masuk dulu, mandi terus turun makan. Ajak adik kamu sekalian." Ucapan mamanya hanya dibalas anggukan mengerti oleh Sena dan langsung berlalu keatas tangga.