1 Murid itu Zanqi

"Apa mamah yakin Zanqi masuk sekolah swasta bergengsi ini?" tanya seorang pemuda berusia 16 tahun yang bernama Zanqi Nowerland Narendra, dia duduk di kursi roda sangat gelisah memandangi kakinya.

"Sudah saatnya kamu bersosialisasi dengan anak sebayamu, putraku sayang," timpal Namora Narendra, seorang ibu yang harus tabah, kuat dihadapan putranya yang menderita penyakit GBS membuat kaki Zanqi lumpuh.

Namora membungkuk di kursi roda Zanqi, dia memegang erat tangan anaknya yang sangat dingin karena rasa gelisah, takut dengan semua kemungkinan yang akan terjadi. Dia berkata, "Kamu pasti bisa Zanqi, mamah percaya itu. Mamah hanya ingin kamu bisa melakukan aktivitas layaknya anak seusiamu."

Mata Namora berkaca, dia segera berpaling agar airmata tidak jatuh di hadapan Zanqi dia berusaha sekuat tenaga untuk menahannya.

"Tapi Mah ...,"

"Mamah ke kantor dulu ya, ada meeting jam 8. Nanti pulang sekolah Mang Asep dan Bik Juleha akan datang menjemputmu sebelum bel berbunyi. Fighthing My son!!" seru Namora tersenyum lebar sambil mengepalkan kedua tangannya untuk memberi dorongan penuh ke Zanqi.

Zanqi hanya bisa mengangguk pasrah, dia tidak ada keinginan maupun mimpi bisa berbaur dengan remaja seusianya, karena pasti dia akan dibully.

"Husftt!! Iya, Mah," jawab Zanqi setengah hati.

"Bik antar Zanqi masuk ke kelas ya, jadwal pulang dan jam istirahatnya sudah saya kirim melalui WA," kata Namora yang tampak terburu-buru, dia sudah mengenakan kacamata hitam dan bersiap masuk mobil.

"Baik, Bu," jawab Juleha yang sudah standbye untuk mendorong kursi roda, mang Asep pun sudah bersiap di samping bik Juleha.

Alphard putih berderu halus, Namora menutup pintu mobil pertanda harus menggerakkan Alphard ke tujuan berikutnya. Sedangkan Zanqi sudah di dorong masuk melalui gerbang sekolah swasta elite.

Hati Zanqi berdegup kencang, dia belum siap dengan pandangan orang di sekitar tentang keadaan yang dia alaminya. Meskipun berparas sangat tampan dengan semua bentuk bagian wajah yang sempurna, harta berlimpah dengan sepatu, tas bermerek luar negeri masih tidak mampu membuatnya percaya diri.

"Bik, antar aku pulang saja," mohon Zanqi yang sudah tidak kuat dengan hawa mencekam dari hasil bayangannya.

"Maaf Den Zanqi, saya tidak ingin membuat nyonya besar marah. Semangat ya!! Raden pasti bisa, kan Den Zanqi, pintar, baik murah senyum dan satu lagi tampan, bibi yakin banyak anak cewek yang akan jatuh hati," timpal Juleha.

"Iya Den, jangan takut. Kalau ada anak yang mengganggu, bilang saja sama mang Asep, saya itu jawara pencak silat pada masanya," bual Asep sambil memeragakan beberapa gerakan silat.

"Hiaat!! Hiaat!!" seru Asep memainkan jurus tangan dengan sekuat tenaga, hampir mengenai kepala Zanqi yang berhasil menghindar, tapi tidak dengan Juleha pas mengenai dahi dan berteriak.

"Mang!!! Ini kepala!! Lu kira ini samsak!!" gerutu Juleha sambil mengusap dahinya, sesaat dia berhenti mendorong kursi roda.

"Maaf ... maaf neng Juleha yang gelis, mana yang atit? Sini abang obati," timpal Asep dengan nada suara yang dibuat-buat.

Kejadian itu berhasil membuat Zanqi tertawa, dia sangat senang berada di dekat mereka berdua, pasti ada hal lucu untuk ditonton. Tidak heran jika Zanqi tidak mau mengganti mereka berdua untuk melayaninya.

Sekolah elite Tunas Harapan itu mempunyai fasilitas lengkap, mereka menerima siswa kebutuhan khusus maupun normal, asalkan lolos tes standar tinggi dari sekolahan.

"Ting!!" Pintu Lift terbuka menghantar Zanqi ke lorong kelas 11 IPA 1, mereka segera keluar untuk menuju kelas.

"Den, saya hanya bisa antar sampai sini, semua bekal sudah bibi siapkan di dalam tas lengkap dengan minuman dan camilan kesukaan Den Zanqi, semangat!!"

"Semangat Den!!" kata yang sama diucapkan oleh Asep.

Mereka meninggalkan Zanqi di depan pintu kelas yang Gurunya sedang sibuk menerangkan materi, terlihat semua siswa berkonsentrasi mendengarkannya.

"Selamat pagi, Pak," sapa Zanqi.

Sontak semua orang menoleh ke pintu, suara bisik gaduh beriak pelan. Seorang lelaki tinggi dengan perut tambun, berkacamata datang menghampiri Zanqi.

"Ohhh, putra Narendra. Selamat datang!!" kata guru tersebut sambil membantu mendorong kursi roda Zanqi.

"Wah!! Wah!! Siapa dia??"

"Anak baru?"

"Tampan sih, sayangnya cacat,"

Semua siswa dengan pandangan jijik serta perkataan pedas keluar dari mulut mereka, Zanqi mendengar dengan jelas dan sampai menundukkan kepala.

"Nah!! Anak-anak!! Kita kedatangan murid baru, baiklah silahkan perkenalan diri anda," ucap Guru tersebut beralih memandang Zanqi yang semula menyapu pandangan ke seluruh siswa.

"Ha .... i!!! Ke ... nalkan, saya Zanqi Nowerland Narendra. Hobi membaca, senang berkenalan dengan kalian," ucap Zanqi gugup, hatinya berdebar tidak karuan ketika melihat pandangan semua siswa terhadapnya.

"Baiklah, silahkan duduk di sebelah Tom," pinta Guru.

"Pak!! Saya tidak mau duduk dengan si cacat itu!!" protes Tom berdiri dari duduknya memancing protes banyak siswa yang lain mengeluhkan hal sama.

"Diam!!" teriak Guru.

Seorang siswi berdiri dengan tersenyum berkata, "Pak, saya bersedia duduk dengan Zanqi."

Zanqi mengangkat kepala, dia melihat siswi yang tersenyum tanpa ada rasa jijik dalam pandangan matanya.

"Zanqi, silahkan duduk di dekat Qonin," pinta Guru tersebut.

Qonin memindahkan kursi di bangku sebelah yang memang kosong sebelumnya, ada 2 bangku kosong di kelas itu yang salah satunya di dekat Tom.

"Baiklah anak-anak pelajaran bapak teruskan," kata Guru berbalik ke papan tulis saat Zanqi memutar pegangan roda menuju Qonin.

Qoninxia Maretha nama lengkapnya, dia siswi terkenal paling miskin yang masuk melalui jalur beasiswa di sekolah Tunas Harapan.

"Hai Zanqi, salam kenal ya," sapa Qonin sambil mengulurkan tangan dengan senyuman tulusnya.

"H ...ai," kata Zanqi kaku bahkan untuk mengangkat tangannya saja tidak mampu.

Gerakan cepat dilakukan Qonin, dia menjabat tangan Zanqi sambil mengayunkannya seraya berkata dan tersenyum, "Teman."

"Aughhh!!" seru Zanqi melihat ke arah Tom yang melempar kertas yang sudah dikepal, Tom menyeringai sambil mengeja jelas berkata "C-A-C-A-T".

Kemudian Tom kembali melihat papan tulis, Qonin yang tahu kelakuan Tom itu merampas kertas yang dibaca Zanqi berisi 'Cacat ♡ Miskin. Cocok!!"

"Sudah!! Jangan hiraukan dia!! Sebaiknya kita dengarkan penjelasan pak Guru, dia sering mengadakan kuis dadakan dari materi yang disampaikan," kata Qonin.

"Ring!!!" Bunyi nyaring dari bel istirahat sekolah adalah bunyi paling dinanti oleh semua siswa setelah bel pulang. Semua siswa berhamburan keluar untuk memanjakan otak dan perut.

"Qonin!! Istirahat yuks!!" ajak Cika dan 2 teman cewek lainya menghampiri dimana Qonin duduk.

"Ahh!! Itu aku tidak lapar!! Kalian saja pergilah!!" timpal Qonin dengan tersenyum sambil menahan perut keroncongan yang tidak diisi dari pagi.

Zanqi sendiri mengambil bekal di dalam tas, lalu dia taruh diatas meja. Tom datang menyambar bekal tersebut sambil membantingnya ke lantai hingga isinya berhamburan.

"Hei!! Apa yang kau lakukan!!" teriak Qonin.

avataravatar
Next chapter