7 Menunggu Mereka Bercinta

Jingga bereskan semua foto yang berbau Amel di kamar Andra, bukan karena dia benci atau cemburu yang berlebih, tapi sebuah Fakta yang ia dapatkan tentang gadis bernama Amel itu entah kenapa membuatnya geram sendiri.

Dia mungkin bisa membiarkan Andra kembali mengingat Amel, tapi dengan satu syarat di mana hal itu tidak akan mudah untuk Amel penuhi, Jingga yakin Amel akan berlari menolak Andra dan meninggalkannya begitu saja.

Amel sudah berkeluarga, dia bukan gadis single yang ingin berubah menjadi baik. Dia seorang wanita yang sudah menikah dan mempunyai anak, suaminya tak jauh beda dari Andra, bedanya Andra bisa memberi uang yang lebih dengan imbalan yang mereka sebut sama kelamnya.

Andra tidak tahu akan hal itu, fakta yang sangat menyakitkan bila Andra sampai tahu dan mungkin unit ini akan hancur bila dia tahu pada akhirnya. Itu bukan cinta indah seperti yang Andra bayangkan, hanya sebuah pemanfaatan yang tentunya semakin membuat Andra hancur.

"Daripada Kak Andra hancur nanti, lebih baik sekarang Jingga buat hancur!" gumam Jingga bertekad keras.

Jingga bereskan kamar itu, mengubahnya menjadi kamar yang sangat rapi dan tidak ada bau alkohol lagi di sana, Jingga bubuhkan minyak wanginya dan aroma terapi yang mungkin bisa membantu Andra agar lebih relax.

Ting,

Pintu unit Andra terbuka, seorang wanita dengan pakaian seksi muncul di sana. Jingga pandangi dari atas sampai bawah, seperti wanita yang dulu kerap ia lihat berada di unit teman ipar sepupuhnya.

"Ada yang bisa aku bantu?" tanya Jingga.

Wanita itu mengangguk, "Aku Vera, aku datang karena pria itu sudah memesanku hari ini."

Apa!

Jingga berbalik menoleh pada Andra, pria itu belum terlalu sadar, tapi bisa mendengar apa yang Jingga bahas bersama Vera.

"Biarkan dia menemaniku sampai malam!" ucap Andra tegas, ia tunjuk dan ingatkan Jingga akan kesepakatan yang telah mereka buat sebelum pernikahan itu berlangsung.

Jingga terpukul mundur, langkahnya terhenti oleh bentakan Andra dan langkah mendayu Vera yang perlahan memadu kasih sampai tubuhnya terhempas bersama Andra di kamar yang baru saja Jingga bereskan itu.

Suara desahan Vera yang mulai terdengar dan erangan Andra yang tanpa henti mendesak Vera di dalam sana membuat kedua kaki Jingga layu.

Ia sedang menunggu calon suaminya bercinta bersama wanita lain hari ini, tepat di depan matanya dan bisa ia dengar dengan jelas.

Bruk,

Jingga ambruk ke sofa panjang samping kamar itu, ingin ia menangis dan menutup kedua telinganya, tapi suara itu jauh lebih keras hingga menembus pertahanan diri Jingga saat ini.

Batinnya terluka, hatinya hancur dan harga dirinya tercabik-cabik karena perasaan cinta yang ia punya.

Tapi, Jingga tegaskan sekali lagi, dia bukan gadis yang lemah, Jingga perbaiki posisi duduknya kembali tegap, menatap lurus jam besar yang ada di ruangan itu, terus menghitung desahan yang melangit seiring dengan detik dan menit yang tercipta sampai di mana telinganya mendengar jeritan Vera yang menjadi tanda kalau pertempuran ranjang bersama Andra telah usai.

Jingga hapus air matanya yang menetes lancang, ia kemudian berdiri dan memberikan satu set alat mandi pada Vera.

"Bersihkan dirimu, kau harus tampil cantik setelah bersamanya juga!" ucap Jingga, ia tutup pintu kamar Andra rapat setelah memastikan Vera menutup tubuh polos penuh keringat dan tidak sadar Andra.

Vera mengangguk, bayaran telah ia terima dan perlakuan manis dari Jingga sebagai bonusnya.

"Apa kau istrinya?" tanya Vera sebelum ke luar unit itu.

Jingga mengangguk, ia akui saja kalau mereka sudah menikah. "Kenapa?"

"Aku rasa dia sangat mencintaimu karena setiap menyentuhku dia terus menyebut namamu, aku pergi."

Klek, tit ....

Jingga terperosot tanpa tenaga, ia bersimpuh seorang diri, ini resiko yang sudah ia perhitungkan sejak mengambil keputusan besar itu bersama Andra.

Tak apa, Jingga hapus lagi air matanya yang terus menetes itu, dia harus kuat dan membuat Andra membaik sebisanya, tujuannya masih sama dan tidak ada keegoisan di sana.

"Bukan namaku yang dia sebut, tapi nama Amel," gumam Jingga menepuk dadanya supaya lebih tegar.

Setelah menunggu satu jam, Jingga siram wajah Andra dengan sedikit air, sampai Andra tersadar dan memeriksa akan kondisi tubuhnya yang berubah polos.

"Apa yang terjadi? Amel di mana, Jingga?"

Jingga tidak menjawab, ia lemparkan handuk besar itu ke ranjang. "Cepat mandi, aku buatin Kak Andra makanan habis ini!"

Brak,

Jingga tutup pintu kamar itu, ia bergegas menyiapkan menu makanan seperti apa yang tadi ia katakan pada Andra, ia biarkan Andra merasa bingung dan mencoba menarik ingatannya sendiri akan apa yang baru saja terjadi.

***

Andra lahap menu makanan yang telah Jingga sajikan, satu matanya berulang kali mencuri pandang pada gadis kecil itu, tapi Jingga sama sekali tidak terprovokasi untuk berbicara dan mengintrogasinya.

Sial, Andra ingat semuanya selama mengguyur tubuh tadi, bukan Amel yang ia terkam, melainkan Vera yang memang sudah mempunyai jadwal bersamanya hari ini dan dia sendiri lupa, yang Andra lihat tadi hanya Amel dan Amel saja.

"Mau nambah?" tanya Jingga.

"Nggak, lo tadi-"

"Kalau udah selesai, aku simpen di kulkas ya, besok Kak Andra bisa angetin lagi," potong Jingga.

Jingga bergegas merapikan dapur itu, ia ambil tasnya untuk beringsut pulang. Mungkin dia tidak masalah dan masih bisa menghadapi Andra dengan segala masa kelamnya, tapi untuk hari ini dia ingin sendiri dulu setelah telinga dan matanya menjadi saksi bisu dari aksi gila Andra.

Jingga berjalan cepat menuju pintu unit itu, kunci mobil sudah ada di tangannya, tapi langkah Jingga terhenti karena Andra berdiri di depan pintu itu, Andra halangi niat Jingga.

"Jingga mau pulang, Kak Andra minggir!" pinta Jingga.

Sumpah, Andra tidak pernah merasa sangat bersalah pada seseorang karena aksi malamnya seperti ini.

Jingga jelas sudah melihat dan mendengar semua tadi, untuk itu Andra hentikan gadis itu dan memastikan kalau Jingga dalam kondisi baik-baik saja.

"Kak Andra mau apa sih?" Jingga berkacak pinggang, ia pandai sekali menyembunyikan kegundahan hatinya.

"Gue anter lo pulang ya?"

"Nggak, aku bawa mobil sendiri, aku bisa nyetir sendiri."

"Tapi, ini udah malem dan lo-"

"Aku nggak lemah kayak yang Kak Andra bilang, oke, minggir terus tidur sana, pasti capekkan habis nidurin cewek, minggir!"

Shit,

Andra tahan tubuh kecil itu, memutar Jingga hingga terperangkap diantara tubuhnya dan badan pintu. Andra tatap lekat mata sabit Jingga, bola mata kecil itu tampak tak baik-baik saja.

Semakin lama Andra lihat, semakin banyak air mata yang menggenang dan tak kuasa untuk Jingga pertahankan, ia berkedip dan air mata itu menetes tepat di depan Andra.

"Jingga ...."

avataravatar
Next chapter