3 Kabar Buruk

Orang tua menjadi orang pertama yang syok atas kabar buruk yang terjadi atau dibuat oleh anaknya.

"Aku nggak tahu kalau ada Kak Andra, Ibu ...." Jingga tegaskan sekali lagi dengan gaya manjanya.

"Ibu tahu, tapi kok bisa-bisanya sih kamu ngajuan persetujuan ke ayah buat nikah sama Andra, hem? Ini kenapa kok mikir nikah muda?" Rani, sang ibu merasa pusing seketika.

"Bukan idenya Jingga, itu ayahnya Kak Andra yang bilang. Lagian, di luar sana minta gitu, nuntut Narendra kasih contoh yang baik kayak yang lalu-lalu, gitu!"

Sebal? pastinya, dalam kondisi darurat seperti ini masih bisa menampilkan senyum lebar dan tidak ada beban di atas pundaknya.

Jingga tak masalah kalau harus menikah dengan Andra untuk menyelesaikan masalah ini dan membuat nama baik Narendra juga keluarga Andra membaik, dia benar-benar tidak merasa keberatan.

"Kamu udah mikirin mateng-mateng?" tanya Keanu.

"Udah, Ayah. Aku tahu kalau kak Andra itu nakal kayak kak Kale-nya neng Eta. Tapi, siapa tahu kalau dengan ini dia bisa berubah, hem?"

"Jangan jadi pahlawan kesiangan, Jingga. Kale suka sama Eta, lah Andra enggak itu!" balas Keanu geregetan.

Masalah utama menghadapi Jingga adalah kemampuan dan tekad besarnya kalau sudah memutuskan sesuatu, dia tidak akan mundur sebelum mendapatkan apa yang dia mau sekalipun itu menurut orang dan orang tuanya tidak mungkin.

Di benak Jingga hanya ada keyakinan yang menggebu, ia percaya masalah ini merupakan bagian dari rencana Tuhan untuk mengabulkan doanya menjadi pasangan Andra.

Sejak roknya masih berwarna biru dulu, dia tidak bisa berpaling dari Andra sekali saja.

Andra itu cinta pandangan pertamanya, bahkan teman lelaki di perkuliahannya saja tak ada yang mampu menarik perhatian dari mata indahnya itu.

"Gimana, anak kamu itu gitu, hem?" Keanu mengesah pelan.

"Eheheheh, kayak aku banget ya? Dia itu berani ambil resiko, yang kita takutin kalau sampe Andra nolak dan nggak suka, terus ditinggalin waktu nikah kayak Eta, nggak kebayang gimana dia. Kita sebagai orang tua nggak mau kalau anaknya ditinggal jadi janda, atau mungkin diselingkuhin, iya kan?" balas Rani.

"Huuh, dia yakin banget. Kita lihat Andra gimana nanti, di kampusnya Jingga juga pada heboh, nama dia udah jelek di sana, katanya cewek nggak bener, tapi dia jalan santai aja, kalau ditanya malah dijawab bukan urusan orang, tukang gosip, bodo amat, kesel loh aku, Bu!" keluh Keanu, tapi tak urung mereka tertawa mengingat kelakuan anaknya itu.

Sementara anak pertama mereka masih menitih karir di luar negeri seperti saudara yang lain, Jingga di sini justru sibuk memikirkan pernikahan.

Tapi, Jingga memang perpaduan dari ayah dan ibunya.

Dia punya jiwa yang berani, tapi bukan masalah pribadi saja yang Jingga fikirkan karena dua usaha kecil sudah mulai ia rintis sama seperti sang ayah di masa muda dulu, hal yang seimbang.

***

Andra masih menolak saran dari ayahnya, keluarga mereka benar-benar hancur, bahkan usaha kecil di kota itu masuk dalam daftar buruk karena kabar yang beredar.

Mereka yang sudah berlangganan menjadi ragu, begitu juga pandangan masyarakat sekitar pada keluarga Andra, semua menatap rendah.

"Kita itu bukan orang kaya raya yang punya kuasa, Andra. Sekali aja jarum itu kamu jatuhkan, rusak kita, pecah kayak balon. Sekarang lihat mamamu, dia sampe sakit mikir jualannya nggak jalan, mereka yang mau beli dan nyuruh anaknya takut kalau sampe jadi incaran kamu, sekali aja kamu pahami keluarga, jangan egois!" Alam tak tahu lagi harus berbuat dan berkata apa.

Selama ini mereka besar dan bisa berjalan karena hubungan baik bersama keluarga besar Jingga.

Andra bisa bekerja di sana, menabung dan mulai merintis usaha di kota kecil tempat mereka tinggal.

Kembali dari rantauan bukan berarti mudah, mereka berdiri di atas kaki sendiri dan memulai semuanya dari nol.

Kabar terbaru, beberapa saham Narendra juga turun, Andra membawa nama besar di sana, tapi dalam satu malam Andra hancurkan kepercayaan itu.

"Fikirin kita yang jadi orang tua kamu, Jingga nggak keberatan nikah sama kamu itu!"

"Aku yang keberatan, Pa. Aku nggak suka sama Jingga, aku sama dia itu beda jauh, kayak om sama ponakannya, aku juga nakal. Yang ada kalau aku nikah, dunia aku sempit, terus bisa cerai aku sama dia!" balas Andra frustasi.

"Cerai? Kok bisa kamu bilang gitu. Cinta itu datang karena kebiasa, Papa cuman pesen sama kamu, buka mata dan lihat keluarga kita sama Narendra yang udah baik itu sama kamu!" Alam tinggalkan Andra seorang diri.

Tak ada pilihan lain, rumah besar masih terbuka untuk Andra, tapi dia malu datang ke sana karena pasti orang-orang di rumah besar sedang memikirkan masalah saham yang menurun, otak mereka pasti fokus untuk memperbaikinya.

Media bisa mereka bungkam, tapi tidak ada bukti di sana yang bisa menyatakan kalau Andra tidak sengaja dan Jingga juga.

Hanya Amel, tapi gadis itu sudah pergi entah ke mana.

Sakit tak berdarah, disaat dia harus menerima tuntutan, sedang gadis yang ia cintai untuk pertama kali itu justru pergi meninggalkannya, tak ada kontak yang bisa Andra hubungi, ia tidak tahu di mana Amel sekarang, hati dan cintanya hancur saat ini.

***

"Lo tahu Amel nggak bakal balik, lo tahu itu. Lo juga tahu kalau Jingga nggak buruk, dia cuman bergaya kayak anak-anak, tapi pemikiran dia bagus, dia berani nerima resiko ini meskipun dia tahu nggak salah. Dia bahkan katanya nggak peduli kalau pernikahan itu nggak lama, lo tahu yang dia pikirin apa?"

"Apa?" balas Andra, ia kunjungi Kale yang tak lain ipar sepupuh Jingga.

"Narendra bisa bangun dan bangkit kembali, tapi nggak sama keluarga lo, itu yang dia pikirin!" jawab Kale. "Lo nggak percaya, kan? Gue juga, tapi mertua gue salut sama dia, Jingga mikirin keluarga kecil lo, mimpi orang tua lo, padahal dia tahu resikonya kalau sampe gagal sama lo, dia bisa jadi janda," lanjutnya.

"Gue harus gimana?"

"Ajak ngomong Jingga, kalau dia bisa nggak egois, lo juga harusnya bisa karena lo lebih tua. Suka sama dia emang nggak mudah, tapi siapa tahu, Ndra!"

Andra putar kembali kemudinya, Kale bisa berbicara begitu karena ia sangat mencintai istrinya, sudah siap meninggalkan dunia kelam, sedang Andra belum terfikirkan untuk itu.

Andra takut setelah menikah nanti, Jingga melihatnya mabuk-mabukan, berjalan dengan wanita lain yang pastinya membuat Jingga sakit hati.

"Hallo," sapa Jingga.

"Lo ada waktu, gue mau ketemu."

"Ada, Jingga di kedai kok, Kakak ke sini aja," balas Jingga, sesantai itu dia dalam masalah besar ini, kaki polosnya masih bisa berlenggang menjalankan kedai jus segar tak jauh dari area kampusnya.

"Oke, gue ke sana!" putus Andra.

avataravatar
Next chapter