Bagus Prov
"KRING..." bunyi alarm berbunyi sangat nyaring saat matahari mulai muncul di pagi hari. Aku pun bangun dan keluar dari kamarku. Aku berjalan masih setengah sadar mencari keberadaan bi Inah, ingin memberitahu bahwa tadi malam aku pulang tidak sendiri.Semalam saat pulang aku tidak bertemu dengan bi Inah dan mang Hasan. Sepertinya mereka sudah tidur.
"bibi, ada teman saya yang main semalam bi" kataku pada bi Inah yang sedang sibuk memasak di dapur.
"Iya den, saya tahu" jawab bi Inah tapi dari arah belakang.
"Itu yang lagi masak tamunya" lanjut bi Inah. Lalu aku mengucek ngucek mata ku, ternyata yang sedang adalah Ana.
"Masak aku samakan Ana dengan bi Inah" kata ku dalam hati.
"Selamat pagi" kata Ana sambil tersenyum manis. Pagi ini serasa sudah punya istri ya.
"Pagi" jawabku sambil buru-buru menghapus pinggir bibirku, siapa tahu ada bekas iler di sana. Karena tadi belum sempat ke kamar mandi setelah bangun tidur.
Kemudian buru-buru aku balik ke kamar untuk merapihkan penampilanku. Dalam perjalanan aku menuju kamar aku melihat Andre sedang asyik ngobrol dengan mang Hasan sambil membersihkan kandang burungnya.
"pagi bro" sapanya.
"pagi" jawabku
Aku masih tetap berjalan menuju kamar. Setidaknya aku harus cuci muka dulu dan ganti kaos dulu, jangan pakai piyama tidur seperti ini.
Pagi ini rumah rasanya ramai, andai mereka bisa terus ada di sini. Sarapan ada yang temani, tidak lagi sendiri. Bi inah dan mang Hasan tidak pernah makan bareng denganku, mereka makan lebih dulu dari aku dan di rumah kecil mereka yang pisah dengan rumah induk.
"Enak… " kataku setelah melahap habis nasi goreng istimewa buatan Ana. Masakan Ana seperti biasa selalu cocok di lidah aku.
"Habis ini kami langsung balik ya?" kata Ana sambil merapihkan piring-pring bekas makan.
"kenapa buru-buru sih, kita ga mau main di bengkel aku dulu?" Ajak aku supaya mereka tidak segera pergi.
"lagi ga mood ketemu mesin" jawab Ana dengan nada berat. Sepertinya dia masih memikirkan tugas perbaikan dengan Pak Adi.
"Kita mancing dulu dah di belakang" ajakku lagi mancing di danau belakang rumah dekat dengan bengkel pribadiku.
"kalau mancing dulu pasti lama" jawabnya lagi, entah kenapa Ana ingin segera pergi dari rumah. Seperti ada yang Ana takuti. Jika hari-hari biasa mereka main di rumah sangat nyaman dan betah-betah saja. Tetapi jika mereka main hari Sabtu dan Minggu mereka tidak ingin lama berada di rumah, malah kalau bisa tidak mau menginap kalau besoknya Sabtu atau Minggu.
"Mungkin Ana lagi kangen rumah kali" kata Andre.
"Nanti lain waktu kami nginep lama deh" lanjutnya.
"Okelah, yuk… " kataku
"Mau kemana kamu?" Tanya Ana
"Semalam kan aku bilang ke Andre kalo mau nganterin kalian" jelasku ke Ana
Ana hanya terdiam dan melihat ke arah Andre dengan tatapan penuh tanya.
"Ga papa, bagus kan mau tau rumah …. " kata Andre terhenti karena melihat raut wajah Ana yang tidak senang.
"Yuk, berangkat" kataku sambil memutarkan kunci mobil.
"Aku aja yang bawa bro" kata Andre sambil mengambil kunci mobil.
"kenapa?" tanyaku penasaran
"Emangnya lo tau jalannya?" tanya Andre, dan memang benar aku tidak tahu lokasi yang akan dituju. Lebih baik memang Andre yang membawa mobilnya.
Saat kami sampai di bagasi mobil dan menuju salah satu mobil yang terpakrir di sana, ada sebuah mobil Mercedes yang masuk ke dalam, itu mobil yang biasa digunakan Ayah. Berarti Ayah pulang, tapi di saat aku mau jalan pergi.
Seorang laki-laki paruh baya dengan tubuh yang masih sangat kekar dan sehat keluar dari dalam mobil tersebut.
"Mau pergi kemana kamu?" tanya laki-laki itu pada ku
"Anterin teman yah" jawabku
"Kenapa gak suruh supir aja?" tanyanya lagi tanpa senyum di wajahnya, dan tidak menanyakan bagaimana kabarku padahal sudah lama tidak ketemu apalagi sebuah pelukan. Statusnya Ayah tapi terasa orang asing bagiku.
"Sekalian main aja yah dan mungkin malam ini bagus gak pulang yah" kataku
"oooo… oke, hati-hati…. Ayah akan tunggu kamu balik ada yang mau Ayah sampaikan padamu.
"baik yah" jawabku dan Ayah pun pergi masuk ke dalam meninggalkan kami. Bahkan dia tidak menanyakan teman-teman yang berdiri di sampingku.
Aku sempat berpikir, sebenarnya aku anak kandung atau bukan ya. Tapi selalu aku tepis semua itu dengan berpikir Ayah sedang sibuk mengurus bisnisnya. Itu yang selalu bi Inah bilang padaku saat aku mulai berpikir yang tidak tidak.
Selama perjalanan menuju rumah Ana banyak yang sedang aku pikirkan, bukan hanya tentang rumah Ana, tentang hubungan Ana dengan Andre tapi juga tentang apa yang akan Ayah bicarakan padaku, karena itu salah satu yang jarang Ayah lakukan. Tidak biasanya Ayah menunggu aku untuk membicarakan sesuatu.
Apa kiranya yang akan ayah sampaikan padaku. Semoga bukan hal yang buruk.
Pikiranku mengkhayalkan kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi. Ayah mau bersabar menunggu aku. Pasti itu sangat penting.
Sedangkan, di sisi lain. Aku juga kepikiran tentang rumah Ana yang belum pernah sama sekali aku kunjungi.
Ana dan Andre masih banyak rahasia yang mereka sembunyikan dari aku.
Aku sendiri juga masih merahasiakan penyakit ini sama Ana. Jika suatu saat, penyakitku terungkap olehnya. Akankah dia menjauhi diriku dan menganggap aku aneh. Atau, dia akan prihatin dengan keadaan aku. Tetapi, aku tidak menginginkan kedua kemungkinan itu. Aku sangat ingin kembali normal. Sudah lama, aku konsultasi dengan dokter psikiater ku. tetapi, tetap saja belum ada perkembangan yang terjadi. Obat yang dikasih oleh dokter hanya menyembuhkan ruam yang terjadi. Namun obat itu tidak menyembuhkan penyakit ini.
"Gus, lagi ngelamunin apa?" tiba-tiba Andre membuyarkan lamunanku.
"enggak ada, lagi lihat jalan aja," jawabku.
Andre memang sangat peka, disaat aku sedang dilanda kegelisahan. Ana yang mencari wanita idamanku saja, tidak sepeka dirinya. Belum ada getaran yang terjadi di antara kita.
Aku ingin Ana segera menyadari keberadaan ku. Andai, Ana menjadi perempuanku dan dapat menyembuhkan penyakitku, aku pasti sangat senang.
Aku jadi ingat kejadian di villa kemarin. Ana sama seperti perempuan yang pernah membuat aku pingsan. Jadi bagaimana mungkin, Ana bisa menyembuhkan penyakitku.
Apakah perasaan aku padanya benar cinta atau bukan. Bisa saja, karena Ana perempuan yang pertama yang aku temui setelah sekian lama aku terkurung di rumah. Sehingga, diriku beranggapan aku telah jatuh cinta pada Ana.
"udah, bro. enggak usah dipikirin. nanti juga ada jalannya," kata Andre.
ini orang ya, bisa baca pikiran aku apa?
apa di wajah ku ada tulisan, 'aku sedang ada masalah' sehingga dia bisa menebak seperti itu. semoga saja, yang dikatakan Andre benar adanya. aku harap.