webnovel

Best Wishes

Sebenarnya Farani tidak bisa konsentrasi di kampus. Di kelas dia banyak melamun dan memandangi foto Sita.

"Girl, lo kenapa?" Tika berusaha mencaritahu.

Farani bukan tipe pendiam meski dia tidak seheboh Sasha. Dan bukan tipe yang bisa berbohong ataupun menyembunyikan perasaannya. Suasana hatinya tergambar jelas di wajahnya yang belakangan terlihat layu.

"Nggak papa. Gue lagi sibuk belajar aja." jawab Farani singkat.

Belajar? Bahkan ujian masih ada beberapa minggu lagi. Dan itu bukan Farani banget kalau belajar diawal. Apalagi beberapa saat yang lalu dia sangat bahagia mendapati kedua sahabatnya yang kembali setelah setahun lebih meninggalkan Indonesia.

"Apa dia cinlok?" Sasha menduga.

"Hush, dia kan udah ada Sita." Ameh mencoba menghalau pemikiran ngawur Sasha.

Honda Accord Fareza sudah terparkir di halaman kampus untuk menjemput Farani. Beberapa mahasiswi yang tak mengenali sosoknya langsung berbisik lirih mengagumi Fareza yang sudah mengalami banyak perubahan itu. Selain perubahan fisik, Fareza juga mengalami perubahan emosional. Dia menjadi lebih dewasa dalam bertindak dan mengambil keputusan.

Seperti saat ini, dia lebih banyak diam saja melihat beberapa gadis yang mencoba merayunya. Itu merupakan hasil dari perubahan dalam bertindak yang selama setahun belakangan berusaha dia terapkan. Selain untuk menghargai orang di sekitarnya, Fareza juga berusaha untuk menjadi laki-laki yang gentle.

Melihat Farani yang berjalan bersama beberapa temannya, Fareza langsung terkesiap. Segera menghalau apapun yang sedang dipikirkannya dengan menampilkan senyum paling segar dan tampan kepada adiknya itu.

"Dek." Fareza melambaikan tangan.

Keempat gadis itu melihat ke arah datangnya suara.

"Duluan geng." Farani meninggalkan ketiga temannya itu.

"Tumben jemput. Mau ngajakin kemana?"

"Ke rumah sakit. Katanya Sita udah lebih baik dari kemarin." Fareza menyampaikan berita baik itu.

Iya, itu berita yang sangat baik. Bahkan berita yang selalu dinantikan oleh Farani dan semua orang yang sayang kepada Sita.

Tak banyak berkata, keduanya menuju rumah sakit dimana Sita dirawat. Benar saja, kondisi Sita jauh lebih baik. Beberapa selang sudah dilepaskan dari tubuhnya. Bahkan alat bantu pernapasan juga sudah dilepaskan.

Papa Sita yang menyadari kedatang Fareza dan Farani langsung mempersilahkan keduanya menemani Sita. Bergantian menjaga Sita agar Papa Sita bisa beristirahat barang sejenak.

Farani dan Sita hanya saling pandang. Banyak hal yang ingin diungkapkan keduanya, tapi hanya dengan saling menatap seolah semua kerinduan mereka terungkap. Apa semua orang yang sedang jatuh cinta seperti itu?

"Gue nyari minum dulu." Fareza undur diri. Dia menyadari bahwa posisinya sekarang adalah orang ketiga.

Beberapa saat setelah Fareza pergi, Farani masih memandang Sita dalam diam. Hatinya terasa sakit saat melihat kekasihnya mengalami sakit yang entah bagaimana rasanya.

"Masih sakit?" akhirnya Farani menemukan suaranya.

Sita mengangguk perlahan. "Pengen cepet pulang."

"You have to."

Farani memang sedikit penasaran tentang bagaimana Sita bisa mengalami kecelakaan. Tapi dia menahan untuk tidak menanyakannya. Selain tidak ada gunanya, bertanya tentang hari yang mengenaskan itu hanya akan membuat hatinya sakit.

"Ayo rayain ultah gue di rumah."

Sita sekali lagi mengangguk. Itu menjadi doa dan harapan yang tulus bagi Farani. Dan Sita juga sangat ingin mengabulkan permohonan itu.

Paling tidak, untuk hari itu Farani bisa menampakkan senyumnya. Mengusir awan mendung yang menggelayuti wajahnya beberapa hari belakangan.

*

Weekend ini Raffi berbelanja beberpaa bahan makanan untuk stok di rumah. Ditemani Mama, Raffi berbrlaja bahan untuk membuat kue dan makanan kesukaan Farani, spaghetti.

"Kurang apa lagi?" tanya Mama yang sedang memilih keju.

Diakui Mama, beberapa hari ini Raffi sudah mendingan. Dia memang belum kembali menjadi anak-Mama-yang-jahil, tapi paling tidak Raffi sudah tidak semurung kemarin saat dia menanggung beban tentang Sita.

Dan Mama merasa bangga mempunya anak laki-laki yang penuh tanggungjawab dan selalu berusaha melindungi orang yang disayanginya.

Meski dalam hati Mama sangat mendukung Raffi untuk bersama dengan Farani, tapi Mama tidak pernah mengungkapkan hal itu kepada Raffi. Selain karena Mama menghargai keinginan putranya, Mama juga menghargai Farani yang sekarang memilih Sita.

"Kayanya udah, Ma. Apa kita ulang lagi list-nya?"

Kerjasama yang apik, Mama dan Raffi mencocokkan list yang ada di tangan Raffi dengan barang yang sudah ada di troli. Sempat ada adu mulut antara keduanya, tapi permasalahan itu bisa terpecahkan setelah keduanya mencari jalan keluar.

Seperti biasa saat Mama berbelanja dengan Farani, Mama langsung mengajak Raffi makan di restoran terdekat.

"Mama sering mampir disini kalo sama adek?"

Mama mengangguk. "Adek paling seneng spaghetti disini. Katanya enak." Mama menjawab pertanyaan Raffi sambil membaca menu.

Tanpa berpikir ulang, Raffi lalu memesan spaghetti yang notabene kesukaan Farani.

"Sejauh mana hubungan kalian?"

"Salah nggak sih, Ma, kalo aku bilang bakal nikahin Farani setelah sukses?" Raffi menjawab pertanyaan Mama dengan pertanyaan.

Ini pertanyaan yang menjebak, pikir Mama.

"Selama kalian single, menurut Mama oke." Mama memikirkan perkataanya sendiri. "Have you asked her?"

Raffi menganggukkan kepalanya, lalu menyeruput minuman yang ada di depannya.

"Farani nggak mengiyakan ataupun nolak. What should I do?"

"Mungkin memang Farani nggak tau harus jawab apa. Apalagi kalau kamu tanya sekarang, saat dia punya pasangan, tentu dia bakal galau. Sabar, oke?" Mama menggenggam tangan Raffi.

Diam-diam mama menaruh rasa bangga kepada putranya. Meski jarang bertemu dan merasakan kasih sayang yang penuh dari kedua orangtuanya, tapi Raffi tumbuh menjadi laki-laki yang penyayang. Juga mampu mengendalikan apa yang ada dipikirannya tanpa menggunakan emosi yang berlebihan.

Pesanan Mama dan Raffi datang. Setelah mencicipi beberapa suap, Raffi akhirnya setuju dengan Farani. Spaghetti di restoran ini memang enak. Bahkan mungkin yang palung enak yang pernah dia makan selama di Jogja.

Agenda selanjutnya setelah berbelanja dan makan, Raffi segera ke dapur bersama Mama. Dia bertekad untuk membuat kue ulangtahun untuk Farani. Itu sebabnya Raffi penuh semangat berbelanja dan belajar. Dibawah panduan Mama, Raffi sukses dilatihan pertamanya. Itu tak lepas dari peran Mama dalam membuat komposisi yang tepat.

"Kita buat malemnya apa pagi aja, Ma?"

"Enakan pagi, jadi masih fresh. Tapi kalo waktunya mepet, malam juga nggak masalah sih menurut Mama."

Berpikir sejenak dan menghitung kegiatan apa saja yang akan dilakukannya pada hari itu, Raffi akhirnya memutuskan untuk membuat kue ulangtahun Farani keesokan harinya. Seperti kata Mama, untuk menjaga kualitas dan rasa kue yang numero uno.